Jumat, 26 Juni 2009

Su Dongpo: Menjadi Anak kecil dan Berterus Terang adalah Guruku

Cerita pendek Su Dongpo: Menjadi Anak kecil dan Berterus Terang adalah Guruku


Su Dongpo, merupakan salah satu dari beberapa tokoh dalam sejarah bangsa China yang dikenal sebagai Master dibidang literatur dan seni. Dia adalah seorang penulis besar, pelukis dan seniman kaligrafi.
Gaya lukisan kaligrafinya banyak dipengaruhi aliran tulisan tradisional akan tetapi dia juga mengembangkannya menjadi sesuatu gaya yang baru dan orisinil. Dia bersama dengan Huang Tingjian, Mi Fu dan Cai Xiang dikenal sebagai “Empat Master Kaligrafi Terbesar dari Dinasti Song”. Diluar dari keempat Master itu, dia dianggap yang terbaik. Dia bersama dengan Kakak laki-lakinya Su He dan ayahnya Su Xun, dikenal sebagai penulis terkenal.
Ketiganya termasuk dari 8 penulis terbesar dari Dinasti Tang dan Song. Dia juga sangat piawai dalam membuat puisi. Su He dan Huang Tingjian, juga merupakan pendiri dari Sekolah Puisi Jiangxi, bersama-sama tercatat didalam sejarah sebagai puisi terbaik dieranya. Dia yang menciptakan aliran baru dari Ci (sebuah tipe lirik dalam puisi China). Dia juga seorang pelukis yang luar biasa. Lukisannya tentang burung dan bunga sangat indah, hal ini kemudian menjadi sebuah trend dikalangan penulis untuk mulai belajar melukis. Dia juga sangat tertarik dalam hal memasak, membuat anggur dan menjadi pencicip teh serta menjadi seorang master diberbagai disiplin ilmu.
Suatu hari, dia mengundang beberapa teman baiknya untuk mencoba teh. Setelah 3 putaran, tiba-tiba sebuah inspirasi menghentikan mereka. Dan mereka mulai menulis dan mendeklamasikan sajak mereka untuk menunjukkan keahlian masing-masing. Mereka juga memakai percakapan yang santun. Salah satu tamunya Si Maguang, dengan bergurau bertanya kepada Su Dongpo,”Teh yang terbaik adalah putih sedangkan tinta yang terbaik adalah hitam. Teh yang terbaik terasa berat sedangkan tinta yang terbaik terasa ringan.
Teh seharusnya berbau segar sedangkan tinta semakin tua semakin baik. Mengapa anda mencintai kedua hal yang sama sekali berbeda ?” Su Dongpo menjawab pertanyaan itu tanpa ragu-ragu. Dia meletakkan pena kuasnya, lalu menyeruput tehnya dan menjawab,”Teh dan tinta yang terbaik keduanya memiliki wewangian, dan itu adalah sifatnya, keduanya adalah kokoh dan itu adalah karakternya. Seperti layaknya orang memiliki warna kulit yang berbeda, dari warna gelap sampai ke warna pucat, ada yang tampan ada yang jelek, tetapi sifat dan tingkah laku mereka adalah sama.”
Su Dongpo juga adalah seorang kultivator Zen dan menentang pembuatan pil-pil kimia untuk memperoleh kehidupan kekal. Meskipun dia cerdik dan humoris, sebagai seorang kultivator beliau sangat serius dan disiplin. Dia pernah berkata,” Tidak ada seorang pun yang memperoleh pencerahan yang tidak disiplin.” Banyak sekali cerita yang menarik tentang dia dan teman baiknya Master Zen Foyin. Berikut ini salah satu yang terkenal.
Suatu hari, Su Dongpo memperoleh inspirasi dan menulis sajak ini :
Aku menundukkan kepala kepada surga didalam surga
Seberkas cahaya menerangi alam raya
Delapan angin tidak dapat menggerakkanku
Masih tetap duduk diatas lotus nila emas
“Delapan angin” didalam puisi itu menunjuk kepada pujian, ejekan, kehormatan, nama buruk, perolehan, kehilangan, kesenangan dan penderitaan merupakan kekuatan kepentingan pribadi terhadap dunia materi yang mengendalikan dan mempengaruhi hati manusia. Su Dongpo mengatakan bahwa beliau telah memperoleh pencerahan, dimana kekuatan ini tidak bisa lagi mempengaruhinya.
Terkesan akan dirinya sendiri, Su Dongpo mengirimkan seorang pelayan untuk membawa puisi ini kepada Foyin. Dia merasa pasti kalau temannya akan terkesan. Saat Foyin membaca puisi itu, Master Zen itu menulis “kentut” diatas puisinya dan dikirim kembali kepada Su Dongpo. Su Dongpo sangat terkejut ketika membaca apa yang ditulis Master Zen itu. Dia merasa sangat jengkel, ”Bagaimana mungkin dia menghinaku seperti ini ? Ada apa dengan biksu tua jelek itu! Dia harus menjelaskannya padaku !” Dengan penuh kejengkelan, Su Dongpo menyewa sebuah kapal untuk mengantarkannya keseberang secepat mungkin. Sesampainya disana, dia lalu melompat dan menerobos masuk kedalam kuil. Dia ingin bertemu Foyin dan menuntut permintaan maafnya. Dia menemukan pintu Foyin tertutup. Dipintu tertempel secarik kertas yang bertuliskan dua baris kalimat :
Delapan angin tidak dapat menggerakkanku
Satu kentutan meniupku sampai keseberang sungaiSu Dongpo langsung tertegun melihatnya. Foyin telah mengantisipasi kedatangan si kepala panas ini. Kemarahan Su Dongpo seketika lenyap dan dia mengerti maksud dari temannya. Jika dia benar-benar seorang spiritual murni, sepenuhnya tidak akan tergerak oleh delapan angin itu, lalu bagaimana dia dapat dengan mudah terhasut ? Malu tetapi dengan bijak Su Dongpo meninggalkan tempat itu. Kita tidak mengetahui sampai tingkat mana Su Dongpo akhirnya menyelesaikan kultivasinya. Akan tetapi kita dapat membayangkan bahwa diakhir episode itu, dia telah memperoleh kemajuan dalam kultivasinya dan memperbaiki xinxing-nya (watak, kualitas moral).
Su Dongpo telah menyumbangkan banyak hal. Kehidupannya kaya dan penuh warna. Disalah satu sisi dia sangat kharismatik, terus terang dan berpandangan luas. Selain itu, dia juga menginginkan menjadi polos dan terus terang seperti seorang anak kecil. Lebih dari seribu tahun, warisan dari keahliannya tetap hidup dan mengagumkan orang dari abad ke abad seperti Puisi Su, Esai Su, Kaligrafi Su, Lirik Su, Lukisan Su juga sama terkenalnya dengan resep masakan Ikan Dongpo dan Babi Dongpo.

Kamis, 25 Juni 2009

Cerpen Reparasi


Cerita pendek Reparasi

Di sebuah jalan raya yang ramai, banyak orang lalu lalang. Hari ini Dede datang ke tengah kota bersama ibunya, mereka berdua terpesona dengan suasana keramaian jalan tersebut. Di tempat yang ramai ini, para pedagang sibuk melayani pelanggan mereka masing masing. Di antara suasana jalan yang sangat sibuk itu, tampak seorang paman sedang asyik memperbaiki barang barang elektronik di sampingnya. Dede dengan antusias mendekati paman itu, tak lama kemudian Dede bertanya, ”Paman, bolehkah saya mengetahui apa yang sedang paman lakukan?”



Sang paman itu melihat sebentar kearah Dede dan berkata sambil tersenyum melihat wajah Dede yang sangat penasaran itu, ”Oh, paman sedang memperbaiki barang-barang elektronik ini”. Si Dede kembali bertanya, ”Ada apa dengan barang-barang elektronik ini? Mengapa harus paman perbaiki?”



Lalu paman itu menghentikan pekerjaannya dan sambil tersenyum ramah menjelaskan, ”Barang-barang elektronik ini adalah milik pelanggan yang ingin diperbaiki. Mereka ingin memberikan kesempatan sekali lagi kepada barang-barang elektronik ini untuk menjalankan tugasnya. Namun jika barang-barang ini dipergunakan agak lama, akan ada sebagian onderdilnya yang sudah aus dan rusak sehingga harus diperbaiki atau diganti dengan yang baru. Nah kalau sudah diperbaiki begini, mungkin akan dapat berfungsi seperti sedia kala tanpa harus membuangnya.”



Dede setelah mendengar perkataan sang paman, dia lalu berpikir sejenak kemudian menolehkan kepala kepada ibunya yang berdiri di samping Dede dan bertanya, ”Mama…apakah manusia juga perlu direparasi?” Ibunya tersenyum bijak dan membelai kepala Dede, ” Kalau seseorang terlalu banyak berbuat hal yang buruk dan memiliki konsep pikiran yang tidak betul, maka dia juga perlu direparasi, akan tetapi kalau mau memperbaiki perilaku dan konsep pikiran kita, itu namanya bukan reparasi (xiu li) tapi disebut kultivasi (xiu lian).” Si Dede pun menganggukkan kepala tanda mengerti. Ada sebuah syair bijak berbunyi:



Tujuan kultivasi adalah,

Kembali ke jati diri yang asli

Kembali ke asal diri sendiri,

Kepada karakter alam semesta yang paling murni,

Kembali ke sifat dasar manusia Sejati Baik Sabar.

Cerpen Dalam Cobaan Iblis


Cerita Dalam cobaan Iblis

Zaman dulu kala, hiduplah seorang yang baik hati yang sangat kaya raya dan punya banyak budak untuk melayaninya. Para budak itu sangat membanggakan tuannya sambil berkata,” Tidak ada tuan yang lebih baik daripada tuan kita di dunia ini. Dia memberi makan kita dengan baik, memberi kita pakaian yang bagus, pekerjaan yang sesuai kemampuan kita. Dia tidak pernah memarahi kita atau bertindak kasar pada kita. Dia tidak seperti majikan-majikan lain, yang memperlakukan budak-budaknya dengan buruk, menghukum mereka tanpa mau tahu siapa yang salah dan tidak pernah bersikap ramah. Kita sudah hidup sangat baik, tidak ada yang sebaik ini.”

Mendengar hal itu, iblis ingin mengacau hubungan yang harmonis antara mereka. Lalu iblis menculik salah seorang budak bernama Aleb. Dia memerintahkan Aleb untuk menggoda budak-budak lain dengan rayuannya. Suatu hari, saat mereka sedang duduk istirahat dan membicarakan kebaikan tuan mereka, Aleb tiba-tiba berkata, :

“Sungguh bodoh kalian ini. Bahkan iblis juga akan baik pada kita, bila kita melakukan apa yang dimintanya. Selama ini kita khan melakukan apa yang diminta majikan kita dengan baik. Coba sekali-kali kita lakukan dengan buruk, lihat bagaimana sikapnya pada kita.”

Budak lain tidak setuju dengan apa yang Aleb katakan dan kemudian menantang Aleb taruhan untuk membuat tuannya marah. Aleb menerimanya. Syaratnya: bila ia gagal, ia akan kehilangan hari libur, namun bila dia sukses, budak lain akan memberikan jatah liburnya. Budak-budak lain bahkan berjanji untuk mendukung Aleb, dan melepaskannya bila ia dirantai atau dihukum kurung oleh tuannya. Setuju dengan taruhan itu, Aleb siap membuat tuannya marah besok.

Abel adalah gembala domba, yang bertanggungjawab mengurus domba ras yang terbaik dan bernilai tinggi yang sangat dibanggakan tuannya. Keesokan paginya, saat tuannya mengantarkan beberapa tamu melihat domba ras tersebut, Aleb mengerdipkan mata ke teman-temannya seolah-olah berkata, “Lihat, saya akan membuatnya marah.”

Budak-budak lain berkumpul di dekat pagar untuk menonton, sementara iblis memanjat pohon di dekat kandang untuk menyaksikan Abel beraksi. Tuannya mendekat ke kandang bersama tamu-tamunya, mempertunjukkan domba-dombanya sambil berkata, “Semua domba di peternakan ini bagus kualitasnya. Saya juga punya satu yang istimewa, domba dengan tanduk bergelung sempurna, yang sangat langka, itu….yang sedang berdiri di paling depan.”

Tiba-tiba Aleb dengan sengaja mengagetkan kumpulan domba itu sehingga mereka saling terpencar, membuat para tamu sulit menemukan mana yang dimaksud domba langka berharga tersebut. Tuannya juga mulai pusing melihat domba-domba itu panik dan berputar-putar.

Ia lalu berkata kepada Aleb, “Aleb, tolong tangkapkan domba terbaik kita, yang mempunyai tanduk tergelung sempurna. Tangkap dia secara hati-hati, dan pegang dia selama beberapa menit.”

Aleb berlari kencang ke kerumunan domba bagaikan seekor singa lapar, menangkap domba berharga itu, mematahkan kaki kanannya, membantingnya ke tanah bagaikan ranting patah. Tuan, Para tamu dan budak lain sangat terkejut dengan apa yang dilakukan Aleb. Iblis yang berdiri di atas pohon meloncat loncat kegirangan, dan hal ini terlihat oleh sang majikan. Majikannya mengerutkan dahi, tidak mengucapkan sepatah katapun. Para tamu dan para budak juga terdiam, menunggu sesuatu terjadi. Apakah majikan akan marah? Beberapa lama terdiam, tuan menggeleng gelengkan kepalanya dengan kencang seolah-olah melepaskan sebuah beban berat. Lalu ia mengangkat kepalanya, menarik nafas panjang sambil memandang langit. Kerutan-kerutan di wajahnya perlahan menghilang dan dengan senyuman ia berkata kepada Aleb:

“Oh Aleb, Saya tahu iblis menyuruh kamu untuk membuat saya marah. Namun, Tuhan saya lebih kuat daripada dia. Saya tidak marah kepadamu. Kamu takut saya akan menghukummu, sebaliknya, saya akan membebaskanmu dari menjadi budak. Pergilah kemanapun kamu suka.”

Kemudian tuan ini dengan tamu-tamunya kembali ke rumah, dan iblis di atas pohon, menggertakan giginya, jatuh ke tanah dan lenyap.

Gadis Bangau dari Jepang


Cerpen, Gadis Bangau dari Jepang

Dahulu kala di suatu tempat di Jepang, hidup seorang pemuda bernama Yosaku. Pekerjaannya adalah mencari kayu bakar di gunung dan menjualnya ke kota. Uang hasil penjualan dibelikannya makanan. Terus seperti itu setiap harinya. Hingga pada suatu hari ketika ia berjalan pulang dari kota ia melihat sesuatu yang menggelepar di atas salju.

Setelah di dekatinya ternyata seekor burung bangau yang terjerat diperangkap sedang meronta-ronta. Yosaku segera melepaskan perangkat itu. Bangau itu sangat gembira, ia berputar-putar di atas kepala Yosaku beberapa kali sebelum terbang ke angkasa. Karena cuaca yang sangat dingin, sesampainya dirumah, Yosaku segera menyalakan tungku api dan menyiapkan makan malam. Saat itu terdengar suara ketukan pintu di luar rumah.

Ketika pintu dibuka, tampak seorang gadis yang cantik sedang berdiri di depan pintu. Kepalanya dipenuhi dengan salju. "Masuklah, nona pasti kedinginan, silahkan hangatkan badanmu dekat tungku," ujar Yosaku. "Nona mau pergi kemana sebenarnya ?", Tanya Yosaku. "Aku bermaksud mengunjungi temanku, tetapi karena salju turun dengan lebat, aku jadi tersesat." "Bolehkah aku menginap disini malam ini ?". "Boleh saja Nona, tapi aku ini orang miskin, tak punya kasur dan makanan." ,kata Yosaku. "Tidak apa-apa, aku hanya ingin diperbolehkan menginap". Kemudian gadis itu merapikan kamarnya dan memasak makanan yang enak.

Ketika terbangun keesokan harinya, gadis itu sudah menyiapkan nasi. Yosaku berpikir bahwa gadis itu akan segera pergi, ia merasa kesepian. Salju masih turun dengan lebatnya. "Tinggallah disini sampai salju reda." Setelah lima hari berlalu salju mereda. Gadis itu berkata kepada Yosaku, "Jadikan aku sebagai istrimu, dan biarkan aku tinggal terus di rumah ini." Yosaku merasa bahagia menerima permintaan itu. "Mulai hari ini panggillah aku Otsuru", ujar si gadis. Setelah menjadi Istri Yosaku, Otsuru mengerjakan pekerjaan rumah dengan sungguh-sungguh. Suatu hari, Otsuru meminta suaminya, Yosaku, membelikannya benang karena ia ingin menenun.

Otsuru mulai menenun. Ia berpesan kepada suaminya agar jangan sekali-kali mengintip ke dalam penyekat tempat Otsuru menenun. Setelah tiga hari berturut-turut menenun tanpa makan dan minum, Otsuru keluar. Kain tenunannya sudah selesai. "Ini tenunan ayanishiki. Kalau dibawa ke kota pasti akan terjual dengan harga mahal. Yosaku sangat senang karena kain tenunannya dibeli orang dengan harga yang cukup mahal. Sebelum pulang ia membeli bermacam-macam barang untuk dibawa pulang. "Berkat kamu, aku mendapatkan uang sebanyak ini, terima kasih istriku. Tetapi sebenarnya para saudagar di kota menginginkan kain seperti itu lebih banyak lagi. "Baiklah akan aku buatkan", ujar Otsuru. Kain itu selesai pada hari keempat setelah Otsuru menenun. Tetapi tampak Otsuru tidak sehat, dan tubuhnya menjadi kurus. Otsuru meminta suaminya untuk tidak memintanya menenun lagi.

Di kota, Sang Saudagar minta dibuatkan kain satu lagi untuk Kimono tuan Putri. Jika tidak ada maka Yosaku akan dipenggal lehernya. Hal itu diceritakan Yosaku pada istrinya. "Baiklah akan ku buatkan lagi, tetapi hanya satu helai ya", kata Otsuru.

Karena cemas dengan kondisi istrinya yang makin lemah dan kurus setiap habis menenun, Yosaku berkeinginan melihat ke dalam ruangan tenun. Tetapi ia sangat terkejut ketika yang dilihatnya di dalam ruang menenun, ternyata seekor bangau sedang mencabuti bulunya untuk ditenun menjadi kain. Sehingga badan bangau itu hampir gundul kehabisan bulu. Bangau itu akhirnya sadar dirinya sedang diperhatikan oleh Yosaku, bangau itu pun berubah wujud kembali menjadi Otsuru. "Akhirnya kau melihatnya juga", ujar Otsuru.

"Sebenarnya aku adalah seekor bangau yang dahulu pernah Kau tolong", untuk membalas budi aku berubah wujud menjadi manusia dan melakukan hal ini," ujar Otsuru. "Berarti sudah saatnya aku berpisah denganmu", lanjut Otsuru. "Maafkan aku, kumohon jangan pergi," kata Yosaku. Otsuru akhirnya berubah kembali menjadi seekor bangau. Kemudian ia segera mengepakkan sayapnya terbang keluar dari rumah ke angkasa. Tinggallah Yosaku sendiri yang menyesali perbuatannya.

Rabu, 24 Juni 2009

Rusa Sembilan Warna


Cerita pendek Rusa Sembilan Warna

Pada zaman dahulu kala, di pinggir sungai Heng tinggal seekor Rusa yang lain dari yang lain, bulu ditubuhnya memiliki 9 warna. Pada suatu hari, di atas sungai itu tiba-tiba terdengar suara teriakan “Tolong!tolong!”, ternyata seseorang jatuh ke dalam sungai. Rusa 9 warna mendengar teriakan orang itu, lalu tanpa memikirkan keselamatan sendiri, Rusa itu meloncat ke sungai, berenang ke samping orang itu untuk menolongnya. Rusa 9 warna berkata pada orang itu: “Cepat naik ke atas punggung dan pegang erat tandukku”.
Demikian Rusa 9 warna menyelamatkan orang itu. Orang itu terus berkata pada Rusa 9 warna, “Terimakasih telah menyelamatkan saya, bagaimana saya harus membalas budimu ini?” Rusa 9 warna menggeleng-gelengkan kepala dan dengan lirih berkata, “Saya menolongmu, bukan ingin mendapat imbalan, asalkan kamu tidak menceritakan tentang peristiwa ini kepada orang lain, itu sudah cukup bagiku. Setelah itu, Rusa 9 warna membiarkan orang itu pergi.
Beberapa hari kemudian, Raja megumumkan pemberitahuan kepada seluruh rakyat di negerinya, “Bagi siapa yang dapat membantu raja menangkap Rusa 9 warna, akan diberikan hadiah!”
Setelah kembali ke kota, orang itu mengetahui raja sedang menawarkan hadiah besar bagi orang yang dapat menangkap Rusa 9 warna. Namun, tidak ada seorangpun yang pernah bertemu dengan Rusa 9 warna, apalagi mengetahui dimana keberadaan Rusa 9 warna itu. Dalam benak orang itu berpikir, “Kesempatan saya untuk menjadi kaya akhirnya datang juga.”
Lalu, orang itu datang menemui raja, meminta raja membawa serta prajurit untuk ikut bersama dengannya menangkap Rusa 9 warna itu. Pada saat itu, Rusa 9 warna sedang tidur nyenyak di pinggir sungai, burung kecil yang telah mengetahui hal itu segera memberi kabar, “Celaka, celaka, raja membawa prajuritnya datang menangkapmu, cepat tinggalkan tempat ini!saya tidak akan kabur.” Namun Rusa itu ingin mengatakan sesuatu kepada raja. Rusa 9 warna bertanya, “Baginda, siapakah yang memberitahu anda, saya berada disini?” Raja menunjuk orang itu, dan mengatakan: Dia. Rusa 9 warna menatapi orang itu, dan dengan menitikkan air mata berkata, “Saya tidak mempedulikan segala resiko untuk menyelamatkanmu dari dalam sungai, tetapi, kamu malah membawa orang datang menangkapku.”
Mengetahui keadaan demikian, lantas raja memerintahkan prajuritnya supaya jangan memanah Rusa 9 warna, bahkan mulai hari ini melarang siapapun menangkap Rusa 9 warna. Begitu mendengar raja berkata demikian, saking panik dan gugupnya orang itu mundur ke belakang, sehingga terpeleset dan akhirnya mati tenggelam jatuh ke dalam sungai.
Tanpa peduli dengan segala resiko dan keselamatan diri sendiri, Rusa 9 warna menolong orang, namun, orang yang telah ditolong oleh Rusa 9 warna itu mengingkari janjinya, demi untuk mendapatkan hadiah uang lalu mengkhianati Rusa 9 warna yang telah berbudi terhadap dirinya. Karena dia telah berbuat jahat, akhirnya mendapat balasan mati tenggelam ke dalam sungai
Anak-anak, kalian jangan meniru orang jahat yang tidak bisa dipercaya dan lupa balas budi, ya. Kalian harus meneladani keberanian dan kebaikan Rusa 9 warna, juga paman bibi dan kakak-kakak di sekitar kalian yang menempa diri dalam sejati, baik, sabar, jadilah orang yang lebih baik yang selalu memikirkan orang lain. Anak-anak, jika kalian benar-benar bisa berbuat jujur, baik, toleransi dan menjalin tali kasih persaudaraan, maka guru maupun orang tua kalian pasti akan sangat gembira.

Selasa, 23 Juni 2009

Bunga Kecil Tumbuh Tegar

Cerita pendek, cerpen Bunga kecil tubuh tegar



Di pinggiran hutan tampak sekelompok bunga bermekaran indah sekali, mereka dengan riang memanggil para lebah dan kupu-kupu. “Hai lebah! disini ada bunga yang harum dan penuh madu!”, sahut salah satu bunga. Bunga yang lainnya juga tidak mau kalah, “Hai kupu kupu, cepatlah kemari! bungaku penuh madu yang manis dan lezat”. Bunga pertama tetap tidak mau mengalah, “Itu adalah Lebah bukan kupu kupu!”, dibalas temannya, “Bukan , itu adalah kupu kupu!”. Lebah ! Kupu kupu ! Lebah ! Kupu kupu !, kedua bunga itu berdebat. Bunga bunga yang lain tertawa melihat mereka. Ha ha ha ha ha. Suasananya sangat ceria.
Diam-diam, dibawah sebuah pohon besar, nampak sekuntum bunga kecil menatap dengan iri. Bunga-bunga lainnya mencoba mengajaknya, “Bunga kecil maukah ikut bermain dengan kami?”. Si bunga kecil dengan ketus menjawab, “Saya tidak mau ikut!”. Bunga-bunga lainnya heran,“Mengapa?”. Bunga kecil berkata, “Matahari bersinar terik, saya takut sinarnya akan membakar tubuhku”. “Janganlah takut, lama kelamaan akan terbiasa, matahari akan membuat kita tumbuh kuat dan semakin besar”, rayu bunga-bunga lainnya. Tetapi si bunga kecil tetap bersikeras, “Untuk apa saya menjadi kuat dan besar, bukankah sudah ada pohon besar yang selalu melindungi-ku?!”.
Tak berselang lama, ternyata hujan. Rintik-rintik air hujan membasahi para bunga. “Wah, turun hujan, turun hujan!”,terdengar teriakan bunga-bunga. “Waktu mandi telah tiba lagi!”, sahut bunga A. Mereka dengan riang bersenandung, “La la hu, la la hu, assyiikk sungguh enak dan nyaman!”. Bunga kecil melihat mereka sambil bergerutu, “Kalian semuanya basah kuyup, apanya yang asyik!”. Beberapa saat, sang pelangi pun muncul. “Hai kakak Pelangi apa kabar? ” sapa para bunga. “Kakak pelangi cantik sekali, berwarna warni!” puji bunga A.
“Di mana? Di mana kakak Pelangi?” si bunga kecil karena tertutup oleh pohon besar sehingga tidak bisa melihat pelangi, “ Ah sudahlah, kakak Pelangi pasti tidak akan bisa lebih cantik dariku”. Tiba-tiba bunga B berteriak, “Ssstttt, pelankan sedikit suaramu, ada manusia datang!” Dari kejauhan terlihat dua sosok manusia mendekati mereka, salah seorang membawa kapak besar sambil menunjuk, “Itu pohonnya, apa yang saya katakan tidak salah bukan?”. Temannya melihat, “Iya, betul! Itu pohon yang sangat besar, ayo kita tebang pohon itu”.
Terdengar suara hiruk piruk, “Celaka , celaka mereka mau menebang pohon besar ini!’’ Sang bunga kecil berteriak, “Hentikan , hentikan, pohon ini punyaku!” Melihat manusia terus menerus mengayunkan kapak ke tubuh pohon besar, bunga kecil sambil menangis sambil terus berteriak dan gemetar. Bunga A berkata, “Adik bunga, manusia tidak mengerti bahasa kita”.
Akhirnya pohon besar telah ditebang, dibawah rintik-rintik hujan, sang bunga kecil terkurai lemas. Para bunga merasa iba, “Adik bunga, ayo bangkitlah! jangan engkau merasa tak berdaya”. Bunga kecil hanya bisa merintih, “Tidak bisa, saya sudah tidak berdaya, saya hanya menunggu ajal”. Bunga A berkata, “Jangan berkata demikian, kami semua akan menemanimu”. Langit bertambah gelap, “Lihatlah ada segerombolan awan hitam, kita semua bersiap-siap, hujan lebat akan segera turun!”, bbrrr, hujan lebat turun disertai petir, tapi para bunga telah siap menghadapinya. Bunga kecil dengan suara lemas berkata, “Saya sungguh kagum, hujan dan badai pun kalian tidak takut.”. Bunga A menjawab, “Ini hal biasa, tidak akan mempersulit kami”. Suara bunga kecil makin melemah, “Maaf, saya mungkin tidak bisa setegar kalian, saya harus berpamitan dulu”. Bunga kecillll!
Ketika siuman, bunga kecil masih ditemani oleh teman-temannya. Bunga A berkata, “Bunga kecil, saya mendadak teringat pengalaman yang sama sepertimu” “Benarkah?”, suara bunga kecil masih terdengar lirih. “Iya, waktu itu tubuh kita semua kecil dan kurus, juga tidak tahu bagaimana bentuk hujan badai dan petir”. Bunga B melanjutkan, “Sehingga sewaktu hujan dan badai kami sangat menderita, tetapi kami selalu bersama dan saling memberi semangat”. Para bunga pun mengenang masa lalu, “Setiap kali badai berlalu, kami mengibaskan air hujan dan perlahan lahan meluruskan badan lalu menyapa paman matahari”. Dan Paman matahari berkata, “Bunga bunga yang tegar, kalian tampak semakin tinggi aja, ha ha ha ha…” “Segala rintangan malah membuat diri kami semakin tumbuh kuat dan sehat. Bunga kecil, kamu juga bisa seperti kami, bukankah pohon besar itu pun selalu menyemangatimu”, bunga A menyelesaikan ceritanya.
Bunga kecil terdiam, teringat akan ucapan sahabatnya si pohon besar, “Kamu harus berani dan tegar, jangan lupa bahwa pohon yang besar itupun berasal dari pohon kecil”. Pelan-pelan, bunga kecil berusaha bangun kembali,“Baiklah, saya sekarang akan bangkit dan menjadi tegar”.
Pagi yang cerah, para lebah dan kupu-kupu sedang bekerja. Para bunga pun berteriak, “Hai lebah! Disini ada bunga yang harum dan penuh madu!” Bunga yang lainnya juga tidak mau kalah, “Hai kupu kupu, cepatlah kemari! Bungaku penuh madu yang manis dan lezat”. “Itu adalah lebah bukan kupu kupu!”, dibalas temannya, “Bukan, itu adalah kupu kupu!” Si Bunga kecil ikut berteriak. Bunga kecil telah tumbuh besar dan kuat. Lebah ! Kupu kupu ! Lebah ! Kupu kupu !, Ha ha ha… Mereka semua tertawa bersama dibawah sinar hangat paman matahari.
Segala rintangan dan kesulitan yang adik-adik hadapi, akan mengembleng kalian semakin dewasa, kuat dan tabah. Yang penting jangan cepat menyerah. Ayo!!

Cerita Jaka Gembala dan Putri Tenun

Cerpen, cerita pendek, cerita jaka gembala dan putri tenun



Jaka Gembala dan Putri Tenun

Putri Tenun tinggal di ujung timur bimasakti, ia adalah putri bungsu kekaisaran langit, karena sangat mahir menenun, jadi semua orang memanggilnya “Putri Tenun”.
Setiap hari dengan tekun dan sibuk Putri Tenun selalu menenun kain. Pagi hari, ia menenun bumi dengan berlaksa-laksa berkas sinar mentari; siang hari, ia menenun langit cerah tanpa awan yang berarak; senja hari, ia menenun matahari senja yang berawan kemerah-merahan; malam hari, ia sibuk menghiasi langit bertabur bintang yang berkelap-kelip di atas kain.
Ia bekerja dengan susah payah setiap hari, namun ia sangat kesepian, karena itu selalu berkeluh-kesah, tidak bahagia. Di ujung barat bimasakti ada seorang jejaka yang menggembalakan sapi, pekerjaannya adalah memelihara sapi di langit. Ia memberi makan sekelompok sapi dengan rumput segar dan memandikannya, pekerjaannya setiap hari banyak sekali. Tetapi Jaka Gembala, demikian dia dipanggil adalah seorang pemuda yang jujur dan rajin, ia bekerja dengan tekun setiap hari, sapi-sapi di langit itu dipeliharanya dengan baik sehingga menjadi gemuk dan sehat, Kaisar Langit sangat mengaguminya.
Suatu hari, Kaisar Langit memanggil dan mempertemukan Jaka Gembala dan Putri Tenun.
“Putri Tenun, saya lihat kamu bekerja dengan susah payah setiap hari, tetapi selalu tidak gembira. Usiamu juga sudah tidak kecil lagi, saya bermaksud menjodohkanmu dengan Jaka Gembala, tidak tahu apakah kamu bersedia atau tidak?” demikian tanya Kaisar Langit pada Putri Tenun.
Putri Tenun tahu, bahwa Jaka Gembala adalah seorang pemuda yang jujur dan bertanggung jawab, ia lantas berkata: ”Segalanya diserahkan pada paduka untuk memutuskan.” Seusai berkata, dengan malu-malu ia menundukkan kepalanya. Mengetahui hal ini, Kaisar Langit sangat gembira, lantas berkata: “Jaka Gembala, saya paling menyayangi putri bungsu ini, dapat dikatakan ia pandai dalam berbagai hal. Dan saya lihat, kamu juga seorang pemuda yang berprestasi, sekarang saya akan menjodohkan sang putri denganmu, apakah kamu bersedia?”
Jaka Gembala memandang putri tenun, dan menilai ia adalah seorang gadis yang manis dan lembut, lalu dengan gembira menyetujuinya.
Sejak itu, Jaka Gembala dan Putri Tenun hidup bahagia dan saling mencintai. Mereka sering saling bergandeng tangan, berjalan-jalan di langit, menikmati pemandangan. Hidup bersama dengan Jaka Gembala, Putri Tenun selalu merasakan sesuatu yang baru dan menarik, sebab dulu ia tidak pernah ke luar rumah dan berjalan-jalan. Ia sibuk bekerja setiap hari, sama sekali tidak mungkin ada kesempatan untuk istirahat.
Begitu juga dengan Jaka Gembala, dulu karena harus menggembalakan sapi, jadi setiap kali hanya bisa berada di padang rumput, kini ada Putri Tenun yang menemani, bermain bersama dan berkeliling ke mana saja, benar-benar bahagia sekali.
Namun mereka berdua lupa akan pekerjaannya masing-masing. Putri Tenun lupa menenun, akibatnya terlihat sehamparan kosong di langit, tidak ada lagi warna langit yang indah; sedangkan Jaka Gembala lupa menggembalakan sapinya, akibatnya sapi di langit berkeliaran tidak menentu, sehingga membuat kerajaan langit menjadi kacau berantakan. Dengan marah, Kaisar Langit berkata pada mereka: “Kalian berdua benar-benar membuat saya sangat kecewa, sepanjang hari kerjanya main dan main saja, sehingga mengabaikan pekerjaan masing-masing, saya memutuskan akan menghukum kalian. Mulai hari ini, kalian kembali ke tempat kerja masing-masing. Dan baru boleh bertemu tiap tanggal 7 Juli setiap tahun, terkecuali hari yang disebutkan ini, tidak boleh bertemu. Jika kalian melanggar perintah, maka kalian akan dihukum mati.”
Sejak itu, Jaka Gembala dan Putri Tenun terpaksa bekerja sambil dengan sabar menanggung derita kerinduan hanya mengharapkan datangnya 7 Juli itu. Dan karena sangat menaruh simpati dengan derita yang dialami Jaka Gembala dan Putri Tenun, lalu tepat pada 7 Juli, si murai membuat sebuah jembatan untuk mereka agar supaya bisa bertemu di atas jembatan untuk saling mengutarakan derita kerinduan mereka.

Saat mata singa berubah menjadi merah

Cerita pendek, cerpen, cerita saat mata singa berubah menjadi merah



Saat Mata Singa Berubah Menjadi Merah

Untuk waktu yang lama, orang-orang Tionghoa percaya dengan Dewa-Dewa dan menghormati Buddha-Buddha. Seperti cerita-cerita budi pekerti lainnya, cerita ini juga terjadi di masa lampau. Dikisahkan Bodhisattva Dizang turun ke dunia manusia, akan tetapi dia menemukan bahwa manusia sudah tidak percaya lagi dengan para Dewa dan Buddha.
Dengan belas kasih-Nya yang maha besar, dia memutuskan untuk mencari dan menyelamatkan orang-orang terakhir yang masih mempercayai Mereka. Bodhisattva Dizang menjelma diri-Nya menjadi seorang pengemis, berkeliling meminta makan dari satu rumah ke rumah lain di dusun itu. Tidak ada satu orang pun yang memberikan makanan pada-Nya dan juga tidak ada satu rumah pun mempunyai altar untuk sembahyang. Sewaktu sampai ke ujung desa, Dia melihat seorang perempuan tua sedang membakar hio di depan patung Buddha.
Dia pergi kesana dan mengemis makanan. Dengan malu-malu perempuan tua itu berkata, “Saya hanya sisa satu mangkuk nasi. Kamu boleh ambil setengahnya, karena saya harus menyimpan separuhnya lagi untuk dipersembahkan pada Buddha.”
Melihat kebaikan dan ketulusan hatinya kepada Buddha, Bodhisattva Dizang mengungkapkan padanya apa yang akan terjadi. Dia menunjuk pada sepasang patung singa di ujung desa dan berkata, “Ketika mata singa-singa itu berubah menjadi merah, itu meramalkan banjir besar akan segera datang. Kamu harus secepatnya lari ke atas puncak bukit. Saya dapat menjamin kamu akan selamat.” Setelah itu, Bodhisattva yang menjelma menjadi pengemis itupun pergi.
Perempuan tua yang baik hati itupun segera memberitahukan kata-kata pengemis itu kepada seluruh penghuni desa. Akan tetapi tidak seorangpun yang mempercayainya. Sebaliknya mereka malah mengejeknya. Mereka mengatakan bahwa dia sudah gila dan percaya takhayul: Bagaimana mungkin mata sepasang patung singa batu itu bisa berubah menjadi merah? Perempuan tua itu terus memohon pada penghuni-penghuni desa untuk mempercayainya, tapi mereka tetap tidak mau.
Perempuan tua itu terus mengingat ramalan pengemis itu dan dia setiap hari memeriksa mata sepasang patung singa. Suatu hari, beberapa penghuni desa yang nakal memutuskan untuk mempermainkannya, “Ayo, kita permainkan perempuan tua itu; ayo kita cat mata patung singa menjadi merah.”
Begitu melihat ternyata mata sepasang patung singa benar berubah menjadi merah, perempuan tua itu menjadi panik. Dia langsung lari ke desa dan berteriak memberitahukan mereka, “Cepat lari! Banjir besar akan segera datang!” Tapi tidak seorangpun yang mendengarkannya. Mereka terus menertawakannya sampai sakit perut.
Karena tidak bisa meyakinkan seorangpun, akhirnya perempuan tua itu seorang diri berlari ke atas puncak bukit. Begitu dia mencapai puncak, ketika dia melihat kembali, ternyata banjir besar benar-benar terjadi, terlihat seluruh desa sudah tenggelam ke dalam air.
Dia menangis dengan kesedihan yang amat sangat.

Jumat, 19 Juni 2009

Anak Kambing dan Srigala



cerita dongeng, cerita anak - anak, cerita budi pekerti


Seekor anak kambing yang sangat lincah telah ditinggalkan oleh penggembalanya di atas atap jerami kandang untuk menghindari anak kambing itu dari bahaya. Anak kambing itu mencari rumput di pinggir atap, dan saat itu dia melihat seekor serigala dan memandang serigala itu dengan raut muka yang penuh dengan ejekan dan dengan perasaan yang penuh kemenangan, dia mulai mengejek serigala tersebut, walaupun pada saat itu dia tidak ingin mengejek sang Serigala, tetapi karena dia merasa serigala tersebut tidak akan dapat naik ke atas atap dan menangkapnya, timbullah keberaniannya untuk mengejek.

Serigala itupun menatap anak kambing itu dari bawah, "Saya mendengarmu," kata sang Serigala, "dan saya tidak mendendam pada apa yang kamu katakan atau kamu lakukan ketika kamu diatas sana, karena itu adalah atap yang berbicara dan bukan kamu."

Jangan kamu berkata sesuatu yang tidak kamu ingin katakan terus menerus

Kamis, 18 Juni 2009

Malin Kundang

Pada suatu hari, hiduplah sebuah keluarga di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga itu mempunyai seorang anak yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keluarga mereka sangat memprihatinkan, maka ayah malin memutuskan untuk pergi ke negeri seberang.

Besar harapan malin dan ibunya, suatu hari nanti ayahnya pulang dengan membawa uang banyak yang nantinya dapat untuk membeli keperluan sehari-hari. Setelah berbulan-bulan lamanya ternyata ayah malin tidak kunjung datang, dan akhirnya pupuslah harapan Malin Kundang dan ibunya.

Setelah Malin Kundang beranjak dewasa, ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Akhirnya Malin Kundang ikut berlayar bersama dengan seorang nahkoda kapal dagang di kampung halamannya yang sudah sukses.

Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Malin belajar dengan tekun tentang perkapalan pada teman-temannya yang lebih berpengalaman, dan akhirnya dia sangat mahir dalam hal perkapalan.

Banyak pulau sudah dikunjunginya, sampai dengan suatu hari di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.

Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.

Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.

Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.

Rabu, 17 Juni 2009

Membunuh dengan Pedang Pinjaman


Selama periode Musim Semi dan Musim Gugur, terdapat 3 jenderal gagah berani di negeri Ci bernama Gong Sunjie, Tian Kaijiang dan Gu Zhizi.

Suatu hari, perdana menteri Yan Ying berjalan melewati tiga jenderal ini. Protokol istana meminta mereka membungkuk dan bersujud pada Yan Ying sebagai tanda hormat. Namun, ketiganya hanya duduk tanpa memperdulikan kehadiran Yan Ying. Yan Ying tidak berkata apapun. Tapi kemudian dia memberitahukan raja Ci dan menasehati.

“Ketiga jenderal ini telah menjadi sangat sombong karena mereka telah memenangkan banyak pertempuran. Hari ini mereka menunjukkan ketidak-patuhan pada saya. Tapi mana tau suatu saat, mereka akan menunjukkan ketidak-patuhan pada Paduka yang mulia. Saya pikir mereka harus disingkirkan secepatnya untuk menghindari masalah di kemudian hari”.

Kaisar Ci, Jing Gong sangat respek pada Yan Ying, jadi sangat menyetujuinya, lalu Kaisar bertanya, “Tetapi bagaimana caranya? Tak seorangpun mampu menandingi mereka. Siapapun tidak cukup tangguh untuk membunuh mereka”. Yan Ying menjawab, “Hamba telah memikirkan cara menghadapi mereka.”

Lalu dia memberitahu Kaisar Jing Gong tentang rencananya membunuh 3 jenderal itu dengan dua buah persik. Dua buah persik akan dihadiahkan kepada 2 orang yang paling berhak menerimanya”.

Ketiga jenderal pun berdebat sengit pada mulanya. Gong Sunjie yang pertama berkata, “Saya dapat menangkap sapi liar dan harimau hidup-hidup dengan tangan kosong. Jadi saya yang paling berhak mendapatkan hadiah ini.” Lantas dia mengambil satu buah persik.

Kemudian Tian Kaijiang berkata, “Saya dapat menaklukkan seluruh pasukan hanya dengan tombak saya.” Lantas dia juga mengambil sisa buah persik yang satunya.

Wajah Gu Zhizi berubah merah padam, dengan marah ia berkata, “Apakah saya lebih tidak layak dari pada kalian berdua?” Dia pun menarik pedangnya dan menantang kedua jenderal lainnya untuk berkelahi.

Tak disangka-sangka, mereka berdua meletakan kembali buah persik ke meja dan berkata, “Kehormatan lebih penting daripada berkelahi memperebutkan hadiah. Kami sungguh malu pada diri kami sendiri.”

Setelah berkata, Gong Sunjie dan Tian Kaijiang menggorok leher mereka sendiri dan meninggal. Melihat kejadian ini, Gu Zhizi juga membunuh dirinya dengan jalan yang sama. Beginilah, Yan Ying mampu melenyapkan 3 orang yang berpontesial mengancam negeri Ci tanpa harus mengangkat jari sekalipun.

Selasa, 16 Juni 2009

Buku Ajaib


Dahulu kala, ada sebuah desa yang bernama “Desa bodoh”, kenapa desa ini dinamakan desa bodoh? Karena penduduk yang tinggal didesa ini sangat bodoh, karena terlalu bodoh untuk menghitung 1 + 1 = 2 saja mereka tidak bisa. Mereka selalu menjadi bahan tertawaan penduduk desa lain, sehingga penduduk desa bodoh menjadi minder tidak berani keluar dari desa mereka untuk bertemu dengan orang lain.


Tetapi di desa bodoh ini terdapat seorang yang sangat pintar bernama cendekiawan, dia bisa menjawab semua pertanyaan penduduk desa bodoh ini. Penduduk desa sangat menghargai cendekiawan, setiap ada masalah yang berhubungan dengan dunia luar penduduk desa selalu meminta pendapatnya. Tetapi dia sangat sombong dan sangat malas. Dia selalu memerintah penduduk desa bodoh mengerjakan pekerjaannya, makanan dan minumannya juga disediakan oleh penduduk desa bodoh ini. Tetapi penduduk desa bodoh ini sangat baik, mereka tidak menganggap cendekiawan memperalat mereka, mereka selalu berpikir “sungguh bahagia! Dapat membantu orang lain!”


Kenapa cendekiawan di desa bodoh ini bisa sangat pintar? Semua ini ada sebabnya, rupanya cendekiawan adalah seorang utusan dari penduduk “Desa Pintar” untuk mencari buku ajaib. Karena mereka mendapat kabar bahwa di desa bodoh terdapat sebuah buku ajaib. Didalam buku ini berisi sangat banyak pengetahuan, setiap orang yang membaca buku ini akan mendapat kepintaran yang tak terduga. Buku tersebut adalah peninggalan dewa pelindung desa bodoh untuk penduduk desa bodoh. Tetapi penduduk desa sangat bodoh sehingga mereka tidak mengetahui peninggalan ini. Sebuah buku yang begitu ajaib dibiarkan disana sungguh mubazir! Seharusnya buku ini diberikan kepada penduduk desa pintar. Dengan demikian dapat membuat buku ajaibnya menjadi lebih berharga! Sehingga mereka mengutus cendekiawan untuk datang ke desa bodoh mencari buku ajaib ini supaya dapat dibawa pulang ke desa pintar.


Tidak berapa lama setelah cendekiawan datang ke desa bodoh dia sudah mengetahui bagaimana mendapatkan buku ajaib tersebut. Rupanya cara menemukan buku ajaib ini sangat gampang yaitu pergi ke tepi danau dekat pengunungan, menghadap ke danau dan berteriak “Buku ajaib! Buku ajaib! Cepat keluar!” maka buku ajaib akan muncul kepermukaan danau. Dengan mencuri-curi setiap malam Cendekiawan datang ke tepi danau membaca buku ajaib ini. Sudah pasti dia tidak bermaksud membawa pulang buku ajaib ini ke desa pintar. Jika setiap orang didesa pintar sudah membaca buku ajaib ini, maka dia bukan merupakan seorang yang paling pintar lagi demikianlah dia berpikir. Sehingga dia membohongi orang didesa pintar bahwa dia tidak dapat menemukan buku ajaib. Sedangkan dirinya sendiri tinggal didesa bodoh tidak bermaksud pulang kembali ke desa pintar lagi.


Pada suatu malam, cendekiawan dengan mencuri-curi berjalan pergi ke tepi danau. Bersamaan, tetangganya Si Tolol keluar dari rumah hendak ke belakang, dia melihat cendekiawan malam-malam sendirian berjalan ke tepi danau, dan Si Tolol sangat khawatir dan berkata kepada dirinya sendiri, “Sudah tengah malam cendekiawan hendak pergi kemana? Bagaimana jika digigit ular? Tidak boleh kubiarkan cendekiawan sendiri berjalan ke tepi danau, sangat berbahaya. Saya akan mengikutinya.”


Si Tolol mengikuti dia terus sampai ditepi danau dekat pengunungan, dia tidak berani terlalu dekat dengan cendekiawan karena dia takut akan membuat cendekiawan terkejut. Sehingga dia hanya dibelakang cendekiawan mengikutinya dan dia bermaksud melindungi cendekiawan jika terjadi sesuatu. Setelah sampai di tepi danau dia mendengar cendekiawan berkata “Buku ajaib! Buku ajaib! Keluarlah!” diatas danau muncullah sebuah benda. Si Tolol berpikir cendekiawan tentu kelaparan, saya sendiri juga kelaparan sebentar lagi saya juga pergi meminta makanan. Rupanya Si Tolol sama sekali tidak mengerti apa itu buku ajaib. Dia berpikir didalam buku ajaib berisi makanan lezat. Cendekiawan sangat lama masih belum meninggalkan tempat ini, sehingga Si Tolol menunggu-nunggu sampai ketiduran.


Begitu Si Tolol terbangun, dia melihat cendekiawan telah meninggalkan tempat itu. Dan dia berkata, “sekarang giliran saya yang makan!” dan dia sambil berlutut ditepi danau dia berteriak “Buku ajaib! Buku ajaib! Keluarlah!” akhirnya muncullah sebuah benda yang berat dari dasar danau. Begitu Si Tolol membukanya dia melihat sebuah buku yang bersinar–sinar muncul dihadapannya. Si Tolol yang sama sekali tidak pernah berlajar membaca dapat membaca setiap huruf di buku ajaib ini. Setiap huruf dari buku ajaib ini langsung masuk kedalam otaknya, Si Tolol merasa sangat bahagia. Dia terus menerus membuka setiap lembar buku ajaib, dengan tiba-tiba dia merasa dia menjadi sangat pintar dan mengerti semua makna yang terdapat dibuku ajaib ini. Pikirannya menjadi jernih dan bersemangat, dia merasa buku ini sangat bagus dan ajaib, dia berpikir, “saya harus memberitahukan seluruh penduduk desa.” Begitu dia selesai membaca buku ini hari telah terang, dia lari pulang kedesa dan memberitahukan kepada seluruh penduduk desa untuk datang ke tepi danau membaca buku ajaib ini.


Cendekiawan sedang tidur mendengar suara ribut-ribut diluar, dalam hatinya dia memaki, “benar-benar sekumpulan manusia tolol berbuat hal yang tolol” lalu dia tidur kembali tanpa memperdulikan mereka.


Seluruh penduduk desa bodoh berkumpul ditepi danau, lalu Si Tolol berkata,“buku ajaib! Buku ajaib! Keluarlah!” didepan semua orang buku ajaib muncul. Begitu Si Tolol membuka buku tersebut secara ajaib huruf dibuku tersebut berubah menjadi besar sehingga seluruh penduduk dapat membaca dengan jelas, sambil membaca air mata mereka terus mengalir mereka berkata “rupanya begitu banyak hal yang kami tidak tahu ! rupanya buku ini mempunyai sebuah keajaiban yaitu orang yang hatinya tulus dan baik dapat mengetahui lebih banyak isi buku tersebut, sehingga setiap orang yang membaca buku ini mempunyai pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan kebaikan hatinya, makin baik hatinya dia akan mengetahui lebih banyak makna yang terkandung dalam buku tersebut, orang yang seperti cendekiawan yang egois hanya mengerti sedikit permukaan tanpa memahami makna sebenarnya yang terkandung dalam isi buku, hanya bisa menjadi sedikit lebih “pintar”, tanpa mendapatkan “kecerdasan” yang sebenarnya.


Penduduk desa kembali ke desa dengan hati yang puas, mereka tidak tamak, dan berjanji mereka bersama-sama setiap pagi akan datang ke tepi danau membaca buku ajaib. Lama kelamaan cendekiawan menyadari bahwa penduduk desa makin lama makin pintar, itu yang paling ditakutinya. Karena jika mereka semua berubah menjadi pintar dia sendiri sudah tidak berharga lagi di desa ini. Dengan hati geram dia lalu bertanya kepada Si Tolol, “kenapa penduduk desa sekarang tidak sama lagi?” rupanya selama ini dia tidak pernah bertanya suatu pertanyaanpun kepada orang lain, Si Tolol menjawab, “ini semua adalah berkat jasa kamu, sehingga penduduk desa menjadi pintar.” Lalu Si Tolol menceritakan asal mula penduduk desa menemukan buku ajaib, mendengar cerita Si Tolol muka cendekiawan langsung berubah menjadi pucat dalam hatinya berpikir, “kenapa bisa begitu? Kenapa bisa begitu?” Dia semakin menyadari sekarang penduduk desa sekarang sudah tidak memerlukan dia lagi, mereka dapat sendiri untuk berkomunikasi dengan penduduk desa lain.


Sudah pasti, cendekiawan tidak dapat menerima hal yang demikian, oleh karena itu timbul niat jahatnya. Pada malam hari dengam mencuri-curi dia pergi ketepi danau, setelah buku ajaib muncul dia memasukan buku ajaib didalam sebuah kalung, lalu dengan tergesa-gesa keluar dari desa bodoh. Begitu keluar dari desa bodoh dia berpikir, “sekarang penduduk desa bodoh sudah tidak memerlukan saya lagi, saya akan kembali ke desa pintar membawa buku ajaib supaya mereka bangga dengan saya.”


Setelah sampai di desa pintar, seluruh penduduk desa berebut untuk melihat buku ajaib, setelah keadaan agak tenang, cendekiawan lalu membuka buku ajaib. Tetapi begitu buku ajaib terbuka didalamnya kosong tidak ada huruf sama sekali, rupanya begitu buku ajaib keluar dari desa bodoh dia akan menjadi tidak berguna lagi. Seluruh penduduk desa pintar merasa dibohongi lalu mengusir cendekiawan dari desa pintar.


Cendekiawan dengan lesu memeluk buku ajaib dalam hati berkata, “buku ini sudah tidak berguna lagi bagi saya, sebaiknya saya kembalikan kepada penduduk desa bodoh!” Pada dasarnya cendekiawan mempunyai sebuah hati yang baik, tetapi karena pendidikan dan masa pertumbuhannya didesa pintar yang penduduknya bersifat egois dan licik sehingga merubah sifat dasarnya menjadi jelek. Sekarang dia rindu kepada penduduk desa bodoh yang baik hati, apakah mereka akan memaafkannya?


Begitu dia sampai di desa bodoh, penduduk desa dengan gembira menyambutnya, rupanya mereka sibuk mencari dia. Lalu cendekiawan memberitahukan kepada mereka dia telah mencuri buku ajaib, tetapi penduduk desa memaafkannya, mereka berkata cendekiawan dapat dengan selamat kembali ke desa, mereka sudah merasa gembira. Melihat kebaikan penduduk desa bodoh cendekiawan sampai terharu menetes air mata, dalam hati berjanji akan berbuat lebih banyak kebaikan untuk penduduk desa ini.


Setiap hari semua penduduk desa beramai-ramai datang ketepi danau membaca buku ajaib, lama kelamaan seluruh penduduk desa menjadi pintar semua sehingga nama desa bodoh tidak ada lagi dan muncul sebuah desa baru yang bernama “desa cerdas.”

Sebuah Kisah Teladan untuk Hati nan Galau


Dikisahkan seorang Raja memiliki tujuh Putri, ketujuh Putri yang cantik ini adalah kebanggaan Raja, kesayangan beliau.

Semua orang tahu perihal rambut panjang mereka yang hitam berkilauan itu. Dan dikenal hingga seluruh pelosok negeri. Karena itu, Raja menghadiahkan kepada mereka masing-masing seratus jepit rambut yang indah. Karena mereka sangat memperhatikan penampilannya, terutama pada rambut mereka.


Suatu pagi, Putri sulung sang Raja bangun dari tidurnya, dan seperti biasa ia menata rambutnya dengan jepitan rambut. Namun ia mendapati jepitan rambutnya kurang satu, lalu secara diam-diam ia ke kamar Putri kedua Raja, dan mengambil satu jepitan rambut.


Begitu halnya dengan Putri kedua ketika mendapati jepitan rambutnya kurang satu, lalu ia ke kamar Putri ketiga untuk mengambil jepit rambutnya.


Hal yang sama juga dilakukan oleh Putri ketiga, saat ia mendapati jepitan rambutnya kurang satu, lalu dengan diam-diam ia ke kamar Putri keempat.


Putri keempat juga melakukan hal yang sama dengan putri-putri sebelumnya mengambil jepitan rambut saudarinya, Putri kelima.


Demikian juga dengan Putri kelima, ia mengambil jepitan rambut Putri keenam dan Putri keenam terpaksa juga mengambil jepitan rambut Putri ketujuh.


Akibatnya, jepitan rambut Putri ketujuh hanya tersisa 99 buah. Dan dia tak bisa melakukan hal seperti kakaknya.


Keesokannya, pangeran dari negeri tetangga yang tampan dan gagah tiba-tiba berkunjung ke istana, dan katanya kepada sang Raja: “Kemarin, burung Murai (sejenis burung penyanyi) piaraan saya menggondol sebuah jepitan rambut, saya pikir ini pasti kepunyaan para putri, dan ini sepertinya suatu takdir (pertemuan) yang unik, tidak tahu putri mana yang kehilangan jepitan rambut ini?”

Para putri Raja telah mendengar hal ini, dan dalam benak mereka masing-masing hendak berkata : “Punya saya, punya saya.” Hanya Putri ketujuh yang ke luar sambil berkata: “Jepitan rambut saya hilang satu.” Baru saja selesai berkata, rambut panjangnya yang indah jatuh tergerai karena kurang sebuah jepitan rambut. Dan sang Pangeran tak bisa tidak menjadi terkesima melihatnya.


Akhir dari cerita, sudah pasti sang Pangeran dan Putri Raja tersebut hidup bahagia selamanya sejak itu.

Mengapa begitu ada kekurangan, lalu berusaha keras untuk melengkapinya?

Seratus buah jepitan rambut, bak seperti sebuah kehidupan yang utuh sempurna. Namun dengan berkurangnya satu jepitan rambut, keutuhan ini terasa menjadi tidak lengkap.


Namun, justru karena kekurangan itu, kelak akan ada perubahan (baik), kemungkinan yang tak terhingga, bukankah ini sebuah peristiwa yang patut disyukuri!

Lantas bagaimana menghadapi kekurangan dalam perjalanan hidup yang tak terhindarkan?

Menghindar belum tentu dapat mengelakkan. Menghadapi belum tentu menyedihkan,

seorang diri (kesepian) belum tentu tidak bahagia. Mendapatkan belum tentu bisa kekal abadi. Kehilangan belum tentu tidak akan memiliki lagi.


Jangan terburu-buru berkata tiada pilihan lain jangan mengira di dunia ini hanya ada benar dan salah.

Jawaban sejumlah besar peristiwa bukan hanya ada satu. Jadi, selamanya ada jalan keluar bagi kita. Anda bisa mendapatkan alasan untuk sedih, tapi Anda juga bisa mendapatkan alasan untuk gembira.

Orang yang tahu akan ketidak khawatiran mendapatkan kelegaan.

Orang yang tahu melupakan mendapatkan kebebasan.

Orang yang tahu mencurahkan perhatian mendapatkan teman.

Pertumbuhan seseorang diiringi dengan beberapa kehilangan.

Kematangan seseorang disertai dengan sejumlah luka.

Untung saja masih ada harapan ini, Anda akhirnya masih bisa menunggu.

Untung saja antar manusia, jarak menumbuhkan estetis (keindahan).

Untung saja dalam kehidupan, keceriaan lebih banyak dari derita.

Untung saja di dunia ini, masih banyak keindahan.

Untung saja saat Anda matang (dewasa), Anda tidak termasuk orang yang tidak memiliki apa-apa di dunia ini!