Pada zaman dahulu, ada seorang pelajar yang miskin, namanya Gong Ye Chang. Ia memiliki sebuah bakat yang tidak dimiliki orang lain, yaitu bisa memahami bahasa burung.
Duduk di bawah rindangnya pohon, adalah kebiasaan yang dilakukan oleh Gong Ye Chang setiap merasa lelah sehabis belajar. Sambil istirahat menikmati suasana angin yang sepoi-sepoi, ia dengan tenang mendengarkan burung kepodang bernyanyi, burung gereja mempergunjingkan temannya, bahkan ocehan cicak yang banyak mengandung informasi, tentang di mana tempat bermain yang menyenangkan dan tempat yang ada makanan enak, terkadang juga mendengar burung gagak mencaci maki yang lain, atau pertengkaran mulut suami-istri burung kenari benar-benar sangat menarik. Acap kali ia terpukau mendengarnya, dan begitu duduk bisa seharian. Orang lain mengira ia sedang melamun!
Suatu hari, ketika Gong Ye Chang sedang siap membuat masakan di dapur, mendapati di dalam tempayan tidak ada sebutir beras pun, dan ketika sedang risau, seekor murai terbang di luar jendela, dan bertengger di atas sebuah pohon, lalu berkata: "Gong Ye Chang, Gong Ye Chang, di balik gunung ada seekor domba gemuk, kamu makan dagingnya, biar saya makan ususnya!"
Setelah Gong Ye Chang mendengarnya, tidak begitu yakin dengan ucapan murai yang nakal, mengira murai sedang mempermainkan dirinya, maka sama sekali tidak peduli. Setelah murai menunggu sejenak, dan melihat Gong Ye Chang tidak memberikan reaksi sedikit pun, lalu kembali berteriak nyaring: "Gong Ye Chang, Gong Ye Chang, di balik gunung ada seekor domba gemuk, kamu makan dagingnya, biar saya makan ususnya!"
Akhirnya Gong Ye Chang berpikir, karena tidak ada beras untuk menanak nasi juga, lebih baik melihat dulu apakah memang benar atau bohong perkataan murai itu, maka pergilah ia ke sana. Burung murai terbang di depan menunjuk jalan, dan tidak lama kemudian tibalah di balik gunung itu.
Begitu Gong Ye Chang melihat ternyata memang benar ada seekor domba gemuk yang terluka, dan mati di sana. Dengan gembira ia berkata pada murai: "Kamu benar-benar tidak membohongi saya! Dan saya pasti akan menyisakan ususnya untukmu!" Kemudian dengan menguras seluruh tenaga dibawalah domba gemuk itu pulang ke rumah.
Dengan menggunakan parang, Gong Ye Chang mengiris sepotong-potong daging domba di dapur, burung murai berteriak lagi dengan suara nyaring: "Kamu makan dagingnya, biar saya makan ususnya!" Dengan kesal Gong Ye Chang berkata: "Ya, ya, kamu pergi dulu ke tempat lain, nanti setelah kamu kembali sudah ada usus yang disediakan untukmu!" Setelah burung murai mendengarnya, lalu dengan ceria terbang dan pergi dari sana.
Gong Ye Chang membuat semenu makanan siang yang lezat dari daging domba, dan benar-benar nikmat rasanya. Ia menganggap usus domba menjijikkan, dan lupa semestinya disisakan untuk diberikan pada murai, lantas membuang seluruh ususnya ke sungai. Tidak lama kemudian, burung murai terbang kembali, dan Gong Ye Chang baru ingat semestinya menyisakan usus domba untuk burung murai. Ia segera bergegas pergi ke sungai, namun usus-usus itu sudah menghilang entah ke mana. Dan dengan terpaksa Gong Ye Chang berkata pada burung murai: "Maaf ya, saya sudah membuang usus itu, dan saya benar-benar minta maaf!" Dengan amarahnya burung murai terbang pergi meninggalkannya, dan Gong Ye Chang juga tidak begitu peduli, maka perlahan-lahan lupa akan hal itu.
Musim dingin telah tiba, dan telah beberapa hari secara berturut-turut turun salju lebat, pada hari itu salju telah berhenti, tiba-tiba Gong Ye Chang mendengar ada suara sedang berteriak di luar dapur: "Gong Ye Chang, Gong Ye Chang, di balik gunung ada seekor domba gemuk, kamu makan daging, biar saya makan ususnya!" Begitu ia menyembulkan kepala dan melihat, ternyata lagi-lagi burung murai tempo hari sedang berkata padanya di atas pohon.
Gong Ye Chang sangat gembira, ada lagi daging domba ynag bisa dinikmatinya, lalu segera bergegas mengikuti burung murai pergi ke gunung. Namun, kali ini yang terbaring di puncak gunung bukan lagi seekor domba gemuk, melainkan orang yang mati beku kedinginan. Gong Ye Chang tahu ia telah ditipu oleh murai, sangat marah, namun sejak dini burung murai telah pergi. Ia melihat orang itu sudah tidak bernapas, apa daya, mau tidak mau ia pulang ke rumah.
Sore hari, tiba-tiba dua orang dari pengadilan pergi ke rumah Gong Ye Chang, menangkap dan membawanya pergi. Karena ada orang menemukan orang mati itu di balik gunung, dan ada yang melihat Gong Ye Chang seorang diri pergi ke gunung, lalu turun lagi, karenanya pejabat kabupaten menganggap bahwa orang yang mati di balik gunung itu dicelakai oleh Gong Ye Chang.
Gong Ye Chang membela diri dengan mengatakan: "Ketika saya ke sana, orang itu telah mati!"
Dengan marah pejabat kabupaten mengatakan: "Di musim salju yang lebat, apa yang kamu lakukan di atas gunung sana? Apalagi hanya ada jejak kakimu di atas gunung itu, jika bukan kamu yang mencelakai, lalu siapa?"
Gong Ye Chang tidak berdaya, terpaksa secara terperinci menceritakan pada pejabat kabupaten mengenai perkataan si burung murai, namun pejabat kabupaten sama sekali tidak percaya, ia menggebrak meja dan berkata: "Mana ada orang yang mengerti perkataan burung? Saya telah hidup setua ini, sama sekali tidak pernah mendengar ada hal demikian!" Lalu, pejabat kabupaten memenjarakan Gong Ye Chang.
Gong Ye Chang tahu, bahwa semua ini dikarenakan ia telah lupa menyisakan usus domba yang gemuk pada si burung murai, karenanya burung murai sengaja mencelakainya. Namun, ia juga tidak tahu bagaimana caranya agar supaya dapat membuat pejabat kabupaten itu percaya dengan kata-katanya.
Di dalam penjara begitu rapat dan ketat, hanya terbuka sebuah jendela kecil di atas tembok yang sangat tinggi. Gong Ye Chang melihat acap kali ada burung gereja terbang ke sana kemari di luar jendela, maka sering kali mendengar kata-kata burung gereja di bawah jendela, sehingga dengan demikian, hidupnya juga tidak merasa sedih.
Suatu hari, Gong Ye Chang mendengar seekor burung gereja berkata berisik: "Ayo, semua cepat kemari! Saya beritahu kalian sebuah kabar gembira! Di atas jembatan gerbang timur ada sebuah kereta sapi terbalik yang dipenuhi dengan muatan gabah, gabah-gabah itu bertebaran seladang! Ayo semuanya bergegas makan di sana!" Sambil berkata, segerombolan burung gereja semuanya terbang berlalu menuju ke sasarannya.
Begitu mendengar, Gong Ye Chang lantas segera berkata pada orang yang mengawasinya: "Segerombolan burung-burung gereja yang terbang pergi itu semuanya hendak ke jembatan gerbang timur untuk makan gabah. Kamu bergegas melapor pada pembesar kabupaten, agar ia mengutus seseorang ke gerbang jembatan timur untuk melihat-lihat, dan jika memang benar-benar ada sebuah kereta sapi terbalik yang dipenuhi dengan muatan gabah, maka bisa membuktikan bahwa saya mengerti perkataan burung."
Meskipun pejabat kabupaten tidak percaya dengan perkataan Gong Ye Chang, namun tetap mengutus orang pergi ke gerbang jembatan timur untuk melihat-lihat, dan ternyata, di sana memang benar-benar ada sebuah kereta sapi terbalik, dan gabah bertebaran seladang, segerombolan burung gereja sedang bersuka ria berebut mendahului burung lainnya mematuk gabah.
Akhirnya pejabat kabupaten percaya bahwa Gong Ye Chang memang benar-benar mengerti bahasa burung, juga percaya akan cerita mengenai si burung murai, dan setelah mengetahui bahwa orang yang mati di atas gunung itu sama sekali bukan dicelakai oleh Gong Ye Chang, lalu melepaskannya.
Setelah Gong Ye Chang pulang ke rumah, banyak sekali tetanga maupun teman-temannya secara berturut-turut datang menjenguknya. Dengan berkeluh kesah Gong Ye Chang berkata pada semua orang: "Setelah saya dipenjara, telah memahami sebuah kebenaran, yaitu bukan saja harus memegang janji terhadap manusia, bahkan terhadap burung pun harus memegang janjinya!
Kisah fabel ini tersebar luas. Dalam kisah itu, Gong Ye Chang tidak menepati janjinya terhadap burung, sehingga mendatangkan bencana yang tak terpikirkan, dari kisah ini jelaslah, bahwa terhadap burung pun harus menepati janjinya, apalagi terhadap manusia? Dan dalam realita kehidupan, Gong Ye Chang adalah seorang arif bijaksana, bukan saja murid Konghucu tetapi juga menantunya!
Duduk di bawah rindangnya pohon, adalah kebiasaan yang dilakukan oleh Gong Ye Chang setiap merasa lelah sehabis belajar. Sambil istirahat menikmati suasana angin yang sepoi-sepoi, ia dengan tenang mendengarkan burung kepodang bernyanyi, burung gereja mempergunjingkan temannya, bahkan ocehan cicak yang banyak mengandung informasi, tentang di mana tempat bermain yang menyenangkan dan tempat yang ada makanan enak, terkadang juga mendengar burung gagak mencaci maki yang lain, atau pertengkaran mulut suami-istri burung kenari benar-benar sangat menarik. Acap kali ia terpukau mendengarnya, dan begitu duduk bisa seharian. Orang lain mengira ia sedang melamun!
Suatu hari, ketika Gong Ye Chang sedang siap membuat masakan di dapur, mendapati di dalam tempayan tidak ada sebutir beras pun, dan ketika sedang risau, seekor murai terbang di luar jendela, dan bertengger di atas sebuah pohon, lalu berkata: "Gong Ye Chang, Gong Ye Chang, di balik gunung ada seekor domba gemuk, kamu makan dagingnya, biar saya makan ususnya!"
Setelah Gong Ye Chang mendengarnya, tidak begitu yakin dengan ucapan murai yang nakal, mengira murai sedang mempermainkan dirinya, maka sama sekali tidak peduli. Setelah murai menunggu sejenak, dan melihat Gong Ye Chang tidak memberikan reaksi sedikit pun, lalu kembali berteriak nyaring: "Gong Ye Chang, Gong Ye Chang, di balik gunung ada seekor domba gemuk, kamu makan dagingnya, biar saya makan ususnya!"
Akhirnya Gong Ye Chang berpikir, karena tidak ada beras untuk menanak nasi juga, lebih baik melihat dulu apakah memang benar atau bohong perkataan murai itu, maka pergilah ia ke sana. Burung murai terbang di depan menunjuk jalan, dan tidak lama kemudian tibalah di balik gunung itu.
Begitu Gong Ye Chang melihat ternyata memang benar ada seekor domba gemuk yang terluka, dan mati di sana. Dengan gembira ia berkata pada murai: "Kamu benar-benar tidak membohongi saya! Dan saya pasti akan menyisakan ususnya untukmu!" Kemudian dengan menguras seluruh tenaga dibawalah domba gemuk itu pulang ke rumah.
Dengan menggunakan parang, Gong Ye Chang mengiris sepotong-potong daging domba di dapur, burung murai berteriak lagi dengan suara nyaring: "Kamu makan dagingnya, biar saya makan ususnya!" Dengan kesal Gong Ye Chang berkata: "Ya, ya, kamu pergi dulu ke tempat lain, nanti setelah kamu kembali sudah ada usus yang disediakan untukmu!" Setelah burung murai mendengarnya, lalu dengan ceria terbang dan pergi dari sana.
Gong Ye Chang membuat semenu makanan siang yang lezat dari daging domba, dan benar-benar nikmat rasanya. Ia menganggap usus domba menjijikkan, dan lupa semestinya disisakan untuk diberikan pada murai, lantas membuang seluruh ususnya ke sungai. Tidak lama kemudian, burung murai terbang kembali, dan Gong Ye Chang baru ingat semestinya menyisakan usus domba untuk burung murai. Ia segera bergegas pergi ke sungai, namun usus-usus itu sudah menghilang entah ke mana. Dan dengan terpaksa Gong Ye Chang berkata pada burung murai: "Maaf ya, saya sudah membuang usus itu, dan saya benar-benar minta maaf!" Dengan amarahnya burung murai terbang pergi meninggalkannya, dan Gong Ye Chang juga tidak begitu peduli, maka perlahan-lahan lupa akan hal itu.
Musim dingin telah tiba, dan telah beberapa hari secara berturut-turut turun salju lebat, pada hari itu salju telah berhenti, tiba-tiba Gong Ye Chang mendengar ada suara sedang berteriak di luar dapur: "Gong Ye Chang, Gong Ye Chang, di balik gunung ada seekor domba gemuk, kamu makan daging, biar saya makan ususnya!" Begitu ia menyembulkan kepala dan melihat, ternyata lagi-lagi burung murai tempo hari sedang berkata padanya di atas pohon.
Gong Ye Chang sangat gembira, ada lagi daging domba ynag bisa dinikmatinya, lalu segera bergegas mengikuti burung murai pergi ke gunung. Namun, kali ini yang terbaring di puncak gunung bukan lagi seekor domba gemuk, melainkan orang yang mati beku kedinginan. Gong Ye Chang tahu ia telah ditipu oleh murai, sangat marah, namun sejak dini burung murai telah pergi. Ia melihat orang itu sudah tidak bernapas, apa daya, mau tidak mau ia pulang ke rumah.
Sore hari, tiba-tiba dua orang dari pengadilan pergi ke rumah Gong Ye Chang, menangkap dan membawanya pergi. Karena ada orang menemukan orang mati itu di balik gunung, dan ada yang melihat Gong Ye Chang seorang diri pergi ke gunung, lalu turun lagi, karenanya pejabat kabupaten menganggap bahwa orang yang mati di balik gunung itu dicelakai oleh Gong Ye Chang.
Gong Ye Chang membela diri dengan mengatakan: "Ketika saya ke sana, orang itu telah mati!"
Dengan marah pejabat kabupaten mengatakan: "Di musim salju yang lebat, apa yang kamu lakukan di atas gunung sana? Apalagi hanya ada jejak kakimu di atas gunung itu, jika bukan kamu yang mencelakai, lalu siapa?"
Gong Ye Chang tidak berdaya, terpaksa secara terperinci menceritakan pada pejabat kabupaten mengenai perkataan si burung murai, namun pejabat kabupaten sama sekali tidak percaya, ia menggebrak meja dan berkata: "Mana ada orang yang mengerti perkataan burung? Saya telah hidup setua ini, sama sekali tidak pernah mendengar ada hal demikian!" Lalu, pejabat kabupaten memenjarakan Gong Ye Chang.
Gong Ye Chang tahu, bahwa semua ini dikarenakan ia telah lupa menyisakan usus domba yang gemuk pada si burung murai, karenanya burung murai sengaja mencelakainya. Namun, ia juga tidak tahu bagaimana caranya agar supaya dapat membuat pejabat kabupaten itu percaya dengan kata-katanya.
Di dalam penjara begitu rapat dan ketat, hanya terbuka sebuah jendela kecil di atas tembok yang sangat tinggi. Gong Ye Chang melihat acap kali ada burung gereja terbang ke sana kemari di luar jendela, maka sering kali mendengar kata-kata burung gereja di bawah jendela, sehingga dengan demikian, hidupnya juga tidak merasa sedih.
Suatu hari, Gong Ye Chang mendengar seekor burung gereja berkata berisik: "Ayo, semua cepat kemari! Saya beritahu kalian sebuah kabar gembira! Di atas jembatan gerbang timur ada sebuah kereta sapi terbalik yang dipenuhi dengan muatan gabah, gabah-gabah itu bertebaran seladang! Ayo semuanya bergegas makan di sana!" Sambil berkata, segerombolan burung gereja semuanya terbang berlalu menuju ke sasarannya.
Begitu mendengar, Gong Ye Chang lantas segera berkata pada orang yang mengawasinya: "Segerombolan burung-burung gereja yang terbang pergi itu semuanya hendak ke jembatan gerbang timur untuk makan gabah. Kamu bergegas melapor pada pembesar kabupaten, agar ia mengutus seseorang ke gerbang jembatan timur untuk melihat-lihat, dan jika memang benar-benar ada sebuah kereta sapi terbalik yang dipenuhi dengan muatan gabah, maka bisa membuktikan bahwa saya mengerti perkataan burung."
Meskipun pejabat kabupaten tidak percaya dengan perkataan Gong Ye Chang, namun tetap mengutus orang pergi ke gerbang jembatan timur untuk melihat-lihat, dan ternyata, di sana memang benar-benar ada sebuah kereta sapi terbalik, dan gabah bertebaran seladang, segerombolan burung gereja sedang bersuka ria berebut mendahului burung lainnya mematuk gabah.
Akhirnya pejabat kabupaten percaya bahwa Gong Ye Chang memang benar-benar mengerti bahasa burung, juga percaya akan cerita mengenai si burung murai, dan setelah mengetahui bahwa orang yang mati di atas gunung itu sama sekali bukan dicelakai oleh Gong Ye Chang, lalu melepaskannya.
Setelah Gong Ye Chang pulang ke rumah, banyak sekali tetanga maupun teman-temannya secara berturut-turut datang menjenguknya. Dengan berkeluh kesah Gong Ye Chang berkata pada semua orang: "Setelah saya dipenjara, telah memahami sebuah kebenaran, yaitu bukan saja harus memegang janji terhadap manusia, bahkan terhadap burung pun harus memegang janjinya!
Kisah fabel ini tersebar luas. Dalam kisah itu, Gong Ye Chang tidak menepati janjinya terhadap burung, sehingga mendatangkan bencana yang tak terpikirkan, dari kisah ini jelaslah, bahwa terhadap burung pun harus menepati janjinya, apalagi terhadap manusia? Dan dalam realita kehidupan, Gong Ye Chang adalah seorang arif bijaksana, bukan saja murid Konghucu tetapi juga menantunya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar