Sabtu, 25 Juli 2009

Puisi Cinta

Sayang selasih tidak berbunga
Engganlah kumbang untuk menyapa
Sayang kekasih tidak setia
Badan merana kini jadinya
Di sana sini bunga pun kembang
Senanglah kumbang tinggal memilih
Putuslah sudah kasih dan sayang
Jangan di harap dia kembali

Sungguh malangnya hidupmu bunga
Janganlah layu sebelum kembang
Tentulah diri akan merana
Karena bunga tiada berdaya

Bunga yang malang jaga dirimu
Jangan lah layu sebelum kembang
Pupuklah iman dalam hatimu
Kalau kau layu di buang orang.

Ukir-ukir lah si kayu jati,jadikanlah sebuah jambangan
Pikir-pikir sebelum terjadi,janganlah menyesal kemudian,

Jumat, 24 Juli 2009

Arti dan sejarah Cinta

Arti cinta, Kadang - kadang juga cinta itu ada artinya, biasa juga tidak ada artinya,,, tp kita tdak bisa hidup tanpa cinta rasanya hambar,, seperti makan dgn makan sayur tanpa garam gak enak,,,

Cinta-Arti dan sejarah Cinta

Cerita cinta mau sharing dikit nih dengan teman-teman cerita cinta semua. Saya yakin banyak yang sudah mengetahui arti dari cinta, dan makna dari beberapa huruf yang dirangkai menjadi sebuah kata, yaitu "cinta". Sebelumnya saya sudah pernah menuliskan tentang arti cinta dan makna dari cinta.
Di sana saya menuliskan bahwa arti cinta itu adalah blalaalalla...dan blaalalaa. Dan saya yakin setiap orang mempunyai pendapat lain tentang cinta, bener ga?. Sekarang coba kamu pikirkan dalam hati kamu apa sebenarnya arti dari cinta. Pasti banyak kata-kata yang keluar dari pikiran kamu tadi. Salah satu contohnya "cinta adalah suatu yang tidak bisa dilihat tapi tak bisa dirasakan. Tapi tahukah kamu sejarah cinta itu? (ini bukan lirik lagunya mbah surip loh wkeekekek). Nah kalau yang ini saya yakin banyak yang kurang tahu..

Awal mula cinta ada

Pendapat boleh berbeda-beda loh. Menurut saya, cinta itu ada ketika diciptakannya suatu perbedaan, suatu lawan, suatu yang berlainan tapi saling melengkapi. Ketika itu mata melihat dan hati merasakan. Jauh beberapa ribu atau jutaan tahun yang lalu seorang manusia diciptakan
ke bumi, semua kekayaan, kesenangan, dan kekuatan dimilikinya. Tapi ia tetap merasa sepi dan sunyi. Hingga pemilik alam ini mencipkatan suatu yang beda dari dirinya, suatu yang membuatnya lemah. Itulah seorang yang disebut hawa (Hawa berarti kemauan dan keingingan).

Dua manusia ini saling menghargai walaupun mereka berbeda, saling menyayangi walaupun mereka tak sama. Saya yakin kalian sudah tahu dengan dua manusia ini, ya mereka adalah adam dan hawa. Kenapa saya berani mengatakan bahwa cinta itu berasal dari kisah di atas?, padahal mereka tidak mengerti tentang cinta!. Karena cinta itu tak perlu diartikan dan kita tak perlu mengerti untuk bisa merasakan cinta, dan cinta itu tak perlu dipaksakan karena akan datang dengan sendirinya.

Nah sebagai cucu dari Adam dan Hawa seharusnya kita menjaga tradisi tersebut. Jangan pernah lemah terhadap cinta apalagi memaksakannya. Lebih baik kita menjalankannya dengan penuh keiklasan, dan cinta itu akan berjalan lebih baik dan akan menemukan yang sebenarnya.
Knpa ya Selalu cinta, cinta, cinta dan cinta didunia ini,,, Kita juga gak bisa hidup tanpa cinta.

Kamis, 23 Juli 2009

Cinta, cinta, cinta dan cinta


Alkisah, di suatu pulau kecil tinggallah berbagai benda abstrak ada CINTA, kesedihan, kegembiraan, kekayaan, kecantikan dan sebagainya. Mereka hidup berdampingan dengan baik. Namun suatu ketika, datang badai menghempas pulau kecil itu dan air laut tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan pulau itu.

Semua penghuni pulau cepat-cepat berusaha menyelamatkan diri. CINTA sangat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tidak mempunyai perahu. Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan. Sementara itu air semakin naik membasahi kakinya.

Tak lama CINTA melihat kekayaan sedang mengayuh perahu, “Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!,” teriak CINTA “Aduh! Maaf, CINTA!,” kata kekayaan “Aku tak dapat membawamu serta nanti perahu ini tenggelam. Lagipula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini.” Lalu kekayaan cepat-cepat pergi mengayuh perahunya. CINTA sedih sekali, namun kemudian dilihatnya kegembiraan lewat dengan perahunya. “Kegembiraan! Tolong aku!,” teriak CINTA. Namun kegembiraan terlalu gembira karena ia menemukan perahu sehingga ia tak dapat mendengar teriakan CINTA. Air semakin tinggi membasahi CINTA sampai ke pinggang dan CINTA semakin panik.

Tak lama lewatlah kecantikan “Kecantikan! Bawalah aku bersamamu!,” teriak CINTA “Wah, CINTA kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu pergi. Nanti kau mengotori perahuku yang indah ini,” sahut kecantikan. CINTA sedih sekali mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itulah lewat kesedihan “Oh kesedihan, bawlah aku bersamamu!,” kata CINTA. “Maaf CINTA. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja..,” kata kesedihan sambil terus mengayuh perahunya. CINTA putus asa.

Ia merasakan air makin naik dan akan menenggelamkannya. Pada saat kritis itulah tiba-tiba terdengar suara “CINTA! Mari cepat naik ke perahuku!” CINTA menoleh ke arah suara itu dan cepat-cepat naik ke perahu itu, tepat sebelum air menenggelamkannya. Di pulau terdekat, CINTA turun dan perahu itu langsung pergi lagi. Pada saat itu barulah CINTA sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa yang menolongnya. CINTA segera bertanya pada penduduk pulau itu. “Yang tadi adalah WAKTU,” kata penduduk itu “Tapi, mengapa ia menyelamatkan aku? Aku tidak mengenalinya. Bahkan teman-temanku yang mengenalku pun enggan menolong” tanya CINTA heran “Sebab HANYA WAKTULAH YANG TAHU BERAPA NILAI SESUNGGUHNYA DARI CINTA ITU”

Rabu, 22 Juli 2009

Kisah cinta

Namaku Linda dan aku memiliki sebuah kisah cinta yang memberikanku sebuah pengajaran tentangnya. Ini bukanlah sebuah kisah cinta hebat dan mengagumkan seperti dalam novel-novel romantis, tetapi tetap bagiku ia adalah kisah yang jauh lebih mengagumkan dari semua novela tersebut.
Ini adalah kisah cinta ayahku, Mohammed Huda Alhabsyi dan ibuku, Yasmine Ghauri. Mereka bertemu di sebuah majlis resepsi pernikahan dan kata ayahku dia jatuh cinta pada pandangan pertama ketika ibuku masuk ke dalam ruangan. Saat itu dia tahu, inilah wanita yang akan dikahwininya. Ia menjadi kenyataan dan mereka telah bernikah selama 40 tahun dengan tiga orang anak. Aku anak sulung, telah berkahwin dan memberikan mereka dua orang cucu. Ibu bapaku hidup bahagia dan selama bertahun-tahun telah menjadi ibu bapa yang sangat baik bagi kami, membimbing kami dengan penuh cinta kasih dan kebijaksanaan.
Aku teringat suatu hari ketika aku masih berusia belasan tahun. Beberapa jiran kami mengajak ibuku pergi ke pembukaan pasaraya yang menjual alat-alat keperluan rumah tangga. Mereka mengatakan hari pembukaan adalah waktu terbaik untuk berbelanja barang keperluan kerana barang sangat murah dengan kualiti yang berpatutan.
Tapi ibuku menolaknya kerana ayahku sebentar lagi akan pulang dari kerja. Kata ibuku,”Ibu tak akan pernah meninggalkan ayahmu sendirian”.
Perkara itu yang selalu ditegaskan oleh ibuku kepadaku. Apapun yang terjadi, sebagai seorang wanita, aku wajib bersikap baik terhadap suamiku dan selalu menemaninya dalam keadaan apapun, baik miskin, kaya, sihat mahupun sakit. Seorang wanita harus menjadi teman hidup suaminya. Banyak orang tertawa mendengar hal itu. Menurut mereka, itu hanyalah lafaz janji pernikahan, omongan kosong belaka. Tapi aku tetap mempercayai nasihat ibuku.
Sampai suatu hari, bertahun-tahun kemudian, kami sekeluarga mengalami berita duka. Setelah ulang tahun ibuku yang ke-59, ibuku terjatuh di kamar mandi dan menjadi lumpuh. Doktor mengatakan kalau saraf tulang belakang ibuku tidak berfungsi lagi, dia harus menghabiskan sisa hidupnya di pembaringan.
Ayahku, seorang lelaki yang masih sihat di usia tuanya. Tetapi dia tetap setia merawat ibuku, menyuapinya, bercerita segala hal dan membisikkan kata-kata cinta pada ibu. Ayahku tak pernah meninggalkannya. Selama bertahun-tahun, hampir setiap hari ayahku selalu menemaninya. Ayahku pernah mengilatkan kuku tangan ibuku, dan ketika ibuku bertanya ,”Untuk apa kau lakukan itu? Aku sudah sangat tua dan hodoh sekali”.
Ayahku menjawab, “Aku ingin kau tetap merasa cantik”.
Begitulah pekerjaan ayahku sehari-hari, merawat ibuku dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.
Suatu hari ibu berkata padaku sambil tersenyum,”Kau tahu, Linda. Ayahmu tak akan pernah meninggalkan aku…kau tahu kenapa?”
Aku menggeleng, dan ibuku berkata, “Kerana aku tak pernah meninggalkannya…”
Itulah kisah cinta ayahku, Mohammed Huda Alhabsyi dan Ibuku, Yasmine Ghauri, mereka memberikan kami anak-anaknya pelajaran tentang tanggungjawab, kesetiaan, rasa hormat, saling menghargai, kebersamaan, dan cinta kasih. Bukan dengan kata-kata, tapi mereka memberikan contoh dari kehidupannya.

Selasa, 21 Juli 2009

Memandang Api dari Seberang Pantai

Di masa negara-negara sedang berperang (Tiongkok kuno), terdapat seorang penasehat terkenal bernama Chen Zheng. Suatu hari, ketika Chen Zheng mengunjungi negara Qian, Kaisar Qian Huei mengambil kesempatan meminta nasehat pada Chen Zheng tentang apakah beliau harus campur tangan sebagai wasit dalam konflik antara negara Han dan Wei. Chen Zheng lalu bercerita pada Kaisar Qian Huei tentang kisah bagaimana Bian Zhuangzi membunuh harimau. Harimau ganas, galak.

Kisah ini tentang seorang pemuda bernama Bian Zhuangzi. Suatu hari dia melihat dua ekor harimau sedang bertarung memperebutkan seekor kerbau. Dia hendak menarik pedangnya membunuh harimau-harimau namun abdinya menghentikannya. Abdinya berkata, “Tunggulah sebentar, Tuanku. Lihat, dua ekor harimau sedang bertarung memperebutkan kerbau yang sama. Ini artinya akan ada pertarungan berdarah di antara keduanya yang tak akan terelakan. Tak diragukan bahwa yang kuat akan menang dan yang lemah akan mati. Tetapi yang kuat juga akhirnya akan terluka. Jadi mengapa tidak menunggu saja, dan anda hanya cukup membunuh sisa harimau yang terluka tersebut?”

Chen Zheng melanjutkan, “Sekarang Han dan Wei sedang bertarung satu sama lainnya seperti dua ekor harimau ini. Segera ataupun nantinya si lemah akan di taklukan oleh yang kuat. Kaisar yang mulia, mengapa tidak melakukan seperti apa yang Bian Zhuangzi perbuat, menunggu dan lihat hasilnya?. Seperti yang diprediksi Chen Zheng, Qian akhirnya mengumumkan sebagai pemenang terakhir dalam konfik antara Han dan Wei.

Umumnya perkataan ini mengandung makna tidak merespon ataupun mengambil tindakan apapun. Tetapi sebenarnya mengandung arti yang lebih dalam, yaitu membiarkan situasi yang menganggu musuh Anda berkembang sehingga Anda akan mendapat manfaat darinya. Dengan perkataan lain, tunggu dan lihat bagaimana kejadian tersebut akan bekerja sesuai perkembangan yang Anda harapkan hingga secara alamiah berakhir. Barang akan menjadi milik siapa yang dapat sabar menunggu hingga situasi berubah menjadi keberuntungan mereka.

Kamis, 16 Juli 2009

Cerpen Sang Penguasa

Seorang Sultan terkena penyakit parah, yang masih belum diketahui namanya. Beberapa dokter dari Jawa yang khusus didatangkan sepakat, bahwa untuk penyakit tersebut tidak ada obat selain empedu dari seseorang yang memiliki pertanda tertentu.

Sang Sultan memerintahkan untuk mencari orang yang dimaksud, dan akhirnya tanda-tanda yang disebutkan oleh para dokter dapat ditemukan pada anak kecil, putra seorang petani. Ayah dan ibunya dipanggil dan diberikan banyak hadiah hingga mereka puas. Hakim memberikan pertimbangannya, bahwa diperbolehkan untuk mengorbankan darah seorang bawahan demi mempertahankan nyawa Sultan.

Ketika tiba saatnya algojo menghabisi nyawanya, anak tersebut memalingkan wajah ke langit dan tertawa. “Bagaimana kamu dapat tertawa di saat demikian?”, Sultan yang menyaksikan bertanya. Anak tersebut menjawab: Mengasuh anak dengan kasih sayang adalah kewajiban ayah dan ibu; pertimbangan hukum ditujukan ke hakim, dan keadilan dituntut dari seorang penguasa; tetapi sekarang, demi harta duniawi, ayah dan ibu telah menyerahkan saya pada kematian, hal mana juga telah disetujui oleh hakim, sedangkan Sultan melihat keselamatan dirinya dalam kematian saya; selain kepada Tuhan saya sungguh tidak melihat lagi tempat untuk berpaling.

Hati Sultan sangat tersentuh, sehingga air matanya mengalir. Sultan berkata: Lebih baik saya mati, daripada menumpahkan darah orang yang tidak berdosa. Sultan mencium kepala dan mata anak tersebut, memeluknya erat-erat dan memberikan hadiah yang berlimpah serta membiarkan anak tersebut pergi. Diceritakan, Sultan tersebut pada minggu yang sama sehat kembali.Dan membiarkan mereka hidup bagaia seperti sedia kala lagi. Kasian nyawa seorang anak kecil dikorbankan.

Cerpen Samurai


Cerita pendek, Cerita cinta, Cerpen , Cerita misteri, Cerita bergambar, Cergambar

Cerpen Samurai

Seorang samurai bertubuh kekar dan tegap pada suatu hari mendatangi seorang pertapa bertubuh kecil dan kurus. "Hai petapa," katanya dengan nada suara yang terbiasa memberikan perintah, "Ajarkan saya tentang surga dan neraka!"

Si petapa mendongakkan kepalanya memandang samurai gagah di depannya and menjawabnya:, "Mengajarkanmu tentang surga dan neraka? Saya tidak dapat mengajarkan apapun juga kepadamu. Pergilah sekarang.”

Si samurai tampak marah. Mukanya merah padam menahan rasa marah yang tinggi. Ia cabut pedangnya dan mengangkat di atas kepalanya bersiap untuk menebas petapa itu dengan pedangnya.

"Itulah neraka," kata si petapa dengan nada yang tenang.

Si samurai terkejut. Ketenangan dan kepasrahan dari mahluk kecil itu; yang bersedia mempertaruhkan hidupnya, telah memberikan pelajaran mengenai neraka kepadanya! Ia perlahan menurunkan pedangnya. Ia merasakan rasa lega dan tiba-tiba merasa sangat tenang.

"Dan itulah surga," kembali si petapa berkata dengan tenang.

Senin, 13 Juli 2009

Cerpen Tempat Air Suci yang Angkuh

cergam, cerita anak, cerita cinta, cerita dongeng, cerita misteri, cerita pendek, cerpen, keindahan bali


Cerpen Tempat Air Suci yang Angkuh

Zaman dahulu kala, ada sebuah vas di surga. Dewi Kuwan Im menggunakan vas tersebut untuk menaruh air suci pengobat segala penyakit dan ranting daun. Vas itu telah bersama Dewi Kwan Im di surga selama ribuan tahun dan berpikir bahwa ia sangatlah berarti bagi Sang Dewi. Suatu hari, Dewi Kwan Im berkata kepadanya, "Kamu telah menjadi kotor dan tidak bisa lagi tinggal di sini. Kamu harus turun ke bawah sesuai tingkatanmu sekarang." Vas itu berkata dengan cemas, "Dewi Kwan Im, saya tidak kotor! Saya bersih dan berkilau seperti dulu saya diciptakan. Saya tidak tercemar ataupun tergores!" Dewi Kwan Im menjelaskan dengan sabar, "Ya, penampilan kamu masih secantik dahulu, tapi pikiran dan sifatmu sudah menjadi buruk. Kamu tidak lagi sesuai dengan kriteria di alam ini!' Vas itu mulai memohon, "Dewi Kwan Im, saya telah bersama Anda selama bertahun-tahun, bisakah Anda membuat pengecualian untuk saya?" Dewi Kwan Im tersenyum dan berkata, "Membandingkanmu dengan kamu yang dulu, sungguh berbeda jauh." Vas angkuh itu menjadi kecewa dan berkata, "Bila saya tidak lagi diterima disini, saya lebih baik turun ke dunia manusia dan mencari orang yang bisa menghargai saya." Kemudian ia turun ke dunia manusia.

Begitu ia turun ke dunia manusia, ia berada di suatu rumah mewah. Ia sangat senang dengan rumah barunya. Melihat sekeliling ruangan, vas itu dipajang dengan vas-vas antik lainnya dari berbagai dinasti Tiongkok kuno dalam sebuah lemari kaca. Vas itu kemudian berpikir, "Saya adalah vas khayangan dari surga, vas-vas lainnya disini tidak sebanding dengan saya!" Pada kenyataannya, sang pemilik juga memperlakukan vas tersebut dengan istimewa, dia membersihkan vas itu dengan cairan khusus yang membuatnya tambah kinclong setiap hari. Vas itu sangat senang diperlakukan demikian dan berpikir bahwa adalah suatu keputusan yang tepat untuk datang ke dunia manusia.

Suatu hari seorang gembel datang mengunjungi rumah tersebut. Namun anehnya pemilik rumah bersikap sopan kepadanya. Dia menjamu tamu tersebut dengan makan malam yang mewah. Vas itu dalam hati berkata, "Kenapa tuan saya menjamu orang miskin itu bagaikan orang terhormat?" Setelah mereka selesai makan malam, orang kaya itu menunjukkan vas itu dan berkata, "Tuan Zhang, lihatlah harta karun yang baru saja saya miliki ini, sangat berharga bukan?" Lalu ia berkata, "Sebagai tanda terima kasih karena Anda telah menyelamatkan saya dari bahaya tenggelam waktu itu, maka saya ingin memberikan vas ini kepada Anda. Tanpa pertolongan Anda, pasti saya sudah tewas." Lalu ia memberikan vas itu kepada tamunya itu.

Merasa heran dan takut, vas itu mulai marah kepada orang kaya tersebut dan mengutuk didalam hati: "Jadi saya tidak ada artinya bagi kamu selain hanya dijadikan sebagai hadiah bagi seorang gembel.” Vas itu mencium bau busuk ikan dari gembel tersebut, dan kepingin muntah kalau saja dia bisa. Meskipun gembel tersebut menolak hadiah itu, namun orang kaya itu memaksanya. Ia berkata, "Bila Anda menolak pemberian tulus saya ini, saya akan memecahkan vas mahal ini sekarang!" Tamu itu tidak punya pilihan lain selain mengambil vas tersebut dan kemudian pamit pulang.

Kini vas itu menjadi milik gembel tesebut, dibawa pulang ke sebuah gubuk kotor dengan bau amis ikan. Vas itu hampir tidak percaya kini ia harus hidup di gubuk seorang nelayan miskin. Begitu nelayan itu masuk kedalam rumah, ia berteriak kepada istrinya, "Sayang, saya membawa pulang sebuah vas, tolong isi dengan arak dan besok akan saya bawa saat mencari ikan." Lalu seorang wanita keluar dari dapur dan mengambil vas itu. Dipegang dalam genggaman tangan wanita itu yang kasar, vas itu merasa tidak nyaman. Kemudian, ia diisi dengan arak murahan. Vas itu merasa sakit hati. Dulu ia diisi oleh air suci Dewi Kwan Im, sekarang ia diisi oleh arak murahan di dunia manusia!

Setelah beberapa lama waktu, vas itu terlihat baret, berminyak dan kotor. Sekian lama tinggal di dunia manusia, ia terbiasa dengan bau arak murahan dan melihat orang-orang di dunia manusia ini suka meminumnya. Saat araknya habis, ia merasa sedih dan rindu aromanya. Pada suatu hari yang berangin kencang, nelayan itu membawanya lagi saat mencari ikan. Ombak besar menghantam perahu dan vas itu jatuh ke laut. Tutupnya lepas dan araknya tumpah keluar. Air laut yang asin dan kotor kini masuk kedalam vas tersebut, membuatnya merasa jijik.

Saat terombang-ambing di lautan beberapa lama, vas itu teringat kepada Dewi Kwan Im. Ia mulai menimpakan segala kemalangannya kepada Dewi Kwan Im, dan mulai membencinya. Setiap kali ia mulai timbul rasa benci, ombak menghantamkan tubuhnya ke batu karang, menyebabkan beberapa bagian vas itu pecah. Kemudian ia juga mulai berpikiran buruk kepada orang kaya pemilik rumah mewah dan juga sang nelayan, membenci semuanya, tubuhnya semakin hancur diterjang ombak dan batu karang, dan akhirnya tenggelam ke dasar laut dan perlahan-lahan terkubur oleh pasir pantai. Ia tak lagi dapat melihat cahaya, semuanya gelap dan tak ada suara. Seolah-olah bahkan waktu pun telah berhenti. Ia merasa takut dan tak berdaya. Ia ingin keluar dan bebas, namun tidak bisa.

Dikelilingi oleh kesunyian abadi dan ditutup oleh lapisan tebal pasir di dasar laut yang dalam, vas itu mulai merindukan hari-hari dimana ia duduk disamping Dewi Kwan Im di surga. Begitu ia rindunya pada suasana dahulu, ia mulai lagi timbul kebencian kepada Dewi Kwan Im, pemilik rumah mewah dan nelayan itu. Lama kelamaan ia merasa bahwa ia kehilangan akalnya, dan pada akhirnya ia benar-benar kehilangan kemampuannya untuk berpikir. Yang tersisa adalah keping-kepingan vas kotor yang terkubur di dasar laut dalam.

Minggu, 12 Juli 2009

Cerpen Sang Pengusa


cerpen, cerita pendek, cerita misteri, cergam, cerita bergambar, cerita cinta, cermis

Seorang Sultan terkena penyakit parah, yang masih belum diketahui namanya. Beberapa dokter dari Yunani yang khusus didatangkan sepakat, bahwa untuk penyakit tersebut tidak ada obat yang cocok, selain empedu dari seseorang yang memiliki pertanda tertentu.

Sang Sultan memerintahkan untuk mencari orang yang dimaksud, dan akhirnya tanda-tanda yang disebutkan ditemukan pada anak kecil, putra seorang petani. Ayah dan ibunya dipanggil dan diberikan banyak hadiah hingga merasa puas. Hakim memberikan pertimbangannya, bahwa diperbolehkan untuk mengorbankan darah seorang bawahan demi mempertahankan nyawa Sultan.

Ketika tiba saatnya algojo memenggal kepalanya, anak tersebut memalingkan wajah ke langit dan tertawa. “Bagaimana kamu dapat tertawa di saat demikian?”, Sultan yang menyaksikan bertanya. Anak tersebut menjawab, “Mengasuh anak dengan kasih sayang adalah kewajiban ayah dan ibu; pertimbangan hukum ditujukan ke hakim, dan keadilan dituntut dari seorang penguasa; tetapi sekarang, demi harta duniawi, ayah dan ibu telah menyerahkan saya pada kematian, hal mana juga telah disetujui oleh hakim, sedangkan Sultan melihat keselamatan dirinya dalam kematian saya; selain kepada Tuhan saya sungguh tidak melihat lagi tempat untuk berpaling.”

Hati Sultan sangat tersentuh, sehingga air matanya mengalir. Sultan berkata, “Lebih baik saya mati, daripada menumpahkan darah anak yang tidak berdosa.” Sultan mencium kepala dan mata anak tersebut, memeluknya erat-erat dan memberikan hadiah yang berlimpah serta membiarkan anak tersebut pulang. Di luar dugaan, pada minggu itu juga Sultan sembuh dari penyakitnya.

Sabtu, 11 Juli 2009

Cerpen Zhang Guolao Menunggang Keledai Secara Terbalik

cerpen, cerita pendek, cermis, cerita misteri, cergam, cerita bergambar, cerita cinta

Zhang Guolao, disebut juga Zhang Guo, adalah salah satu dewa dalam aliran Tao. Menurut buku “Tang Shu” (buku mengenai Dinasti Tang), Zhang Guolao benar-benar hidup di Zhong Tiao Shan, provinsi Shanxi. Dia berhasil kultivasi hingga mencapai keabadian. Kaisar Tang Gaozong berulang kali mengundangnya datang ke istana namun ia secara sopan selalu menolak. Permaisuri Wu Zetian berusaha memerintahkan Guolao datang kepadanya. Untuk menghindari permintaan tersebut, Guolao berpura-pura mati di depan kuil. Saat itu sedang musim panas, jadi tubuhnya mulai terurai dan berbau tak enak. Mendengar hal itu, Wu Zetian tidak berusaha lagi. Namun tak lama kemudian, seseorang melihat Guolao di Gunung Heng.

Alasan Tang Xuanzhong berkali-kali mengundang Guolao adalah ingin menanyakan bagaimana cara mencapai keabadian. Saat melihat Guolao sangat tua renta, dia bertanya kepada Guolao, “Anda telah memperoleh Tao, namun kenapa Anda terlihat sangat tua, dengan rambut yang sudah tinggal beberapa lembar dan gigi yang sudah banyak ompong?” Zhang Guolao menjawab, “Saat mencapai setua ini, saya tidak menemukan metode apapun, jadi saya terlihat seperti ini.”Ini memalukan. Tapi jika saya mencabut rambut dan gigi saya, mungkin akan tumbuh yang baru?” Lalu, dia langsung melakukannya. Dia mencabut rambutnya yang tinggal beberapa helai tersebut, juga mencabut giginya saat itu juga. Kaisar yang melihatnya kaget dan sedikit takut, lalu menyuruh pengawalnya untuk mengantar Guolao pulang beristirahat. Tak lama kemudian, mereka kembali lagi ke istana, tapi penampilan Guolao sudah berubah total, tumbuh rambut hitam tebal di kepalanya dan gigi putih yang lengkap menghiasi senyumnya. Semua pejabat istana termasuk kaisar terperangah melihat perubahan itu dan bertanya kepada Guolao apa metode rahasia untuk mencapai muda kembali. Zhang Guolao menolak memberi tahu.

Suatu hari, Kaisar Tang Xuanzong pergi berburu dan mendapatkan seekor rusa besar. Rusa itu agak beda dengan yang lainnya. Pada saat akan dibunuh, Zhang Guolao kebetulan lewat dan menghentikan kaisar. Dia berkata, “Ini rusa khayangan yang telah hidup lebih dari ribuan tahun. Kaisar Han Wudi juga dulu pernah menangkapnya, saya melihatnya dan memberitahukannya hal ini juga, lalu beliau melepaskannya.” Kaisar Tang Xuanzhong bertanya, “Bagaimana Anda ingat ini rusa yang dulu Anda lihat? Ada banyak sekali rusa di dunia ini, dan kejadian itu sudah pasti lama sekali sebelum Anda hidup.” Zhang Guolao menjawab, “Saat Kaisar Han Wudi melepaskan rusa itu, ia memberikan tanda di tanduk kiri rusa itu dengan sepotong metal perunggu.” Lalu Kaisar menyuruh pengawalnya untuk memeriksa tanduk kiri rusa itu dan benar-benar menemukan metal perunggu yang bertuliskan angka. Kaisar bertanya, “Kapan Kaisar Han Wudi pergi berburu menangkap rusa ini?” Sudah berapa lama sampai sekarang?” Zhang Guolao menjawab, “Kejadian itu tepatnya 825 tahun yang lalu.” Kaisar Tang Xuanzhong menyadari, ucapan Guoalao sepenuhnya benar.

Zhang Guolao punya kebiasaan unik, yaitu menunggang keledai putih secara terbalik, sehari berjalan bisa mancapai 10.000 Li. Tentu saja keledai putih itu juga merupakan keledai khayangan, yang bisa dilipat dan dimasukkan ke dalam tas saat ia sedang tak diperlukan tuannya. Ia selalu menunggang keledai dalam posisi yang terbalik untuk mengingatkan manusia akan kekeliruannya.

Dalam buku "Zhuan Falun" tertulis demikian, Zhang Guolao menunggang keledai secara terbalik. Dia menemukan bahwa dengan berjalan ke depan berarti mundur ke belakang, manusia makin lama makin jauh terpisah dari karakter alam semesta. Dalam proses evolusi alam semesta, terutama sekarang setelah memasuki arus pasang komoditi ekonomi, banyak orang yang moralnya sangat rusak, makin lama makin jauh terpisah dari karakter alam semesta Zhen, Shan, Ren (sejati-baik-sabar). Orang-orang di tengah manusia biasa yang mengikuti pasang surutnya arus tidak merasakan taraf kerusakan moral manusia, oleh karena itu sebagian orang masih menganggapnya hal yang baik, hanya orang yang telah meningkat dalam Xiulian Xinxing (kultivasi watak/moral) sekali menoleh ke belakang, baru insyaf bahwa kerusakan moral umat manusia telah sampai pada tahap yang demikian mengerikan.

Rabu, 08 Juli 2009

Cerpen Macan dan Bebek

cerpen, cerita pendek, cermis, cerita misteri, cergam, cerita bergambar

Hu Lin adalah budak kecil. Ia dijual ayahnya saat masih kecil, dan tinggal bersama majikannya di sebuah rumah perahu yang tertambat di pinggir sungai. Majikannya yang kejam memperlakukannya sangat buruk. Pekerjaannya banyak dan berat untuk ukuran anak kecil. Hidup ini sungguh sulit bagi si kecil Hu Lin. Dia kadang-kadang menyelinap keluar bermain di lapangan, melihat anak-anak bermain layangan. Ia senang sekali melihat layang-layang menari-nari di angkasa. Namun bila ketahuan majikannya, ia akan dipukul dengan rotan dan tidak diberi makan seharian. Suatu hari Hu Lin berniat kabur, namun belum jauh dia pergi, majikannya telah membuntutinya dan menangkapnya, dan memberi hukuman pukulan sampai Hu Lin pingsan.

Selama beberapa jam, Hu Lin terbaring di tanah, lalu mulai siuman. Sekujur badannya memar dan terasa sangat sakit bila digerakkan. Air mata berlinang di pipinya yang mungil, dan ia mendesah. “Ah..seandainya ada yang dapat membebaskan saya dari majikan...alangkah bahagianya hidupku.”

Tidak jauh dari sungai, hiduplah seorang kakek tua di rumah pondok. Kakek itu memiliki seekor bebek bernama Chang yang setia menjaga rumahnya di malam hari. Bebek itu bisa berteriak kencang bila ada orang asing mencoba masuk rumah. Di siang hari bebek itu suka jalan jalan mencari makan di sungai dan sering bertemu Hu Lin, sehingga mereka juga berteman baik. Suatu keistimewaan yang dimiliki Hu Lin bahwa ia bisa memahami apa yang dikatakan oleh Chang.

Kakek tua yang hidup di pondok itu adalah seorang kakek kikir yang mempunyai banyak harta yang disembunyikan di halaman. Chang punya leher super panjang dan sering menjulurkannya untuk melongok apa yang dilakukan tuannya. Chang yang tidak punya sanak saudara itu suka menceritakan apa yang diketahuinya kepada Hu Lin, satu-satunya temannya.

Pada hari Majikan Hu Lin memukulnya sampai pingsan itu, Chang membuat penemuan mengejutkan. Ternyata tuannya bukanlah seorang kakek kikir, melainkan seorang lelaki muda yang sedang menyamar. Bagaimana Chang mengetahuinya? Kejadiannya begini:

Chang yang sedang lapar di pagi hari itu belum bisa keluar, karena pagar masih dikunci tuannya. Ia berusaha mencari makan didalam rumah, mungkin masih ada sisa remah makan malam tuannya malam sebelumnya. Chang berjalan masuk ke dapur, lalu dari dapur ia melihat pintu kamar tuannya sedang terbuka karena ditiup angin. Terlihat seorang lelaki muda sedang tidur, Chang merasa keheranan dan berjalan mendekat. Tiba-tiba, sosok lelaki muda itu berganti menjadi sosok kakek tua, yang dia kenal sebagai sosok tuannya. Chang sangat terperangah.

Lupa akan perutnya yang lapar, bebek ini berlari kencang ke halaman dan berpikir keras tentang misteri itu, tapi semakin dia berpikir, semakin aneh rasanya. Lalu dia teringat Hu-lin, teman manusianya, dan berpikir ingin bertanya kepada Hu-lin tentang kejadian tersebut. Chang kagum akan kepandaian Hu-lin dan berpikir bahwa Hu-lin pasti bisa menjelaskan apa yang terjadi dengan tuannya. Ia ingin segera menemui Hu-lin.

Seperti biasanya kalau masih pagi, pintu pagar masih terkunci. Tidak ada yang bisa dilakukan Chang kecuali meunggu tuannya bangun. Dua jam kemudian, tuannya bangun, terlihat sangat segar dan tidak seperti biasanya, memberi makan Chang sangat banyak. Kemudian dia merokok di depan rumah, lalu pergi ke luar. Pintu pagar lupa dikuncinya.

Dengan gembira Chang berjalan keluar pelan-pelan, menuju sungai dan mencari Hu-lin. Gadis mungil itu masih terbaring di tepian sungai.

“Hu-lin, panggil si bebek. “Bangun, saya ada sesuatu yang ingin dibicarakan.”

“Aku tidak tidur, ujarnya. Hu-lin bangkit sambil tersenyum dan menghapus air matanya.

“Ada apa Hu-lin? Kamu menangis….apakah majikanmu memukulmu lagi?”

“Hush! Dia lagi tidur siang di perahu, jangan sampai suaramu terdengar olehnya.”

“Ah, tidak mungkin dia mengerti bahasa bebek, hanya kamu yang bisa,” ujar Chang. “Tapi memang lebih baik bila kita bicara sambil berbisik-bisik saja.”

Chang lalu menceritakan apa yang dialaminya pagi hari itu kepada Hu-lin, dan bertanya apa pendapat Hu-lin.

Hu-lin sampai lupa akan kesedihannya mendengar cerita Chang, lalu bertanya pada bebek itu, “Apa kamu yakin bahwa tidak ada orang lain yang menginap di kamar tuanmu kemarin?”

“Ya, tidak ada. Saya yakin betul itu. Tuan saya tidak punya seorang temanpun. Lagipula saya sudah didalam rumah saat pintu pagar dikunci semalam. Saya tidak mendengar ada suara orang asing masuk.”

“Kalau begitu, tuanmu pasti peri sedang menyamar”, ujar Hu-lin dengan bijak.

“Peri? Apa itu? Tanya Chang, yang semakin tertarik akan kejadian ini.

“Aduh, kamu khan bebek tua, masak tidak tahu apa itu peri? Ujar Hu-lin sambil tertawa. Saat itu Hu-lin sudah lupa akan nasib malangnya, tertawa bercanda dengan kawan baiknya yang sedang kebingungan itu. “Sssh… ujarnya dengan suara sangat pelan sehingga Chang memincingkan mata berusaha mendengarnya, “Peri itu adalah….(Hu-lin membisikkan sesuatu ke kuping Chang), kemudian Chang mengangguk-angguk mengerti. “Wow! Astaga!”, ujar Chang. “Bila tuan saya adalah peri, ayo pergi temui dia, pasti tuan saya bisa menyelamatkanmu dari segala masalahmu dan membuat saya bahagia selamanya.”

“Apa saya berani melakukannya lagi?” Tanya Hu-lin kepada Chang, sambil menunjukkan luka-lukanya akibat dipukul karena kabur tadi. Hu-lin lalu melihat keadaan sekeliling, menempelkan kupingnya ke pintu perahu tuannya, masih terdengar suara mengorok.

“Tentu, tentu, ayo ikut aku! Dia sudah begitu kejam memukulimu, pasti dia sangat capek dan tertidur pulas, Ayo pergi sekarang!

Dengan cepat mereka pergi ke pondok kakek tua. Sambil berlari, jantung Hu-lin berdegup sangat kencang, dia juga bingung apa yang akan diucapkannya bila bertemu dengan majikan Chang. Pintu pagar rumah Chang masih terbuka sedikit, lalu mereka masuk ke dalam.

“Ayo lewat sini”, ujar Chang. “Dia pasti di dalam lagi menggali tanah di kebun”

Saat mereka sampai di kebun, tidak ada orang yang terlihat.

“Sangat aneh,”ujar bebek itu sambil berbisik. “Saya tidak mengerti, masa dia sudah istirahat?” Ayo kita cek ke dalam rumah.”

Sambil berjingkat-jingkat, Hu-lin memasuki rumah karena diajak oleh Chang. Di dalam rumah juga tidak ada orang, termasuk di kamar majikan Chang, yang sedang terbuka lebar.

“Ayo, lihat, dia tidur di ranjang jenis apa, “ ujar Hu-lin. “Saya tidak pernah melihat kamar peri, pasti lain dengan kamar orang biasa.”

“Hanya ranjang bata biasa, seperti ranjang orang lain, ujar Chang, sambil memasuki kamar tuannya.

Hu-lin membungkuk di bawah ranjang bata, melihat ada tempat menyalakan api dibawahnya. Lalu ia bertanya pada Chang, “Apakah dia menyalakan api di cuaca dingin?”

“Oh, ya, dia selalu menyalakan api untuk menghangatkan ranjang bata itu, tak peduli cuaca dingin ataupun panas, ranjang bata itu selalu panas.”

“Hmm… itu sangat aneh lho, bagaimana menurutmu?” Tanya Hu-lin. Katamu majikanmu kikir, tapi kenapa ia boros menyalakan api tiap malam?”

“”Iya, aneh, ujar Chang, sambil mengibaskan sayapnya. “Saya tak pernah berpikir ke arah situ. “Aneh, aneh banget.” Hu-lin, kamu sangat pandai”.

Tiba-tiba dari luar terdengar suara pintu pagar dibanting, ternyata tuannya sudah pulang! Mendadak wajah Chang memucat ketakutan.

“Oh, apa yang harus kita katakan kepadanya bila ia menemukan kita di kamarnya?” Tanya Hu-lin kepada Chang. Iapun panik dan berkata, “Saya sudah dipukul hari ini, saya tidak sanggup dipukul lagi, isak gadis kecil itu, air matanya mulai menetes.

“Hu-lin, jangan menangis, jangan khawatir, ayo kita sembunyi di belakang tirai itu,” ujar bebek itu.

Dengan gerak sangat cepat, kedua sahabat itu bersembunyi di balik tirai. Untungnya, majikan Chang tidak masuk ke kamar, melainkan hanya mampir sebentar ke gudang dan mengambil sekop, lalu berjalan ke luar menuju halaman, lalu bekerja disana.

Kedua sahabat itu tidak berani keluar dari persembunyian, apalagi keluar dari rumah, takut ketahuan oleh majikan Chang.

“Saya tidak bisa bayangkan apa jadinya kalau ia menemukan bebeknya ini membawa orang asing masuk,” bisik Chang pada Hu-lin.

Hu-lin menjawab, “Mungkin dia berpikir bahwa kita mau mencoba mencari uang yang dia sembunyikan, “ujar Hu-lin sambil tertawa. Saat itu Hu-lin sudah tidak begitu takut, jantungnya sudah berhenti berdebar-debar. “Lagipula, dia tidak mungkin lebih jahat daripada majikan saya.”

Setelah mengalami kejadian mendebarkan itu, kedua sahabat itu kelelahan dan tertidur di dalam tirai di kamar majikan Chang. Majikan Chang malam itu heran kenapa Chang belum pulang, dan mengiranya masih asyik bermain di sungai. Jam 9 malam, majikan Chang masuk ke kamar dan tidur.

Pagi hari, Hu-lin terbangun oleh sinar matahari yang menembus jendela kamar. Awalnya dia lupa dimana dia berada, namun ketika dia melihat Chang, dia segera membangunkan bebek itu. Chang bangun dan mengintip ke luar tirai.

Di ranjang tuannya, berbaring seorang lelaki muda berambut hitam yang sangat tampan. Seulas senyum terhias di wajahnya, seolah-olah sedang menikmati mimpi yang indah. Hu-lin yang baru melihatnya tiba-tiba berdecak kagum. Mata majikan Chang tiba-tiba terbuka dan memandang Hu-lin. Gadis kecil itu sangat terkejut, ketakutan sehingga tak dapat bergerak. Chang yang berdiri disampingnya juga gemetaran.

Lelaki muda itu bahkan lebih kaget daripada Hu-lin dan Chang, selama dua menit dia terdiam. “Apa maksudnya ini?, Tanyanya, dan kemudian melihat kepada bebeknya yang gemetaran, “Apa yang kamu lakukan di kamar saya, dan siapa anak ini, yang sangat ketakutan?”

“Maafkan saya, tapi apa yang kamu lakukan pada Tuan saya?” ujar bebek itu, bertanya balik.

“Saya bukan tuanmu, ujar lelaki muda itu sambil tertawa. “Kamu lebih bodoh daripada biasanya pagi ini.”

“Tuan saya adalah kakek tua yang jelek, sedangkan kamu masih muda dan tampan,” ujar Chang.

“Apa? Kamu bilang saya masih muda?”

“Iya, coba Tanya Hu-lin kalau kamu tak percaya,” ujar Chang.

Lelaki muda itu bertanya kepada gadis kecil itu.

“Ya, tuan. Tidak pernah saya melihat seorang lelaki begitu tampan.” ujar Hu-lin.

“Chang, siapa nama temanmu ini?” Tanya lelaki muda itu.

“Namaku Hu-lin, si gadis budak” ujarnya.

Lelaki muda itu bertepuk tangan, “Betul, betul! Saya telah mengetahui arti teka teki itu semuanya dengan jelas sekarang. “Adalah kalian berdua yang membebaskan saya dari kutukan menjadi kakek tua,” Melihat wajah Hu-lin dan bebeknya yang keheranan, lelaki muda itu mulai menceritakan apa yang pernah terjadi:

“Ayah saya adalah lelaki kaya yang hidup di sebuah daerah yang jauh. Saat saya masih kecil, dia memberikan apapun yang saya minta. Saya sangat sombong dan berpikir bahwa tidak ada apapun di dunia yang tidak bisa saya miliki, juga tidak ada yang perlu saya lakukan bila saya tidak mau melakukannya.”

“Guru saya sering mengomeli saya atas pikiran saya yang tidak lurus itu. Dikatakannya bahwa uang memang dapat membuat orang bahagia, namun Tuhanlah yang menentukan. Terkadang saya mentertawakannya, menyombongkan diri bahwa saya punya cukup uang dan dapat membeli dewa-dewa, peri dan iblis. Guru saya berkata, “Hati-hati! Kamu akan menyesal dengan ucapanmu yang sombong itu.”

“Suatu hari, setelah menyelesaikan pelajaran hari itu, kami berjalan di taman ayahku. Saya menjadi lebih berani daripada biasanya dan berkata padanya bahwa saya tidak mau mematuhi peraturan apapun. Kamu pernah berakta bahwa taman ayahku ini ada penunggunya, dan bila saya membuatnya marah dengan melompati sumur di taman ini, dia akan bangun dan menghukumku.” “Ya, ujar guru saya itu. “Itu yang pernah saya katakan, dan saya ulangi bahwa itu benar. Hati-hati, Anak muda. Jangan melanggar peraturan itu.” “Apa peduliku bila ia bangun?, ujar saya tanpa rasa takut, meloncati sumur tua itu. “Saya tak percaya taman ini ada penunggunya, itu hanya budak ayahku.”

“Tiba-tiba, begitu saya selesai mengucapkan hal itu, perubahan terjadi dalam tubuhku. Tubuh ini menjadi lemas, pandangan kabur, kulit menua dan berkerut, rambut berubah menjadi uban. Dalam satu menit, saya telah berubah menjadi seorang kakek tua.”

“Guru saya bengong melihat apa yang saya alami, Ia berkata, “Penunggu taman ini telah marah atas kata-katamu dan menghukummu. Saya sudah peringatkan agar kamu jangan meloncati sumur itu.” Saya tidak tahu bagaimana cara mengembalikanmu ke bentuk semula.”

“Saat ayahku mengetahui apa yang terjadi padaku, dia sangat sedih dan kecewa. Dia melakukan apa saja untuk membuatku kembali muda. Dia telah mengajakku ke puluhan tabib dan biksu, berdoa siang dan malam serta meminta maaf kepada penunggu di taman. Saya adalah satu-satunya anaknya, dia tidak dapat bergembira bila saya masih seperti iini. Akhirnya guru saya menemukan satu peramal terkenal yang berkata bahwa penunggu taman menghukumku akibat kesalahanku sendiri. Hanya dalam kondisi tidur barulah saya kembali muda, namun begitu bangun akan berwujud kakek tua. Atau bila kepergok oleh siapapun, wujud saya akan kembali menjadi kakek tua,” ujar lelaki tampan itu.

“Saya melihat kamu kemarin pagi, ujar si bebek. :Kamu menjadi muda dan tampan, lalu tak lama kemudian berubah menjadi orang tua.”

“Peramal itu mengatakan bahwa hanya ada satu kesempatan agar saya pulih seperti sedia kala. Yaitu saat saya dalam wujud asli saya (dalam kondisi tidur), datang seekor bebek gila yang membebaskan macan hutan dari perbudakan, maka kutukan itu bisa terlepas, jiwa iblis tidak lagi mengontrol saya lagi. Perkataan si peramal itu bagaikan sebuah teka teki yang sangat aneh, ayah dan guru saya pun menyerah, tidak mengerti.”, kata lelaki itu melanjutkan kisah masa lalunya.

“Kemudian saya ingin mengembara demi memecahkan jawaban teka teki itu. Malam itu saya pergi meninggalkan kota saya seizin ayah. Saya datang ke sini, membeli rumah ini. Saya membawa banyak harta yang diberikan ayah saya. Karena takut kehabisan, saya hidup dengan pelit, menyimpan harta itu di pekarangan. Saya takut ia dicuri, maka saya harus mencari hewan penjaga. Ketika hampir membeli anjing, saya ingat teka-teki si peramal. Akhirnya saya tidak jadi membeli anjing, melainkan membeli bebek, untuk menjaga rumah saya.

“Tapi aku bukan bebek gila,” ujar Chang dengan kesal.

“Betul, Chang, kamu tidak gila, ujar tuannya sambil tersenyum. Supaya cocok dengan teka-tekinya, maka saya memberimu nama Chang, yang artinya gila.

“Oh”, ujar Hu-lin dan Chang bersamaan, “Pintar sekali!”

“Iya, namun Chang tidak pernah membawa macan hutan keluar dari perbudakan selama ini, sampai hari ini tiba!”

“Sayakah si macan hutan?” Tanya Hu-lin sambil tertawa.

“Tentu, Hu artinya Macan, dan Lin artinya kumpulan pepohonan, yang dapat diartikan sebagai hutan. Kamu juga tadi berkata bahwa kamu gadis budak. Jadi sesuai teka teki si peramal, “Chang melepaskanmu dari perbudakan.”

“Oh, saya sangat senang mendengarnya!” ujar Hu-lin. “Senang mengetahui bahwa kamu tidak harus menjadi kakek tua yang pelit lagi. “

Tiba-tiba terdengar suara majikan Hu-lin di depan rumah. Hu-lin sangat ketakutan. “Tidak perlu takut, gadis kecil yang manis. Saya akan membebaskanmu, “ ujar lelaki itu, yang keluar rumah dan berbicara dengan majikan Hu-lin untuk membeli kebebasan Hu-lin.

Hu-lin sangat bahagia, bersimpuh di depan majikan barunya dan berkata, “Oh saya sangat senang, sekarang saya milikmu selamanya, dan bebek ini akan menjadi sahabat saya untuk seterusnya.”

“Ya, tentu, ujar lelaki tampan itu sambil tersenyum. Nanti bila kamu sudah besar, saya akan memperistrimu. Sekarang ayo, kita pulang ke rumah ayah saya.”

Cerpen Pengembara dan Sekantung Uang


cerpen, cergam, cermis, cerita pendek, cerita misteri, cerita bergambar

Cerpen Pengembara dan Sekantung Uang

Dua orang pengembara berjalan bersama di suatu jalan, dan salah satu pengembara tersebut menemukan sebuah kantung yang penuh berisikan uang. "Betapa beruntungnya saya!" katanya, "Saya telah menemukan sebuah kantung berisi uang. Menimbang dari beratnya, saya rasa kantung ini pasti penuh dengan uang emas."

"Jangan bilang 'SAYA telah menemukan sekantung uang'," kata temannya. "Lebih baik kamu mengatakan 'KITA telah menemukan sekantung uang'. Pengembara selalu berbagi rasa dengan pengembara lainnya, baik itu dalam susah maupun senang."

"Tidak, tidak," kata pengembara yang menemukan uang, dengan marah. "SAYA menemukannya dan SAYA akan menyimpannya sendiri."

Saat itu mereka mendengarkan teriakan teriakan di belakang mereka "Berhenti, pencuri!" dan ketika mereka melihat ke belakang, mereka melihat sekumpulan orang yang terlihat marah dan membawa pentungan kayu dan tongkat, berlari ke arah mereka.

Pengembara yang menemukan uang tadi langsung menjadi ketakutan.

"Celakalah kita jika mereka melihat kantung uang ini ada pada kita," katanya dengan ketakutan.

"Tidak, tidak," jawab pengembara yang satu, "kamu tidak mengatakan 'KITA' sewaktu menemukan sekantung uang, sekarang tetaplah menggunakan kata 'SAYA', kamu seharusnya berkata 'celakalah SAYA'".

Pesan Moral: Kita tidak boleh berharap bahwa orang akan mau ikut menanggung kesusahan kita kecuali kita mau membagi keberuntungan kita kepada mereka juga.

Kisah ini adalah bagian dari Seri Dongeng Aesop
Aesop adalah seorang pendongeng yang konon hidup 600 tahun sebelum Masehi. Dongeng-dongengnya selalu mengajarkan kebaikan atau kebijakan untuk manusia.

Selasa, 07 Juli 2009

Cerpen Dua Ekor Kambing

cerita anak, cerpen, cergam, ceita pandek


Cerpen Dua Ekor Kambing

Dua ekor kambing berjalan dengan gagahnya dari arah yang berlawanan di sebuah pegunungan yang curam, saat itu secara kebetulan mereka secara bersamaan masing-masing tiba di tepi jurang yang dibawahnya mengalir air sungai yang sangat deras.

Sebuah batang pohon telah dijadikan jembatan untuk menyebrangi jurang tersebut. Pohon yang dijadikan jembatan tersebut sangatlah kecil sehingga tidak dapat dilalui secara bersamaan oleh dua ekor tupai dengan selamat, apalagi oleh dua ekor kambing. Jembatan yang sangat kecil itu akan membuat orang yang paling berani pun akan menjadi ketakutan.

Tetapi kedua kambing tersebut tidak merasa ketakutan. Rasa sombong dan harga diri mereka tidak membiarkan mereka untuk mengalah dan memberikan jalan terlebih dahulu kepada kambing lainnya. Saat salah satu kambing menapakkan kakinya ke jembatan itu, kambing yang lainnya pun tidak mau mengalah dan juga menapakkan kakinya ke jembatan tersebut.

Akhirnya keduanya bertemu di tengah-tengah jembatan. Keduanya masih tidak mau mengalah dan malahan saling mendorong dengan tanduk mereka sehingga kedua kambing tersebut akhirnya jatuh ke dalam jurang dan tersapu oleh aliran air yang sangat deras di bawahnya.

Pesan Moral: Lebih baik mengalah daripada mengalami nasib sial karena keras kepala.
Kisah ini adalah bagian dari Seri Dongeng Aesop

Aesop adalah seorang pendongeng yang konon hidup 600 tahun sebelum Masehi. Dongeng-dongengnya selalu mengajarkan kebaikan atau kebijakan untuk manusia.

Cerpen : Pemerah Susu dan Embernya



Seorang wanita pemerah susu telah memerah susu dari beberapa ekor sapi dan berjalan pulang kembali dari peternakan, dengan seember susu yang dijunjungnya di atas kepalanya. Saat dia berjalan pulang, dia berpikir dan membayang-bayangkan rencananya kedepan.

"Susu yang saya perah ini sangat baik mutunya," pikirnya menghibur diri, "akan memberikan saya banyak cream untuk dibuat. Saya akan membuat mentega yang banyak dari cream itu dan menjualnya ke pasar, dan dengan uang yang saya miliki nantinya, saya akan membeli banyak telur dan menetaskannya, Sungguh sangat indah kelihatannya apabila telur-telur tersebut telah menetas dan ladangku akan dipenuhi dengan ayam-ayam muda yang sehat. Pada suatu saat, saya akan menjualnya, dan dengan uang tersebut saya akan membeli baju-baju yang cantik untuk di pakai ke pesta. Semua pemuda ganteng akan melihat ke arahku. Mereka akan datang dan mencoba merayuku, tetapi saya akan mencari pemuda yang memiliki usaha yang bagus saja!"

Ketika dia sedang memikirkan rencana-rencananya yang dirasanya sangat pandai, dia menganggukkan kepalanya dengan bangga, dan tanpa disadari, ember yang berada di kepalanya jatuh ke tanah, dan semua susu yang telah diperah mengalir tumpah ke tanah, dengan itu hilanglah semua angan-angannya tentang mentega, telur, ayam, baju baru beserta kebanggaannya.

Pesan Moral: Jangan menghitung ayam yang belum menetas.

Kisah ini adalah bagian dari Seri Dongeng Aesop

Aesop adalah seorang pendongeng yang konon hidup 600 tahun sebelum Masehi. Dongeng-dongengnya selalu mengajarkan kebaikan atau kebijakan untuk manusia.

Senin, 06 Juli 2009

Cerpen Pedagang Ikan dan Rajawali

cerpen, cerita pendek, cergam, cerita bergambar, cerita anak

Cerpen ; Pedagang Ikan dan Rajawali

Orang yang bisa menjalankan kewajiban sendiri, baru dapat mencurahkan kemampuannya. Seperti burung yang terbang di angkasa, bunyi kicauan-nya yang nyaring, jelas dan merdu, menambah dinamika kehidupan alam, inilah kewajiban dan kemampuan mereka.

Ada pun manusia, kewajibannya adalah patuh pada hukum dan disiplin diri, berkelakuan baik, sedangkan kemampuan adalah mengembangkan kecakapan intuitif melayani orang lain. Tetapi ada yang hanya ingin memamerkan kemampuan, namun tidak tahu kewajibannya, tidak mau mematuhi kewajibannya, akibatnya keluar dari prosedur dan melanggar aturan, ini sungguh merupakan hal yang sangat mengerikan!

Alkisah pada suatu masa disebuah desa, hiduplah seorang pemuda yang bermata pencaharian dengan berdagang ikan. Suatu hari seperti biasa dia berjualan ikan di ujung jalan desa, “Ikan…ikan….!” sambil berteriak dan memandang ke sekitar, mungkin ada orang yang akan lewat dan membeli dagangannya. Namun tiba-tiba, WUSS… dari angkasa seekor rajawali menukik ke bawah, dan menyambar seekor ikan dari lapaknya lalu terbang lagi ke angkasa. Dengan sangat marah pedagang ikan itu berteriak lantang “Hai kembalikan ikanku!” sambil berteriak ia mengacung-acungkan kepalan tangannya ke angkasa namun teriakannya sia-sia, ia hanya bisa memandangi rajawali itu terbang semakin jauh dan tinggi dengan sedih.

Sambil berguman, ia berkata, “sayang aku tidak punya sayap, jika punya kau tidak akan kulepaskan!” Sambil ia melangkah lemas.

Ketika dia pulang ke rumah, melewati sebuah Kuil Dicang, ia berlutut di depan kuil, berdo’a memohon pada Bodhisatwa agar menjadikannya seekor burung rajawali, agar bisa terbang ke angkasa. “ Ya Bodhisatwa yang Agung, hamba mohon jadikanlah hamba burung agar bisa terbang ke angkasa.” Sejak saat itu, setiap hari ia lewat Kuil Dicang, dan akan berdo’a dengan sepenuh hati.

Kebiasaan itu diamati oleh sekelompok pemuda yang melihat ia setiap hari berdo’a memohon pada Bodhisatwa, dan dengan rasa penasaran mereka saling membicarakannya, salah satu di antaranya berkata: “Ia berdoa setiap hari agar dapat berubah menjadi seekor rajawali agar dapat terbang ke angkasa.”

Yang lainnya lantas berkata : “Aduh! Betapa tololnya dia, mau berdoa’a sampai kapan? Lebih baik dia kita kerjain!”

Keesokan hari, mereka masuk kuil dan menunggu pedagang ikan itu datang seperti biasanya. Salah satu di antara pemuda itu bersembunyi di belakang patung Bodhisatwa. Tidak lama kemudian, pedagang ikan itu datang, seperti biasa ia sembahyang dan memohon dengan tulus, pemuda yang sembunyi di belakang patung Bodhisatwa berkata: “Kau memohon dengan begitu tulus, aku akan memenuhi keinginanmu, pergilah ke desa dan cari sebuah pohon yang paling tinggi, lalu panjatlah pohon itu.”

Pedagang ikan gembira sekali mengira benar-benar telah mendengar petunjuk Bodhisatwa, kemudian bergegas ke desa dan menemukan sebuah pohon yang paling tinggi, lalu naik ke atas pohon itu. Pohon itu benar-benar tinggi sekali. Makin naik ke atas ia semakin cemas.

Ia memanjat sampai ke puncak pohon, dan begitu melongok kebawah dalam hati ia berkata : ”Wah! Tinggi sekali! Apa benar aku bisa terbang?” Sekelompok pemuda itu datang, mereka sengaja ramai-ramai memperbincangkannya dan berteriak : “Hei!, Coba kalian lihat di atas puncak pohon itu, ada seekor rajawali besar, entah dia bisa terbang atau tidak? Kalau memang rajawali, pasti bisa terbang dong!”

Pedagang ikan itu gembira sekali, dia berpikir: “Ternyata aku telah berubah menjadi seekor Rajawali, kalau memang Rajawali, mana mungkin tidak bisa terbang?” Kemudian ia membentangkan kedua tangannya seperti sayap hendak terbang, ia membayangkan bagaimana seekor burung akan terbang, kemudian ……”UPS!” ia meloncat seperti burung hendak terbang tetapi ia ……WOOOOOO terbang ke bawah.

Tapi, kenapa bukan terbang ke atas, malah merosot jatuh ke bawah? O..ngeri sekali! Namun, sudah terlambat. Dan untung saja, ia terjatuh di antara lumpur dan rumput, hanya mengalami luka kecil.

Pemuda-pemuda itu datang menghampiri, dan mengolok-oloknya “Apa yang kalian tertawakan? Ini karena kedua sayap saya patah, bukannya tidak bisa terbang!” Kata pedagang ikan itu tak tahu malu.

Cerita ini dapat memberi kita moral:

Seseorang harus memenuhi kewajiban pribadinya, baru dapat mencurahkan kemampuannya. Jika hanya ingin mendapatkan kemampuan yang besar, namun tidak mematuhi kewajibannya, tidak tahu diri dan secara membabi buta melakukan hal yang melampaui batas kemampuan diri sendiri, itu sangat berbahaya.

Minggu, 05 Juli 2009

Cerpen Kisah Menjual Babi Sakit

Cerpen Kisah Menjual Babi Sakit

Gongsun Mu hidup pada masa Dinasti Han Timur. Ketika dia masih muda, keluarganya sangat miskin. Dia sangat ambisius, bekerja keras dan belajar Puisi Han. Pada musim semi dan gugur, ia belajar dengan tekun kita-kitab kuno seperti Hetu dan Loushu, terutama cara meramal masa akan datang. Dia juga dikenal sebagai seorang yang jujur dan baik, sehingga disegani orang lain.

Gongsun Mu memelihara babi. Ketika salah satu ekor babinya sakit, ia lalu meminta seseorang untuk menjual babi itu di pasar. Gongsun Mu berkata kepada orang tersebut, ”Jika babi itu ada yang berminat, kamu harus memberitahukan pembelinya kalau babi ini sakit, dan kamu harus menjualnya dengan harga yang murah dan pantas. Jangan menipu orang dan meminta harga yang tinggi.” Saat menawarkan babi, orang tersebut tidak memberitahu pembeli bahwa babi itu sakit dan babi itu dijual dengan harga yang sangat tinggi. Setelah mengetahui kejadian ini, Gongsun Mu segera pergi ke pasar dan mencari pembelinya. Dia memberitahu kepada pembeli itu, ”Babi ini sebenarnya sakit. Saya ingin menjualnya dengan harga rendah. Saya tidak menyangka orang tersebut menjual babi tersebut dengan harga tinggi.” Kemudian dia mengembalikan separuh uang kepada pembeli itu.


Sementera itu, ada seorang kaya-raya yang bernama Wang Zhong. Dia berkata kepada Gongsun Mu, ”Kamu dapat melakukan hal-hal yang hebat kalau kamu mempunyai uang. Saya ingin memberi kamu satu juta koin untuk berbisnis. Apa pendapatmu?” Gongsun Mu telah belajar kitab Hetu, Luoshu dan buku-buku kultivasi lainnya. Dia mengerti hukum langit dan takdir pertemuan. Dia berkata, ”Saya sangat menghargai kebaikanmu! Menjadi kaya atau miskin adalah keputusan langit. Saya akan mendapatkannya jika itu ada dalam kehidupan saya. Saya tidak boleh menerima!”


Karena Gongsun Mu mempunyai kebajikan dan kebijakan, dia direkomendasikan mempunyai “Xiao Lian”. “Xiao Lian” adalah salah satu kriteria untuk menyeleksi pejabat. Xiao bermakna penghormatan dan kasih sayang orang tua; Lian bermakna tidak dapat disuapi. Peraturan dari Pengadilan Kaisar menyatakan bahwa orang yang tidak mempunyai sifat Xiao dan Lian tidak memenuhi syarat menduduki posisi sebagai seorang pejabat.


Sejak itulah Gongsun Mu diangkat sebagai pejabat setelah lulus ujian seleksi. Ketika sebagai seorang pejabat, pencapaiannya menjadi pembicaraan dan dia sangat terkenal karena kebaikannya. Begitu juga kelima anak laki-lakinya terkenal karena kebaikan mereka. Cerita “Gongsun Mu Menjual Babi” menjadi contoh moral selama beberapa ribu tahun dan cerita tersebut membawa sanjungan terhadap kejujuran dan integritas.

Cerpen, cerita pendek, cerita lucu, cerita anak

Sabtu, 04 Juli 2009

Cerpen Keluarga Dua Centong


cerita pendek, cerpen, cerita anak

Cerita ini merupakan kisah nyata yang terjadi di Tiongkok. Pada zaman dahulu kala, terdapat sebuah desa kecil yang sederhana dan indah, namanya desa Tianhui. Disana ada seorang warga yang kaya raya, bermarga Yang. Beberapa generasi keluarga Yang adalah orang baik yang suka menolong orang lain.

Kalau menjumpai bhiksu atau pendeta agama Tao yang minta sedekah, hartawan Yang pasti akan menyajikan banyak lauk-pauk untuk mereka.

Terkadang, tetangga rumah juga datang meminjam bahan pangan padanya. Namun karena tetangganya banyak yang miskin, maka ketika mereka hendak mengembalikan bahan pangan yang dipinjaminya itu, tuan Yang tidak mau menerima. Para tetangga merasa bahwa tuan Yang sudah berbaik hati meminjamkan bahan pangan, itu sudah sangat membantu, mana boleh tidak mengembalikan? Tidak, harus dikembalikan kepadanya.

Lalu hartawan Yang memotong 2 bagian kendi besarnya, sebagian besar dan sebagian lagi kecil. Ketika tetangga datang untuk meminjam bahan pangan, tuan Yang menimbang dengan centong besar, centong demi centong bahan pangan dipinjamkannya kepada tetangga. Pada saat tetangga mengembalikan bahan pangan yang dipinjamnya itu, tuan Yang menimbangnya dengan centong kecil, hanya mengambil sedikit saja.

Waktu berlalu dan lama kelamaan, semua orang menyebutnya “Liang Piaojia” (keluarga 2 centong). Diusianya yang ke-80 musim gugur tahun itu, tanaman gandum juga telah matang, “Liang Piaojia” bermaksud hendak ke ladang untuk melihat sejenak gandumnya. Lalu, dengan terhuyung-huyung ia menopang tongkat pergi ke ladang gandumnya seorang diri. Tiba-tiba, langit tertutup oleh awan hitam, petir bergemuruh di ladang. Melihat keadaan seperti ini, dalam benak “Liang Piaojia” berpikir , “Saya sudah tua, tidak bisa jalan lagi, lebih baik mati disini saja!”

Saat itulah, Liang Piaojia mendengar satu suara keras bergema di ladangnya, “Dewa guntur, dewi petir dan naga laut, kalian dengar baik-baik, “Liang Piaojia” saat ini berada di ladang rumahnya, setitik airpun tidak boleh kalian teteskan di atas gandumnya!”

Setelah lama berlalu, hujan yang disertai petir akhirnya berhenti, “Liang Piaojia” bangun dari atas ladangnya dan begitu melihat, tidak ada setetes airpun membasahi ladang gandum tempat ia berbaring, sedangkan ladang gandum orang lain semuanya terbenam air.

Setelah “Liang Piaojia” pulang ke rumah, ia menceritakan kepada putra-putrinya tentang peristiwa yang dialaminya itu, lantas dengan disertai putra-putrinya mereka berlutut menyembah, memanjatkan puji syukur dan terimakasih atas anugerah Yang Maha Kuasa.
Nah, anak-anak, mengapa kilatan petir tidak sampai melukai hartawan Yang? Sebab seumur hidupnya ia memperlakukan orang dengan baik, selalu memikirkan kepentingan orang lain.

Pada zaman dulu di Tiongkok, orang-orang tahu mengenai prinsip bahwa baik dan jahat ada balasannya, percaya bahwa setiap hal yang dilakukan manusia, baik yang kecil maupun besar, Yang Maha Kuasa selalu melihatnya. Karena itu, semua orang berusaha berbuat hal yang baik, tidak melakukan perbuatan jahat.

Anak-anak, tahukah kalian? Bahwa di masyarakat sekarang juga banyak orang baik seperti “Liang Piaojia”, diantara mereka adalah kakek nenek, paman, bibi dan kakak yang berkultivasi Zhen, Shan, Ren (Sejati, Baik, Sabar), meskipun sekarang mereka mengalami penderitaan, namun, kelak pasti akan mendapat balasan yang baik.

Nah, anak-anak, maukah kalian menjadi anak yang baik, sabar dan membantu orang lain tanpa pamrih?

Rabu, 01 Juli 2009

Cerpen Keledai & Garam Muatanya



Cerpen: Keledai & Garam Muatanya

Seorang pedagang, menuntun keledainya untuk melewati sebuah sungai yang dangkal. Selama ini mereka telah melalui sungai tersebut tanpa pernah mengalami satu pun kecelakaan, tetapi kali ini, keledainya tergelincir dan jatuh ketika mereka berada tepat di tengah-tengah sungai tersebut. Ketika pedagang tersebut akhirnya berhasil membawa keledainya beserta muatannya ke pinggir sungai dengan selamat, kebanyakan dari garam yang dimuat oleh keledai telah meleleh dan larut ke dalam air sungai. Gembira karena merasakan muatannya telah berkurang sehingga beban yang dibawa menjadi lebih ringan, sang Keledai merasa sangat gembira ketika mereka melanjutkan perjalanan mereka.

Pada hari berikutnya, sang Pedagang kembali membawa muatan garam. Sang Keledai yang mengingat pengalamannya kemarin saat tergelincir di tengah sungai itu, dengan sengaja membiarkan dirinya tergelincir jatuh ke dalam air, dan akhirnya dia bisa mengurangi bebannya kembali dengan cara itu.

Pedagang yang merasa marah, kemudian membawa keledainya tersebut kembali ke pasar, dimana keledai tersebut di muati dengan keranjang-keranjang yang sangat besar dan berisikan spons. Ketika mereka kembali tiba di tengah sungai, sang keledai kembali dengan sengaja menjatuhkan diri, tetapi pada saat pedagang tersebut membawanya ke pinggir sungai, sang keledai menjadi sangat tidak nyaman karena harus dengan terpaksa menyeret dirinya pulang kerumah dengan beban yang sepuluh kali lipat lebih berat dari sebelumnya akibat spons yang dimuatnya menyerap air sungai.

Pesanku: Cara yang sama tidak cocok digunakan untuk segala situasi.

Cerpen Pentingnya Belajar dengan Baik


Cerpen: Pentingnya Belajar dengan Baik

Ada seorang guru privat, dia menempuh perjalanan seorang diri di tengah malam, tiba-tiba menjumpai teman yang sudah meninggal. Karena biasanya dia bernyali besar, maka diapun tidak takut.
Dengan kemauan sendiri dia bertanya kepada temannya yang sudah meninggal ini, "Anda sekarang ini hendak kemana ?"
Temannya menjawab, "Saya sekarang menjadi petugas di alam baka, sekarang hendak pergi menangani urusan di selatan desa, kebetulan kita berdua searah."
Guru privat ini lalu berjalan bersama temannya, ketika melewati sebuah rumah lama, petugas alam baka itu berkata, "Di dalam rumah ini tinggal seorang terpelajar yang berbudi luhur dan berwibawa tinggi!"
Guru swasta itu lalu bertanya, "Bagaimana Anda bisa mengetahui bahwa didalam rumah ini tinggal seorang terpelajar yang berbudi luhur dan berwibawa tinggi?"
Petugas alam baka itu menjawab, "Orang yang masih hidup, pada pagi hari karena sibuk dengan urusannya, maka intelijensinya tertutupi. Sampai pada malam hari ketika dia tidur, dan tidak berpikiran apa pun, maka Yuanshen-nya (jiwa primanya) akan nampak keluar."
"Jika dia biasa membaca buku yang baik, seperti Lun Yu dari Kong Zi, Li Sao dari Qu Yuan, Shi Ji dari Si Ma Qian dan lain-lain, maka setiap huruf yang memancarkan cahaya, akan memancar keluar dari ratusan titik akupunktur, beraneka warna dan indah cemerlang."
"Yang paling tinggi bisa berebut kilau dengan bulan dan bintang. Yang agak kurang, cahayanya bisa mencapai beberapa puluhan meter. Lebih rendah lagi, cahayanya bisa mencapai beberapa meter."
"Menurut urutan, yang paling rendah, sinar cahayanya kecil bagaikan sinar dari kunang-kunang atau lampu kecil, hanya menerangi ruangan. Pemandangan seperti ini, tidak bisa terlihat oleh orang biasa, tetapi hantu dan dewa bisa melihatnya."
Guru privat ini bertanya lagi kepada temannya, "Saya membaca buku sudah selama hampir lima puluh tahun, ketika saya tidur nyenyak pancaran sinar saya seberapa tinggi?"
Petugas alam baka tersebut agak ragu sejenak, lalu dia menjawab, "Saya kemarin lewat di depan rumahmu, Anda sedang tidur siang. Anda membaca buku memang sangat banyak tetapi yang bermutu sangat sedikit. Kebanyakan buku-buku yang Anda baca adalah jenis-jenis buku yang sesuai zaman, yang hanya untuk mencari keuntungan pribadi serta buku-buku hobi yang melemahkan tekad untuk maju."
"Setiap huruf-hurufnya berubah menjadi asap hitam, menyelubungi rumah, seperti di dalam kabut awan yang tebal, sama sekali tidak terlihat sinar cahayanya."
Setelah mendengar kata-kata ini, guru privat itu bukannya memeriksa diri dengan penuh kerendahan hati, sebaliknya dia dengan murka mencela temannya itu.
Petugas alam baka itu tidak hendak bertengkar dengan dia, ia hanya tertawa dan menghilang.
Otak manusia sama seperti sebuah penampung, bila ke dalamnya diisi oleh benda apa, maka ia akan menjadi benda itu. Karena itu harus selektif dalam membaca buku maupun menonton film. Usahakan banyak membaca buku-buku yang baik, dan jangan membaca buku-buku yang tidak baik serta yang tidak bermanfaat. Juga jangan menonton film-film yang penuh kekerasan dan yang tidak mendidik .
Untuk menjaga kemurnian jiwa dan pikiran, maka banyak membaca buku yang baik dipercaya dapat melenyapkan karma (dosa), dan menambah substansi putih (de, = pahala) pada diri kita. Orang tersebut juga akan berubah menjadi orang yang berbudi luhur. Jika dipandang dari dimensi lain, maka orang tersebut akan memancarkan cahaya yang luar biasa.
Jika terlalu banyak membaca buku yang tidak baik, maka benda-benda tidak baik juga akan banyak terisi ke dalam otak, dan orang tersebut juga akan berubah menjadi orang jahat.
Orang yang mempunyai kemampuan (mata ketiganya terbuka), maka ia dapat melihat pancaran yang dikeluarkan oleh orang tersebut adalah hawa hitam pekat yang jahat. Tentu tidak ada ruginya bila kita waspada.