Rabu, 23 Desember 2009

Si Pelit

Aesop (diucapkan Æsop, dari bahasa Yunani Αá¼´σωπος—Aisōpos) dikenal karena cerita-cerita fabel yang dianggap berasal dari dia. Berbagai macam kumpulan fabel dari Aesop masih diajarkan sebagai pendidikan moral dan digunakan sebagai subyek dari berbagai macam hiburan, khususnya dalam drama anak-anak dan kartun.

Umumnya yang kita kenal sebagai Aesop fabel adalah kumpulan cerita dari berbagai macam sumber yang berasal dari pengarang yang hidup sebelum Aesop ada.

Aesop sendiri dikatakan mengarang banyak cerita fabel yang kemudian diceritakan turun-temurun dari mulut ke mulut. Socrates (salah satu pemikir di jaman kuno) diperkirakan menghabiskan waktunya saat di penjara dengan mengubah Aesop fabel ke dalam bentuk sajak. Banyak filsuf dan pemikir-pemikir di jaman setelah Aesop menyatukan kembali kumpulan cerita tersebut di tahun 300 sebelum masehi, yang kemudian di terjemahkan ulang ke bahasa latin sekitar tahun 25 sebelum masehi oleh filsuf lain. Cerita fabel dari kedua koleksi kemudian disatukan adn diterjemahkan ulang ke bahasa Yunani kembali sekitar tahun 230 setelah masehi, dengan beberapa tambahan cerita fabel yang dimasukkan dan kemudian di terjemahkan lagi ke bahasa Arab dan bahasa lain. Kumpulan cerita tersebut selanjutnya diperkaya dengan cerita-cerita tambahan dari kebudayaaan Arab dan lainnya.

Kehidupan Aesop sendiri kurang jelas. Dia diperkirakan hidup sebagai budak (pelayan) di Samos sekitar tahun 550 SM, dan asal tempat kelahirannya pun tidak jelas, walaupun banyak negara sekarang yang mengaku bahwa Aesop lahir di negara tersebut.

Sabtu, 05 Desember 2009

Jangan Putus Ditengah Jalan

Pada periode Warring, di negara bagian Wei, hiduplah seorang pemuda bernama Leyangtsi. Ia memiliki istri yang sangat baik dan berbudi luhur, yang sangat ia cintai.

Suatu hari, Leyang menemukan uang emas dalam perjalanan pulangnya, dan ia sangat gembira berlari pulang secepat mungkin dan memberikan uang itu kepada istrinya.

Anehnya, istrinya tidak mau menerimanya dan berkata dengan lembut, “Suamiku, seorang lelaki sejati tidak pernah minum air curian. Mengapa kamu membawa pulang emas yang bukan milik kita? Pasti sang pemilik sedang kebingungan mencari-cari barang ini di tempat yang tadi ia lewati." Leyang tersentuh akan kata-kata istrinya, dan ia mengembalikan uang emas itu ke tempat tadi ditemukan.

Setahun kemudian, Leyang menempuh studi lebih lanjut ke luar daerah, sehingga istrinya tinggal sendiri di rumahnya di desa. Di tengah-tengah masa studinya, Leyang merasa sangat rindu ingin bertemu sang istri, dan ia pulang ke rumah. Istrinya sedang menenun kain di kamar dan merasa kaget saat mengetahui suaminya pulang, bertanya mengapa ia kembali begitu cepat. Suaminya menjelaskan alasannya. Istrinya menjadi marah dan mengambil gunting, diguntingnya putus setengah dari kain tenunannya yang sudah susah payah dibuatnya tadi, membuat suaminya bingung. Istrinya berkata, “Bila sesuatu dihentikan di tengah jalan, bagaikan menggunting kain yang sedang ditenun. Kain hanya dapat berguna saat ia selesai ditenun. Namun kini ia tak berharga, sama seperti sekolahmu.”

Leyang sangat tersentuh akan nasihat istrinya. Ia segera kembali melanjutkan studinya, dan tidak pulang sampai ia lulus dan mendapat pekerjaan yang baik. Kisah ini sering diceritakan di kalangan rakyat Tiongkok agar anak-cucu memiliki semangat memperjuangkan cita-cita.

selamat bercerita ya!!!!!

Rabu, 04 November 2009

Tukang Sepatu dan Liliput

Pada jaman dahulu, disebuah kota tinggal seorang Kakek dan Nenek pembuat sepatu. Mereka sangat baik hati. Si kakek yang membuat sepatu sedangkan nenek yang menjualnya. Uang yang didapat dari setiap sepatu yang terjual selalu dibelikan makanan yang banyak untuk dibagikan dan disantap oleh orang-orang jompo yang miskin dan anak kecil yang sudah tidak mempunyai orangtua. Karena itu walau sudah membanting tulang, uang mereka selalu habis. Karena uang mereka sudah habis, dengan kulit bahan sepatu yang tersisa, kakek membuat sepatu berwarna merah. Kakek berkata kepada nenek, “Kalau sepatu ini terjual, kita bisa membeli makanan untuk Hari Raya nanti.

Tak lama setelah itu, lewatlah seorang gadis kecil yang tak bersepatu di depan toko mereka. “Kasihan sekali gadis itu ! Ditengah cuaca dingin seperti ini tidak bersepatu”. Akhirnya mereka memberikan sepatu berwarna merah tersebut kepada gadis kecil itu.

“Apa boleh buat, Tuhan pasti akan menolong kita”, kata si kakek. Malam tiba, merekapun tertidur dengan nyenyaknya. Saat itu terjadi kejadian aneh. Dari hutan muncul kurcaci-kurcaci mengangkut kulit sepatu, membawanya ke rumah si kakek kemudian membuatnya menjadi sepasang sepatu yang sangat bagus. Ketika sudah selesai mereka kembali ke hutan.

Keesokan paginya kakek sangat terkejut melihat ada sepasang sepatu yang sangat hebat. Sepatu itu terjual dengan harga mahal. Dengan hasil penjualan sepatu itu mereka menyiapkan makanan dan banyak hadiah untuk dibagikan kepada anak-anak kecil pada Hari Raya. “Ini semua rahmat dari Yang Maha Kuasa”.

Malam berikutnya, terdengar suara-suara diruang kerja kakek. Kakek dan nenek lalu mengintip, dan melihat para kurcaci yang tidak mengenakan pakaian sedang membuat sepatu. “Wow”, pekik si kakek. “Ternyata yang membuatkan sepatu untuk kita adalah para kurcaci itu”. “Mereka pasti kedinginan karena tidak mengenakan pakaian”, lanjut si nenek. “Aku akan membuatkan pakaian untuk mereka sebagai tanda terima kasih”. Kemudian nenek memotongh kain, dan membuatkan baju untuk para kurcaci itu. Sedangkan kakek tidak tinggal diam. Ia pun membuatkan sepatu-sepatu mungil untup para kurcaci. Setelah selesai mereka menjajarkan sepatu dan aju para kurcaci di ruang kerjanya. Mereka juga menata meja makan, menyiapkan makanan dan kue yang lezat di atas meja.
Saat tengah malam, para kurcaci berdatangan. Betapa terkejutnya mereka melihat begitu banyaknya makanan dan hadiah di ruang kerja kakek. “Wow, pakaian yang indah !”. Merek segera mengenakan pakaian dan sepatu yang sengaja telah disiapkan kakek dan nenek. Setelah selesai menyantap makanan, mereka menari-nari dengan riang gembira. Hari-hari berikutnya para kurcaci tidak pernah dating kembali.

Tetapi sejak saat itu, sepatu-sepatu yang dibuat Kakek selalu laris terjual. Sehingga walaupun mereka selalu memberikan makan kepada orang-orang miskin dan anak yatim piatu, uang mereka masih tersisa untuk ditabung. Setelah kejadian itu semua, Kakek dan dan nenek hidup bahagia sampai akhir hayat mereka.

Selamat mendongeng ya.....

Jumat, 30 Oktober 2009

Bayangan Anjing

Seekor anjing yang mendapatkan sebuah tulang dari seseorang, berlari-lari pulang ke rumahnya secepat mungkin dengan senang hati. Ketika dia melewati sebuah jembatan yang sangat kecil, dia menunduk ke bawah dan melihat bayangan dirinya terpantul dari air di bawah jembatan itu. Anjing yang serakah ini mengira dirinya melihat seekor anjing lain membawa sebuah tulang yang lebih besar dari miliknya.

Bila saja dia berhenti untuk berpikir, dia akan tahu bahwa itu hanyalah bayangannya. Tetapi anjing itu tidak berpikir apa-apa dan malah menjatuhkan tulang yang dibawanya dan langsung melompat ke dalam sungai. Anjing serakah tersebut akhirnya dengan susah payah berenang menuju ke tepi sungai. Saat dia selamat tiba di tepi sungai, dia hanya bisa berdiri termenung dan sedih karena tulang yang di bawanya malah hilang, dia kemudian menyesali apa yang terjadi dan menyadari betapa bodohnya dirinya.

Sangatlah bodoh memiliki sifat yang serakah



Cerita anak sebelum tidur. Selamat bercerita

Kamis, 29 Oktober 2009

Timun Mas

Mbok Sirni namanya, ia seorang janda yang menginginkan seorang anak agar dapat membantunya bekerja.

Suatu hari ia didatangi oleh raksasa yang ingin memberi seorang anak dengan syarat apabila anak itu berusia enam tahun harus diserahkan keraksasa itu untuk disantap.
Mbok Sirnipun setuju. Raksasa memberinya biji mentimun agar ditanam dan dirawat setelah dua minggu diantara buah ketimun yang ditanamnya ada satu yang paling besar dan berkilau seperti emas.

Kemudian Mbok Sirni membelah buah itu dengan hati-hati. Ternyata isinya seorang bayi cantik yang diberi nama timun emas.

Pada suatu hari ada seorang gadis kecil bernama timun mas. Lambatlaun gadis itu pun tumbuh menjadi gadis jelita. Suatu hari datanglah raksasa untuk menagih janji Mbok sirni amat takut kehilangan timun emas, dia mengulur janji agar raksasa datang 2 tahun lagi, karena semakin dewasa,semakin enak untuk disantap, raksasa pun setuju.

Mbok Sirnipun semakin sayang pada timun emas, setiap kali ia teringat akan janinya hatinyapun menjadi cemas dan sedih.

Suatu malam mbok sirni bermimpi, agar anaknya selamat ia harus menemui petapa di Gunung Gundul. Paginya ia langsung pergi. Di Gunung Gundul ia bertemu seorang petapa yang memberinya 4 buah bungkusan kecil, yaitu biji mentimun, jarum, garam,dan terasi sebagai penangkal. Sesampainya dirumah diberikannya 4 bungkusan tadi kepada timun emas, dan disuruhnya timun emas berdoa.

Paginya raksasa datang lagi untuk menagih janji. Timun emaspun disuruh keluar lewat pintu belakang untuk Mbok sirni.

Raksasapun mengejarnya. Timun emaspun teringat akan bungkusannya, maka ditebarnya biji mentimun.

Sungguh ajaib, hutan menjadi ladang mentimun yang lebat buahnya. Raksasapun memakannya tapi buah timun itu malah menambah tenaga raksasa.
Lalu timun emas menaburkan jarum, dalam sekejap tumbuhlan pohon-pohon banbu yang sangat tinggi dan tajam.

Dengan kaki yang berdarah-darah raksasa terus mengejar. Timun emaspun membuka bingkisan garam dan ditaburkannya.

Seketika hutanpun menjadi lautan luas. Dengan kesakitannya raksasa dapat melewati.
Yang terakhit Timun Emas akhirnya menaburkan terasi, seketika terbentuklah lautan lumpur yang mendidih, akhirnya raksasapun mati.

" Terimakasih Tuhan, Engkau telah melindungi hambamu ini " Timun Emas mengucap syukur. Akhirnya Timun Emas dan Mbok Sirni hidup bahagia dan damai.

Sekian dongeng 1001 malam,,hehehehehe

Jumat, 09 Oktober 2009

Hubungan Raja dan Punggawa

cerita pendek, cerpen Hubungan Raja dan Punggawa



Pada masa dinasti Musim Semi dan Gugur (Th 722 SM – 481 SM). Suatu hari, raja Chu Zhuang / Chu Zhuang Wang menggelar pesta minum arak dan mengumpulkan para punggawanya. Di dalam perjamuan, raja dan bawahannya bagaikan satu keluarga, sambil meminum arak sambil menikmati tarian indah para dayang istana. Semuanya larut dalam suasana kegembiraan dan keakraban.

Tiba-tiba semua lilin padam, pada kesempatan itu ada seorang pejabat karena pengaruh alkohol telah menggoda selir Chu Zhuang Wang. Sang selir dengan emosi menarik lepas pita topi pejabat tersebut dan berniat menyerahkannya kepada sang raja begitu lilin dinyalakan lagi serta memohon raja menghukumnya.

Setelah Chu Zhuang Wang mengetahui kejadian tersebut, ia tidak ingin mempermalukan pejabat besarnya di depan umum yang selama ini penuh loyalitas dan ia berkata dengan penyesalan dalam hati : “Ini berkat aku mengundang mereka minum arak, banyak minum baru bisa terjadi kejadian semacam ini. Maka dari itu aku tidak ingin kejadian ini mempermalukan punggawaku."

Ia berkata, “Sekarang, harap kalian semua melepas pita topi masing-masing”. Pada saat api lilin kembali dinyalakan, pita topi para punggawa telah dilepas semua, tiada seorangpun yang tahu sebetulnya siapa gerangan yang telah menggoda si selir? Dan mereka melanjutkan pesta minum araknya dengan suka ria hingga tengah malam.

Beberapa tahun kemudian, telah muncul seorang jenderal besar yang gagah berani, orang ini ternyata adalah pejabat besar yang kala itu menggoda sang selir. Ia demi membalas budi tidak dihukum mati oleh sang raja, dengan gagah berani memukul musuh dan telah mengalahkan musuh dari negara Chu, demi pertahanan negara telah menyumbangkan jasa gemilang. Ini adalah perilaku prinsip yang adil diantara raja dan punggawanya, disebut Hubungan Raja dan Punggawa

Senin, 05 Oktober 2009

Delapan Dewa : Si Tongkat Besi

Ada delapan dewa yang cukup dikenal oleh masyarakat China, dan menjadi legenda dari masa ke masa. Salah satu diantaranya adalah Li Tieh Kuai (si Tongkat Besi).

Dongeng mengenai si Tongkat Besi ini banyak sekali. Ada yang mengatakan bahwa dewi Xiwangmu-lah yang menjelmakannya menjadi dewa tersebut dan dikukuhkannya sebagai pendiri agama di Donghua, lalu menghadiahi sebuah tongkat besi padanya. Versi lain mengatakan bahwa dia bernama asli Hungshui yang sering mengemis di kota, dan dihina orang, kemudian dia melempar ke udara tongkat besinya yang kemudian menjadi seekor naga terbang, dia menunggangi naganya pergi ke langit kemudian berubah menjadi dewa. Sedangkan satu versi lain mengatakan bahwa Lixuan bertemu dengan Taisang Laojun dan mendapat ajaran Dao (Tao). Cerita berikut ini adalah mengenai kisah si Tongkat Besi bertemu dengan Taisang Laojun.

Si Tongkat Besi bukanlah manusia biasa, dia berbakat dan terpelajar, berperawakan kekar, memiliki wajah tampan dan rupawan serta sopan; berperangai riang, serta menguasai ilmu tentang misteri alam semesta. Sejak muda tidak suka akan hal dan urusan duniawi, tapi mengagumi prinsip ilmu gaib dan ajaran Tao. Dia berpendapat bahwa langit dan bumi tidak nyata, hidup manusia adalah ilusi belaka. Hasrat dan keinginan serta nafsu duniawi, semuanya bagai kapak yang tajam. Baik prestasi, kekayaan, pangkat serta kedudukan tinggi itu semua adalah racun anggur yang memikat hati manusia. Walaupun agung bagaikan putra kayangan sekalipun serta kekayaannya terdapat di mana-mana, namun semua itu hanyalah awan yang melayang. Lagi pula semua itu berasal dari tiada, sehingga yang datang pun pasti akan kembali ke asalnya yang tiada, ini adalah hukum alam yang tidak berubah.

Sesungguhnya kehidupan manusia itu mempunyai lingkungan kesenangan tersendiri, buat apa harus tenggelam dalam hubungan perasaan dan menyia-nyiakan waktu. Oleh karena itu dia bertekad berkultivasi sejati. Maka berpamitlah ia kepada teman dan sanak keluarganya, pergi mencari sebuah lembah indah yang sunyi dan sepi. Disusunnya bebatuan menjadi sebuah pintu, menganyam alang-alang menjadi tikar. Menjernihkan jiwa dan membersihkan hati, bertaubat dan berlatih raga berkultivasi jiwa, lupa akan makan dan tidur, beberapa tahun pun berlalu.

Pada suatu hari, teringat olehnya bahwa nama Taisang Laojun dan ajaran Tao-nya yang tersohor dan dikenal di mana-mana itu tinggal di gunung Huasan, kenapa tidak berguru padanya? Oleh karena itu berangkatlah ia siang dan malam, menahan lapar dan haus menempuh perjalanan yang sulit, akhirnya tibalah ia digunung Huasan, dan berguru pada Taisang Laojun. Dengan ajaran intisari dan filosofi Tao yang diberikan oleh Laojun, terbukalah batin si Tongkat Besi dan sirnalah segala hal kerikatan duniawi di benaknya. Setelah meninggalkan gunung Huasan, maka si Tongkat Besi pun semakin tebal ajaran filsafat serta kokoh ilmunya.

Suatu hari, datanglah Taisang Laojun menunggang seekor bangau, mengajaknya pergi berjalan-jalan ke daerah kayangan barat selama sepuluh hari. Sepuluh hari kemudian, si Tongkat Besi berpesan kepada muridnya yang bernama Yangzi: "Roh saya akan meninggalkan tubuhku untuk pergi ke gunung Huasan sesuai dengan janji pada Taisang Laojun dan jasadku akan tinggal di sini, jika dalam waktu tujuh hari, roh saya tidak kembali ke tubuhku maka kamu boleh mengremasi tubuhku. Namun dalam tujuh hari ini, kau harus menjaganya baik-baik, jangan sampai melukainya, dan jangan sekali-sekali mengingkari kata-kataku ini". Setelah selesai berpesan, si Tongkat Besi pun duduk bermeditasi, dan rohnya meninggalkan jasadnya, untuk pergi ke dunia lain bersama Taisang Laojun.

Sang murid Yangzi yang mendapat tugas untuk menjaga jasad gurunya itu menjalankan amanat sang guru dengan baik, siang dan malam tidak melalaikannya. Sampai hari keenam, tiba-tiba datanglah seorang keluarganya dengan cepat menghampiri dan berkata dengan gugup: "Ibu sakit sangat gawat, hampir hilang kesadarannya dan hanya menunuggu dan ingin melihat kamu seorang, tolonglah cepat pulang". Yangzi menangis tersedu-sedu dan berkata: "Ibu dalam kondisi kritis, namun roh guru pun belum kunjung tiba, seandainya saya pergi meninggalkannya, siapa yang akan menjaga jasadnya nanti."

Keluarganya berkata: "Jika manusia sudah mati, maka tidak akan hidup kembali, apalagi sudah enam hari lamanya, organ tubuhnya seperti paru-paru dan hatinya pasti sudah busuk, bagaimana bisa hidup lagi, sungguh sangat bodoh kamu! Saya berpendapat bahwa gurumu pergi enam hari dan belum kembali, dia sudah berdosa karena mengingkari janjinya. Jika orang tuamu meninggal dan melayat pun kamu tidak keburu, itu akan menjadi penyesalan seumur hidup. Lebih baik segera kau perabukan jasadnya dan pulang untuk merawat ibu di rumah." Selesai mendengar, hati Yangzi pun ragu. Tapi keadaan memerlukan keputusan tegas, tidak bisa ragu-ragu lagi, turuti saja kata-kata anggota keluarganya.

Lalu Yangzi menyiapkan kayu bakar dan meletakkan jasad guru di atasnya, mempersiapkan sesaji dan kuplet duka cita, menangis sembari menyembahyangi roh gurunya itu. Dalam kuplet duka cita itu tertulis: Ibu dalam kondisi sakit parah, namun roh guru pun belum kunjung datang jua, kata-kata guru wajib untuk dilaksanakan, namun keselamatan nyawa ibu juga menjadi pertimbangan. Melepaskan ikan untuk mendapatkan telapak beruang yang mahal, sulit untuk memilih salah satu di antaranya, hanya bisa berpamitan pada roh dalam linangan air mata, selamat tinggal gunung Huasan yang tercinta. Setelah selesai berdoa dan sembahyang, maka dinyalakan api yang berkobar-kobar membakar kayu, sekejap saja jasad pun menjadi abu. Yangzi menengadah ke langit dan menangis dengan tersedu-sedu, lalu pulanglah ia menuju ke rumahnya untuk melaksanakan tugasnya sebagai anak yang berbakti. Sesampainya di rumah, ibunya telah meninggal dunia.

Di sisi lain, arwah si Tongkat Besi yang sedang bertamasya menuju ke gunung Huasan, mengikuti Taisang Laojun ke berbagai kawasan di kayangan, melewati Penglai dan Fangzhang serta tiga puluh enam gua. Dalam wisata beberapa harinya itu, banyak sekali ia mendapat ilmu dari Laojun, dan akhirnya sampailah tujuh hari seperti rencana semula, lalu ia berpamitan kepada Laojun, namun Laojun hanya tersenyum tanpa kata, kemudian membuat sebuah mazmur Buddha serta mendorongnya agar segera pulang ke jasadnya. Mazmur (catatan) itu berbunyi: "Menebah padi tidak menebah gandum, kereta berjalan ringan menelusuri jalan yang hafal; Jikalau ingin mendapat jasad kembali, harus mencari wajah yang baru."

Si Tongkat Besi pulang persis di hari ketujuh dan sesampainya di pondok rumahnya, dicarilah tubuh yang dulu dia tinggalkan, namun tidak ditemukannya, bahkan sang murid Yangzi pun sudah tidak kelihatan. Yang tampak hanyalah bekas tumpukan kayu bakar, hawa yang hangat dari sisa pembakaran itu masih mengepul, sekelilingnya sunyi senyap, saat itu baru disadari apa yang telah terjadi dengan jasadnya itu, segalanya sudah terlambat dan hanya umpatan yang bisa dilontarkan kepada murid yang mengingkari janjinya.

Maka arwah si Tongkat Besi pun bergentayangan, hanya bisa menangis siang dan malam. Suatu hari, ia melihat seseorang yang mati kelaparan, tergeletak di sisi bukit, saat itulah secara tiba-tiba teringat kembali olehnya akan mazmur Laojun sebelum berpisah dengannya: "Kalau ingin mendapatkan jasad kembali, harus mencari wajah yang baru". Eh, siapa tahu mayat yang mati kelaparan itu justru sandaran yang ia tunggu-tunggu. Kalau memang demikian, buat apa menyalahkan orang lain? Apalagi arwahnya gentayangan dan tak mempunyai sandaran hidup, mana punya waktu lama-lama untuk pilih-pilih lagi?

Singkat cerita, si Tongkat Besi pun masuk ke dalam jasad mayat itu yang masih segar, lalu berdiri. Mayat kelaparan itu berwajah dekil dan rambut kusut, telanjang dada, dia berjalan timpang dan bertongkat bambu. Jadi tampangnya yang buruk rupa dan pincang yang dilihat oleh generasi berikutnya, adalah wujud yang berasal dari tubuh mayat kelaparan itu, bukanlah wujud dari badannya yang asli. Setelah masuk ke dalam jasad itu, maka ia dapat kembali lagi memiliki kemampuan supernormal untuk melakukan berbagai hal. Disemburkan air ke tongkat bambu yang ada di tangannya dan jadilah sebuah tongkat besi lagi.

Minggu, 04 Oktober 2009

Semut dan Belalang

Cerita Pendek Semut dan Belalang

Pada siang hari di akhir musim gugur, satu keluarga semut yang telah bekerja keras sepanjang musim panas untuk mengumpulkan makanan, mengeringkan butiran-butiran gandum yang telah mereka kumpulkan selama musim panas. Saat itu seekor belalang yang kelaparan, dengan sebuah biola di tangannya datang dan memohon dengan sangat agar keluarga semut itu memberikan sedikit makan untuk dirinya.

"Apa!" teriak sang Semut dengan terkejut, "tidakkah kamu telah mengumpulkan dan menyiapkan makanan untuk musim dingin yang akan datang ini? Selama ini apa saja yang kamu lakukan sepanjang musim panas?"

"Saya tidak mempunyai waktu untuk mengumpulkan makanan," keluh sang Belalang; "Saya sangat sibuk membuat lagu, dan sebelum saya sadari, musim panas pun telah berlalu."

Semut tersebut kemudian mengangkat bahunya karena merasa gusar.

"Membuat lagu katamu ya?" kata sang Semut, "Baiklah, sekarang setelah lagu tersebut telah kamu selesaikan pada musim panas, sekarang saatnya kamu menari!" Kemudian semut-semut tersebut membalikkan badan dan melanjutkan pekerjaan mereka.

Jumat, 11 September 2009

Dewi Kecil dan Kunang-kunang


Peristiwa ini terjadi sudah sangat lama sekali, di pinggiran sebidang hutan yang luas bermukim satu keluarga petani, seorang petani dan istrinya. Mereka adalah orang-orang yang baik hati juga rajin. Maka itu, dalam sekian tahun ini mereka tidak pernah kekurangan sandang pangan, selalu dalam kehidupan tanpa rasa khawatir sedikit pun, tetapi dalam hidup mereka selalu merasakan seperti kekurangan sesuatu, membuat mereka merasa hati kurang mantap. Ternyata, mereka sampai saat itu masih belum mempunyai satu orang anak pun. Cita-cita mereka yang paling besar saat itu adalah mempunyai seorang anak, supaya bisa mencurahkan seluruh hatinya untuk mencintai si kecil ini.

Pada malam hari itu juga, sewaktu dua orang tua itu sedang siap tidur. Mereka berdua sama seperti biasanya berkata pada diri sendiri: "Hai, bila kami bisa mempunyai seorang anak yang bisa bernyanyi, berlompat-lompat alangkah baiknya! Kami begitu ingin mempunyai seorang anak." Ketika mereka dengan suara rendah meracau, tiba-tiba di dekat rumah mereka muncul sebuah sorotan cahaya yang aneh, sinar cahaya ini menerangi seluruh hutan. Pemandangan ini membuat mereka tercengang, seumur hidup mereka tinggal di sini tidak pernah melihat fenomena tersebut. "Wah, apa yang terjadi?"

Lalu mereka memutuskan untuk keluar rumah melihat apa sesungguhnya yang terjadi. Ketika menelusuri cahaya tersebut, dengan cepat ketahuan di tengah cahaya cemerlang berdiri seorang gadis kecil yang cantik. Si gadis ini sungguh cantik sekali, ia mengenakan setelan rok dan blus berwarna putih dan bersih, wajahnya bagaikan rembulan terang yang jernih dan bersinar. Di bawah selubung sinar bintang dan bulan, seluruh tubuh memancarkan cahaya putih perak. Sepasang suami-istri lansia ini tidak pernah menemui gadis secantik ini, sungguh tidak berani mempercayai mata diri sendiri!.

Tiba-tiba melihat si gadis itu berjalan perlahan-lahan hingga di depan mereka, dengan suara lembut berkata: "Saya adalah putri dari dewi surga. Saya di surga bisa melihat kehidupan kalian sehari-hari, saya tahu kalian sedang berbuat apa dan memikirkan apa saja. Saya tahu kalian adalah orang yang baik hati, jujur dan rajin, hanya keinginan mempunyai anak sudah sedemikian lama belum bisa terwujud. Saya terharu oleh ketulusan hati kalian, dengan diam-diam saya meninggalkan surga ingin menjadi putri kalian untuk satu jangka waktu." Petani tua dan istri setelah mendengarnya, masih belum percaya. "Ini apakah benar? Cita-cita kami ingin mempunyai seorang anak apakah benar telah tercapai? Lagi pula adalah seorang gadis dari surga yang begitu cantik dan menakjubkan. Apakah bukan mata sudah kabur?"

Saat itu si dewi kecil lebih mendekat lagi, "Ini benar, mata Anda tidak kabur, sekarang mari kita bersama-sama pulang." Si petani dan istri setelah mendengar perkataan dewi kecil luar biasa senangnya. Mereka dengan riang gembira membawa dewi kecil pulang. Sejak itu, istri petani setiap hari menyiapkan makanan yang lezat untuk dewi kecil, juga sering menjahit pakaian bercorak yang cantik untuknya. Mereka bersama-sama bermain dan bernyanyi. Setiap malam, istri petani duduk di samping ranjang dewi kecil membacakan buku dan menceritakan banyak dongengan yang menarik, sampai dewi kecil tertidur.

Siang hari mereka menanam bunga di taman bunga, saat musim semi tiba, taman bunga penuh dengan bunga segar yang indah cemerlang. Sejak itu, dewi kecil, petani dan istrinya hidup bahagia bersama melewatkan hari-hari dengan penuh gembira dan bahagia. Karena dewi kecil cerdas dan manis, hatinya sangat baik dan jujur, oleh sebab itu orang-orang yang tinggal di sekitarnya sangat menyukainya, terutama anak-anak semuanya senang berteman dengannya. Anak-anak mengajarkan dia nyanyian dan dendang, dan dia menyanyikan lagu-lagu yang merdu dari atas langit sana, juga menceritakan kepada mereka keajaiban dan keindahan langit. Karena ketulusan dan kebaikan hatinya, terhadap siapa pun dia selalu sangat baik, juga suka menolong siapa saja yang ditemuinya.

Hal itu berlangsung selama beberapa tahun. Hingga pada suatu hari, petani dan istrinya tiba-tiba menemukan setiap malam hari tiba, dewi kecil menjadi sangat diam. Dia selalu seorang diri duduk di undakan depan rumah menengadah langit malam. Petani dan istrinya sangat mengkhawatirkannya. Akhirnya pada suatu hari, dia berkata pada petani dan istrinya, "Beberapa tahun ini saya hidup bersama kalian merasa sangat gembira, tapi itu di luar sepengetahuan ibuku. Saya dari surga diam-diam turun kemari, hal ini di atas langit adalah tidak diperbolehkan. Sekarang ibu telah menemukan saya, saya sudah tidak bisa bersama kalian lagi, besok ibu akan menjemput saya pulang ke rumah di atas langit."

Petani dan istrinya sepertinya sudah menduga semuanya ini: Si dewi kecil adalah dewi, mana mungkin selamanya hidup bersama mereka? Tetapi begitu mendengar dewi kecil akan meninggalkan mereka, sungguh tidak tega melepaskannya, merasa datangnya terlalu dini, terlalu cepat! Mereka bertiga sama-sama merasa sangat sedih.

Dua hari kemudian bulan muncul di langit yang gelap, cahaya sinar berwarna putih perak bagaikan jembatan langit dari surga lurus menembus ke bawah, langsung menuju rumah kecil yang ditinggali dewi kecil. Si dewi kecil kaget terbangun oleh cahaya terang tersebut, dia memandang ke luar jendela mengikuti arah cahaya, di tengah cahaya terlihat ada seorang dewi perlahan-lahan turun ke bawah. Dewi kecil mengerti inilah saatnya ibu membawa dia pulang ke surga. Dia lalu memegang tangan ibunya bersama-sama terbang menuju ke "rumah" mereka yang sesungguhnya.

Karena dewi kecil sangat mencintai petani dan istrinya, dia dengan berat hati menjatuhkan selayang pandang yang terakhir ke bumi. Butiran air mata gemerlapan di wajahnya, dia sangat mengharapkan mereka bisa mengetahui, bahwa dia sangat mencintai mereka! Sebagian jiwanya telah menyatu selamanya dengan mereka! Saat itu terjadilah keajaiban, air mata dewi kecil seperti tumbuh sayap, berterbangan turun ke bawah. Mereka memantulkan cahaya, tiba-tiba semua berubah menjadi kunang-kunang yang indah. Dewi kecil mengetahui, mulai saat itu, setiap kali petani dan istrinya melihat kunang-kunang berterbangan di sekitar rumah mereka, bisa mengingatkan mereka betapa bahagianya masa-masa hidup bersama dengan dirinya.

Dia berharap kunang-kunang yang indah ini bisa membawakan keajaiban bagi kehidupan semua orang. Inilah sebabnya mengapa orang sekarang setiap melihat kunang-kunang, dalam hatinya bisa diliputi rasa cinta dan rasa menakjubkan.

Kamis, 03 September 2009

Manusia yang Memahami Bahasa Burung

Pada zaman dahulu, ada seorang pelajar yang miskin, namanya Gong Ye Chang. Ia memiliki sebuah bakat yang tidak dimiliki orang lain, yaitu bisa memahami bahasa burung.

Duduk di bawah rindangnya pohon, adalah kebiasaan yang dilakukan oleh Gong Ye Chang setiap merasa lelah sehabis belajar. Sambil istirahat menikmati suasana angin yang sepoi-sepoi, ia dengan tenang mendengarkan burung kepodang bernyanyi, burung gereja mempergunjingkan temannya, bahkan ocehan cicak yang banyak mengandung informasi, tentang di mana tempat bermain yang menyenangkan dan tempat yang ada makanan enak, terkadang juga mendengar burung gagak mencaci maki yang lain, atau pertengkaran mulut suami-istri burung kenari benar-benar sangat menarik. Acap kali ia terpukau mendengarnya, dan begitu duduk bisa seharian. Orang lain mengira ia sedang melamun!

Suatu hari, ketika Gong Ye Chang sedang siap membuat masakan di dapur, mendapati di dalam tempayan tidak ada sebutir beras pun, dan ketika sedang risau, seekor murai terbang di luar jendela, dan bertengger di atas sebuah pohon, lalu berkata: "Gong Ye Chang, Gong Ye Chang, di balik gunung ada seekor domba gemuk, kamu makan dagingnya, biar saya makan ususnya!"

Setelah Gong Ye Chang mendengarnya, tidak begitu yakin dengan ucapan murai yang nakal, mengira murai sedang mempermainkan dirinya, maka sama sekali tidak peduli. Setelah murai menunggu sejenak, dan melihat Gong Ye Chang tidak memberikan reaksi sedikit pun, lalu kembali berteriak nyaring: "Gong Ye Chang, Gong Ye Chang, di balik gunung ada seekor domba gemuk, kamu makan dagingnya, biar saya makan ususnya!"

Akhirnya Gong Ye Chang berpikir, karena tidak ada beras untuk menanak nasi juga, lebih baik melihat dulu apakah memang benar atau bohong perkataan murai itu, maka pergilah ia ke sana. Burung murai terbang di depan menunjuk jalan, dan tidak lama kemudian tibalah di balik gunung itu.

Begitu Gong Ye Chang melihat ternyata memang benar ada seekor domba gemuk yang terluka, dan mati di sana. Dengan gembira ia berkata pada murai: "Kamu benar-benar tidak membohongi saya! Dan saya pasti akan menyisakan ususnya untukmu!" Kemudian dengan menguras seluruh tenaga dibawalah domba gemuk itu pulang ke rumah.

Dengan menggunakan parang, Gong Ye Chang mengiris sepotong-potong daging domba di dapur, burung murai berteriak lagi dengan suara nyaring: "Kamu makan dagingnya, biar saya makan ususnya!" Dengan kesal Gong Ye Chang berkata: "Ya, ya, kamu pergi dulu ke tempat lain, nanti setelah kamu kembali sudah ada usus yang disediakan untukmu!" Setelah burung murai mendengarnya, lalu dengan ceria terbang dan pergi dari sana.

Gong Ye Chang membuat semenu makanan siang yang lezat dari daging domba, dan benar-benar nikmat rasanya. Ia menganggap usus domba menjijikkan, dan lupa semestinya disisakan untuk diberikan pada murai, lantas membuang seluruh ususnya ke sungai. Tidak lama kemudian, burung murai terbang kembali, dan Gong Ye Chang baru ingat semestinya menyisakan usus domba untuk burung murai. Ia segera bergegas pergi ke sungai, namun usus-usus itu sudah menghilang entah ke mana. Dan dengan terpaksa Gong Ye Chang berkata pada burung murai: "Maaf ya, saya sudah membuang usus itu, dan saya benar-benar minta maaf!" Dengan amarahnya burung murai terbang pergi meninggalkannya, dan Gong Ye Chang juga tidak begitu peduli, maka perlahan-lahan lupa akan hal itu.

Musim dingin telah tiba, dan telah beberapa hari secara berturut-turut turun salju lebat, pada hari itu salju telah berhenti, tiba-tiba Gong Ye Chang mendengar ada suara sedang berteriak di luar dapur: "Gong Ye Chang, Gong Ye Chang, di balik gunung ada seekor domba gemuk, kamu makan daging, biar saya makan ususnya!" Begitu ia menyembulkan kepala dan melihat, ternyata lagi-lagi burung murai tempo hari sedang berkata padanya di atas pohon.

Gong Ye Chang sangat gembira, ada lagi daging domba ynag bisa dinikmatinya, lalu segera bergegas mengikuti burung murai pergi ke gunung. Namun, kali ini yang terbaring di puncak gunung bukan lagi seekor domba gemuk, melainkan orang yang mati beku kedinginan. Gong Ye Chang tahu ia telah ditipu oleh murai, sangat marah, namun sejak dini burung murai telah pergi. Ia melihat orang itu sudah tidak bernapas, apa daya, mau tidak mau ia pulang ke rumah.

Sore hari, tiba-tiba dua orang dari pengadilan pergi ke rumah Gong Ye Chang, menangkap dan membawanya pergi. Karena ada orang menemukan orang mati itu di balik gunung, dan ada yang melihat Gong Ye Chang seorang diri pergi ke gunung, lalu turun lagi, karenanya pejabat kabupaten menganggap bahwa orang yang mati di balik gunung itu dicelakai oleh Gong Ye Chang.

Gong Ye Chang membela diri dengan mengatakan: "Ketika saya ke sana, orang itu telah mati!"

Dengan marah pejabat kabupaten mengatakan: "Di musim salju yang lebat, apa yang kamu lakukan di atas gunung sana? Apalagi hanya ada jejak kakimu di atas gunung itu, jika bukan kamu yang mencelakai, lalu siapa?"

Gong Ye Chang tidak berdaya, terpaksa secara terperinci menceritakan pada pejabat kabupaten mengenai perkataan si burung murai, namun pejabat kabupaten sama sekali tidak percaya, ia menggebrak meja dan berkata: "Mana ada orang yang mengerti perkataan burung? Saya telah hidup setua ini, sama sekali tidak pernah mendengar ada hal demikian!" Lalu, pejabat kabupaten memenjarakan Gong Ye Chang.

Gong Ye Chang tahu, bahwa semua ini dikarenakan ia telah lupa menyisakan usus domba yang gemuk pada si burung murai, karenanya burung murai sengaja mencelakainya. Namun, ia juga tidak tahu bagaimana caranya agar supaya dapat membuat pejabat kabupaten itu percaya dengan kata-katanya.

Di dalam penjara begitu rapat dan ketat, hanya terbuka sebuah jendela kecil di atas tembok yang sangat tinggi. Gong Ye Chang melihat acap kali ada burung gereja terbang ke sana kemari di luar jendela, maka sering kali mendengar kata-kata burung gereja di bawah jendela, sehingga dengan demikian, hidupnya juga tidak merasa sedih.

Suatu hari, Gong Ye Chang mendengar seekor burung gereja berkata berisik: "Ayo, semua cepat kemari! Saya beritahu kalian sebuah kabar gembira! Di atas jembatan gerbang timur ada sebuah kereta sapi terbalik yang dipenuhi dengan muatan gabah, gabah-gabah itu bertebaran seladang! Ayo semuanya bergegas makan di sana!" Sambil berkata, segerombolan burung gereja semuanya terbang berlalu menuju ke sasarannya.

Begitu mendengar, Gong Ye Chang lantas segera berkata pada orang yang mengawasinya: "Segerombolan burung-burung gereja yang terbang pergi itu semuanya hendak ke jembatan gerbang timur untuk makan gabah. Kamu bergegas melapor pada pembesar kabupaten, agar ia mengutus seseorang ke gerbang jembatan timur untuk melihat-lihat, dan jika memang benar-benar ada sebuah kereta sapi terbalik yang dipenuhi dengan muatan gabah, maka bisa membuktikan bahwa saya mengerti perkataan burung."

Meskipun pejabat kabupaten tidak percaya dengan perkataan Gong Ye Chang, namun tetap mengutus orang pergi ke gerbang jembatan timur untuk melihat-lihat, dan ternyata, di sana memang benar-benar ada sebuah kereta sapi terbalik, dan gabah bertebaran seladang, segerombolan burung gereja sedang bersuka ria berebut mendahului burung lainnya mematuk gabah.

Akhirnya pejabat kabupaten percaya bahwa Gong Ye Chang memang benar-benar mengerti bahasa burung, juga percaya akan cerita mengenai si burung murai, dan setelah mengetahui bahwa orang yang mati di atas gunung itu sama sekali bukan dicelakai oleh Gong Ye Chang, lalu melepaskannya.

Setelah Gong Ye Chang pulang ke rumah, banyak sekali tetanga maupun teman-temannya secara berturut-turut datang menjenguknya. Dengan berkeluh kesah Gong Ye Chang berkata pada semua orang: "Setelah saya dipenjara, telah memahami sebuah kebenaran, yaitu bukan saja harus memegang janji terhadap manusia, bahkan terhadap burung pun harus memegang janjinya!


Kisah fabel ini tersebar luas. Dalam kisah itu, Gong Ye Chang tidak menepati janjinya terhadap burung, sehingga mendatangkan bencana yang tak terpikirkan, dari kisah ini jelaslah, bahwa terhadap burung pun harus menepati janjinya, apalagi terhadap manusia? Dan dalam realita kehidupan, Gong Ye Chang adalah seorang arif bijaksana, bukan saja murid Konghucu tetapi juga menantunya!

Rabu, 02 September 2009

Perangkap tikus



Seekor tikus
mengintip lewat sebuah celah ditembok untuk mengamati sang petani dan istrinya membuka sebuah bungkusan. Ada makanan apa kiranya? Ia terkejut sekali, ternyata itu jebakan tikus. Lari kembali ke ladang pertanian itu, tikus itu meneriakkan peringatan: "Awas! Ada jebakan tikus di dalam rumah. Awas! ada jebakan tikus di dalam rumah!"

Sang ayam tenang-tenang berkokok dan sambil tetap menggaruk tanah, mengangkat kepalanya dan berkata, "Ya, ya.. maafkan aku, pak Tikus, aku tahu ini memang urusan gawat bagi anda, tapi kan buat aku pribadi tak ada pengaruhnya. Jangan bikin aku pusinglah."

Tikus berbalik dan pergi menuju sang babi, katanya, "Ada jebakan tikus di dalam rumah, sebuah perangkap tikus dirumah!" "Wah, aku menyesal dengar kabar ini," si babi menghibur dengan penuh simpati, "tetapi tak ada sesuatupun yang bisa kulakukan kecuali berdoa. Yakinlah, kamu ada dalam doa-doaku!"

Tikus kemudian berbelok menuju si sapi. Sapi inipun berujar sinis, "Seperti apa ya pak Tikus sebuah jebakan tikus? Jadi saya dalam bahaya besar ya?"

Jadi tikus itu kembalilah kerumah, kepala tertunduk dan merasa begitu patah hati, kesal dan sedih, menghadapi jebakan tikus sendiri.

Malam itu juga terdengar sebuah suara menggema diseluruh rumah, seperti bunyi jebakan tikus yang berhasil menangkap korbannya. Istri petani berlari pergi melihat apa yang terperangkap. Di kegelapan itu ia tak bisa melihat bahwa yang terjebak adalah ekor ular amat berbisa. Ular itu sempat mematuk tangan istri petani itu.

Petani itu bergegas membawanya ke rumah sakit. Ia kembali ke rumah dengan demam. Sudah umum setiap orang akan menangani demam panas dengan memberikan sop ayam segar, jadi petani itu pun mengambil goloknya dan pergilah ia ke lahan belakang mencari bahan pokok untuk sopnya itu.

Penyakit istrinya berlanjut sehingga teman-temannya maupun para tetangganya datang duduk-duduk menjenguk, dari jam ke jam selalu berdatangan para tamu. Petani itupun menyembelih babinya untuk memberi makan para pengunjung itu.

Istri petani itu tak kunjung sembuh. Ia meninggal, jadi makin banyak lagi orang yang datang untuk pemakamannya sehingga petani itu terpaksa menjagal sapinya agar bisa menjamu orang yang datang.

Moral kisah ini: Bila kau mendengar ada seseorang yang menghadapi problem dan kau pikir itu tak berurusan denganmu, ingatlah bahwa apabila ada jebakan tikus didalam rumah, seluruh lahan pertanian ikut menanggung resikonya. Tanggap atas kesulitan orang lain akan "menyelamatkan semuanya"

Selasa, 01 September 2009

Mancian di Danau Singkarak

Cerita pendek, Cerita cinta, Cerpen , Cerita misteri, Cerita bergambar, cerita cinta

Mancian di Danau Singkarak


Waktu malam minggu,sakitar jam sabaleh malam..,awak baduo samo Zikra kawan awak manciang di Danau Singkarak.., aia danau sadang riak-riak.., sakitar satu jam kami mamanciang indak ado dapek lauk nyo do.,umpan lah abih.,.

Indak Lamo kamudian tibo lah urang dari Pakan Baru singgah untuk mamanciang di tampek kami tu,kiro-kiro ado sakitar 6 urang nyo. Anak jo bini nyo sato lo mamanciang malam- malam tu..

"Lah ado Dapek ikan Diak..??",kato salah surang laki-laki tadi.

"Alun ado lai Da...", Jawek si Zikra.

"Dari caliak caro nyo mamanciang urang ko dak biaso manciang di danau do Zik..??"kato awak ka si Zikra.

"ba a tu ..??"

"caliak lah bini urang tu....,mamanciang disiko batu - batu nyo sagadang godok,,apuang-apuang nyo pake bola karah-karah sagadang godok lo."

"huakak...kahh...kah...ado ado se mah..."

Lah sakitar tigo jam mamanciang indak yo dapek ikan do ..,umpan kami lah abih.Jadi kami cuma mangawanan urang Pakan Baru tu mamanciang lai.

Indak lamo panciang salah sorang laki-laki tadi panciang nyo dibanam an apuang-apuang nyo,

"Eh lai mah Da...,"kato Zikra.

"yo...gadang takah nyo mah.,,kareh unyuik nyo..."

Bakumpualah keluarga nyo disitu untuk mancaliak hasil yang didapek an.

"Ayo ..Pa..jaan ampe lapeh Pa..",kato bini Uda tu.

Tali panciang digulung taruih, ampiang sampai ditapian lai..lah mulai nampak mangkilek-kilek.

Tau tau nyo sampai panciang diangkek,tapampang lah softek yang lakek dimato panciang paja tadi.

"Aduh...,mimpi a den samalam...,,ado darah lo lai...",kato laki-laki tadi.

Awak samo Zikra payah manahan galak.... keluarganyo galak bacampua sadiah.

Selasa, 25 Agustus 2009

Sang Raja dan Burung Kecil


Cerita pendek, Cerita cinta, Cerpen , Cerita misteri, Cerita bergambar, cerita cinta

Ada sebuah cerita kuno di India. Pada suatu siang hari, beberapa orang dewasa sedang mengobrol dengan santai di bawah pohon yang rindang. Tiba-tiba terdengar suara burung dengan nada sedih yang sedang berusaha terbang sekuat tenaga. Ketika dilihat seekor burung kecil terbang rendah sekali, sebentar jatuh dan terbang lagi, tetapi sama sekali tidak berhasil, tampak menderita sekali.

Di belakang burung kecil itu, ada sekelompok anak sedang mengejarnya dengan riang gembira, sementara para orang dewasa hanya tertawa terbahak-bahak dianggapnya itu mainan yang lucu. Nah, pada saat itulah muncul orang tua yang berpakai baju putih mendekati dan menghalangi anak-anak yang mengejarnya, dan berjongkok mengambil burung kecil itu pelan-pelan dengan kedua tangan.

Oh! Sayap burung itu ternyata diikat dengan tali dan di ujung tali terikat satu biji batu, pantas burung itu tidak dapat terbang! Orang berbaju putih itu merasa kasihan pada burung kecil itu. "Burung itu punya kami, pulangkan kepada kami," kata anak-anak itu dengan nada kurang sopan. Tapi, orang berbaju putih itu berujar, "Aku akan membeli burung ini, berapa harganya?" Mendengar uang, anak-anak itu sangat gembira dan menjualnya kepada orang itu. Orang berbaju putih tersebut dengan penuh belas kasih membuka talinya dan melepaskannya, burung itu terbang berputar-putar di atas kepalanya dengan riang seolah ingin mengucapkan terima kasih.

Selanjutnya, orang berbaju putih ini mengelus kepala anak-anak itu: "Lihatlah anak-anak, burung kecil itu terbang bebas dan bernyanyi gembira, ini indah sekali bukan? Setiap jiwa pun mempunyai harga dan hak untuk hidup, ini adalah jiwa yang indah di dalam langit bumi." Anak-anak itu hanya menundukkan kepala, dan orang-orang dewasa yang di samping itu juga merasa malu. Orang berbaju putih sekali lagi mengelus kepala setiap anak, lalu pergi. Mereka melihat bayang-bayang di belakangnya, terdapat kelapangan dada yang luar biasa, dengan kelembutannya bertutur. Tiba-tiba seorang anak berujar, "Aku ingat! Beliau adalah sang raja kami."

Saat itu adalah zaman kerajaan di mana rajanya seorang penganut agama Buddha yang taat, rakyatnya disayang seperti anaknya sendiri, sering memakai berbaju putih, masuk ke perkampungan penduduk untuk memahami keadaan rakyat, dan sering menolong orang yang susah. Sebagai sesama, kita berusaha memahami jiwa yang indah, dan juga harus selalu bermurah hati kepada orang yang membutuhkan pertolongan, serta memupuk kasih sayang kepada semua jiwa.

Minggu, 09 Agustus 2009

Ingin???

WAAaahhh seru ni untuk dibaca,,,

Kejadian ini bermula ketika secara tak sengaja aku berpapasan dengan tukang Mie Ayam keliling yang biasa beredar di depan rumah. Siang itu, kulihat dia tengah berasyik masyuk di pinggir jalan, cekikikan sambil melihat sesuatu yang ada di tangannya. Bahkan saking asiknya, gerobak mie ayam itu ditinggalkannya begitu saja, seakan mengundang pemulung jail untuk mengangkutnya

Karena penasaran, diriku pun bertanya…

“Mas Jason…” (panggil saja demikian, karena dia sering dipanggil Son ama pelanggannya) “Son… mie ayamnya siji maning sooon…, sedang apa kok asik bener di pojokan?” tanyaku.

“Eh mas ganteng… (satu hal yang aku suka dari Jason adalah: Orangnya suka bicara Jujur!), ini mas, lagi update status!!…”

WADEZIG!!!

“Weehhh… njenengan fesbukan juga to??” tanyaku heran.

“Ya iyalah mas… hareee geneee ga fesbukan?!? Lagian kan lumayan juga buat menjaring pelanggan lewat fesbuk, kata pak Hermawan Kertajaya kan dalam berdagang kita harus selalu melakukan diferensiasi termasuk dalam hal pemasaran mas…”

GLEK!! Kalah gw! Gw yang sering naik Kereta ke jawa aja gak tau kalo ada yang namanya Hermawan Kereta Jaya.

“Emang mas statusnya apa?” tanyaku penasaran.

“Nih mas aku bacain: Promo Mie Ayam, beli dua gratis satu mangkok, beli tiga gratis nambah kuah, beli empat gratis timbang badan… takutnya anda obesitas… segera saya tunggu di gang Jengkol, depan tengkulak Beras Mpok Hepi. Mie Ayam Jason : Melayani dengan Hati… ampela, usus dan jeroan ayam lainnya…”

GUBRAK!!!

Dua kosong untuk mas Jason…

Gw yang udah lama fesbukan aja gak bisa bikin status se-atraktif dia.

Tapi ada yang aneh pas kulirik ke henpon yang dia pake, aku kira henponnya blekberi atau minimal nokia seri baru yang uda bisa pake internetan. Selidik punya selidik, ternyataa… henponnya lawas bin jadul… HP yang masih monokrom, suara belum poliponik, dan masih pake antena luar kayak radio AM.

“Mas, tapi kok bisa update fesbuk pake henpon sederhana gitu? (bahasa halusnya henpon lawas) Gimana caranya??”

“Owwh… gampang mas, saya tinggal nulis statusnya lewat SMS lalu kirim ke Tri?” jawab dia datar.

“Ohh… mas nya pake Kartu Three ya? Yang gratis internetan itu?”

“Bukaaaan mas, Tri itu lengkapnya Tri Ambarwati… Dia itu pacar saya, sama-sama dari Tegal, yang kerjaannya jagain Warnet 24 Jam! Jadi kalo butuh update, tinggal sms dia aja nanti dia yang gantiin status saya, lha wong dia tiap hari di depan komputer jagain warnet. Paling sebagai balesannya saya gratisin mie ayam seminggu sekali… murah to…”

Mendadak kepalaku pusing…

Bagaikan menderita dehidrasi akut sekaligus hipotermia tingkat tiga, aku limbung mendengar jawaban spektakuler dari mas Jason…

BRUK!!

“Lho mas… mas… jadi beli mie ayam ndak… kepriben iki?”

MAU UPDATE STATUS GRATIS?
PAKE TRI!
MAU???

Jumat, 07 Agustus 2009

Cerita serem

waahhh,,,,,,,,, serem...

Menurut para ulama, mayat yg sdh dikubur dalam tanah atau dimana saja, arwahnya saling mengunjungi satu sama lain, serta menanyakan kabar tentang keluarga dan teman yg sdh dikubur lebih dulu.

Arwah pendatang baru, menanyakan kepada seniornya, kemana fulan bin fulan. Arwah seniornya menjawab bahwa fulan ada ditempat ini dan itu. Tapiiii... jika arwah yg ditanya tidak ada, berarti arwah tsb berada dikerak neraka.

Pernah seorang syufi tidur dan bermimpi, dalam mimpinya sang syufi itu bertanya kepada rekannya yg lebih dulu meninggal. Wahai fulan... jika didalam kubur kita bisa mengunjungi satu sama lain, apakah itu berbentuk jasad. Sahabat syufi itu menjawab yang saling mengunjungi itu berbentuk ruh sedangkan jasadnya sdh hancur lebur.

Lalu bagaimana dengan adanya berbagai penampakan orang yg sudah mati seperti bunuh diri, kecelakaan, pembunuhan dll serta adanya setan, kuntilanak, tuyul, gondoruwo dll. Kata alim ulama, penampakan itu sesungguhnya ulah jin, yg bisa mengubah bentuk. Sedangkan setan, tuyul dan dsb adalah golongan jin juga.
Mohon koreksi dan responnya......
Biar pengetahuan kita banyak tentang hal2 gaib....
oceeee.

Sabtu, 01 Agustus 2009

Ingin????

Kejadian ini bermula ketika secara tak sengaja aku berpapasan dengan tukang Mie Ayam keliling yang biasa beredar di depan rumah. Siang itu, kulihat dia tengah berasyik masyuk di pinggir jalan, cekikikan sambil melihat sesuatu yang ada di tangannya. Bahkan saking asiknya, gerobak mie ayam itu ditinggalkannya begitu saja, seakan mengundang pemulung jail untuk mengangkutnya

Karena penasaran, diriku pun bertanya…

“Mas Jason…” (panggil saja demikian, karena dia sering dipanggil Son ama pelanggannya) “Son… mie ayamnya siji maning sooon…, sedang apa kok asik bener di pojokan?” tanyaku.

“Eh mas ganteng… (satu hal yang aku suka dari Jason adalah: Orangnya suka bicara Jujur!), ini mas, lagi update status!!…”

WADEZIG!!!

“Weehhh… njenengan fesbukan juga to??” tanyaku heran.

“Ya iyalah mas… hareee geneee ga fesbukan?!? Lagian kan lumayan juga buat menjaring pelanggan lewat fesbuk, kata pak Hermawan Kertajaya kan dalam berdagang kita harus selalu melakukan diferensiasi termasuk dalam hal pemasaran mas…”

GLEK!! Kalah gw! Gw yang sering naik Kereta ke jawa aja gak tau kalo ada yang namanya Hermawan Kereta Jaya.

“Emang mas statusnya apa?” tanyaku penasaran.

“Nih mas aku bacain: Promo Mie Ayam, beli dua gratis satu mangkok, beli tiga gratis nambah kuah, beli empat gratis timbang badan… takutnya anda obesitas… segera saya tunggu di gang Jengkol, depan tengkulak Beras Mpok Hepi. Mie Ayam Jason : Melayani dengan Hati… ampela, usus dan jeroan ayam lainnya…”

GUBRAK!!!

Dua kosong untuk mas Jason…

Gw yang udah lama fesbukan aja gak bisa bikin status se-atraktif dia.

Tapi ada yang aneh pas kulirik ke henpon yang dia pake, aku kira henponnya blekberi atau minimal nokia seri baru yang uda bisa pake internetan. Selidik punya selidik, ternyataa… henponnya lawas bin jadul… HP yang masih monokrom, suara belum poliponik, dan masih pake antena luar kayak radio AM.

“Mas, tapi kok bisa update fesbuk pake henpon sederhana gitu? (bahasa halusnya henpon lawas) Gimana caranya??”

“Owwh… gampang mas, saya tinggal nulis statusnya lewat SMS lalu kirim ke Tri?” jawab dia datar.

“Ohh… mas nya pake Kartu Three ya? Yang gratis internetan itu?”

“Bukaaaan mas, Tri itu lengkapnya Tri Ambarwati… Dia itu pacar saya, sama-sama dari Tegal, yang kerjaannya jagain Warnet 24 Jam! Jadi kalo butuh update, tinggal sms dia aja nanti dia yang gantiin status saya, lha wong dia tiap hari di depan komputer jagain warnet. Paling sebagai balesannya saya gratisin mie ayam seminggu sekali… murah to…”

Mendadak kepalaku pusing…

Bagaikan menderita dehidrasi akut sekaligus hipotermia tingkat tiga, aku limbung mendengar jawaban spektakuler dari mas Jason…

BRUK!!

“Lho mas… mas… jadi beli mie ayam ndak… kepriben iki?”

MAU UPDATE STATUS GRATIS?
PAKE TRI!
MAU???

Sabtu, 25 Juli 2009

Puisi Cinta

Sayang selasih tidak berbunga
Engganlah kumbang untuk menyapa
Sayang kekasih tidak setia
Badan merana kini jadinya
Di sana sini bunga pun kembang
Senanglah kumbang tinggal memilih
Putuslah sudah kasih dan sayang
Jangan di harap dia kembali

Sungguh malangnya hidupmu bunga
Janganlah layu sebelum kembang
Tentulah diri akan merana
Karena bunga tiada berdaya

Bunga yang malang jaga dirimu
Jangan lah layu sebelum kembang
Pupuklah iman dalam hatimu
Kalau kau layu di buang orang.

Ukir-ukir lah si kayu jati,jadikanlah sebuah jambangan
Pikir-pikir sebelum terjadi,janganlah menyesal kemudian,

Jumat, 24 Juli 2009

Arti dan sejarah Cinta

Arti cinta, Kadang - kadang juga cinta itu ada artinya, biasa juga tidak ada artinya,,, tp kita tdak bisa hidup tanpa cinta rasanya hambar,, seperti makan dgn makan sayur tanpa garam gak enak,,,

Cinta-Arti dan sejarah Cinta

Cerita cinta mau sharing dikit nih dengan teman-teman cerita cinta semua. Saya yakin banyak yang sudah mengetahui arti dari cinta, dan makna dari beberapa huruf yang dirangkai menjadi sebuah kata, yaitu "cinta". Sebelumnya saya sudah pernah menuliskan tentang arti cinta dan makna dari cinta.
Di sana saya menuliskan bahwa arti cinta itu adalah blalaalalla...dan blaalalaa. Dan saya yakin setiap orang mempunyai pendapat lain tentang cinta, bener ga?. Sekarang coba kamu pikirkan dalam hati kamu apa sebenarnya arti dari cinta. Pasti banyak kata-kata yang keluar dari pikiran kamu tadi. Salah satu contohnya "cinta adalah suatu yang tidak bisa dilihat tapi tak bisa dirasakan. Tapi tahukah kamu sejarah cinta itu? (ini bukan lirik lagunya mbah surip loh wkeekekek). Nah kalau yang ini saya yakin banyak yang kurang tahu..

Awal mula cinta ada

Pendapat boleh berbeda-beda loh. Menurut saya, cinta itu ada ketika diciptakannya suatu perbedaan, suatu lawan, suatu yang berlainan tapi saling melengkapi. Ketika itu mata melihat dan hati merasakan. Jauh beberapa ribu atau jutaan tahun yang lalu seorang manusia diciptakan
ke bumi, semua kekayaan, kesenangan, dan kekuatan dimilikinya. Tapi ia tetap merasa sepi dan sunyi. Hingga pemilik alam ini mencipkatan suatu yang beda dari dirinya, suatu yang membuatnya lemah. Itulah seorang yang disebut hawa (Hawa berarti kemauan dan keingingan).

Dua manusia ini saling menghargai walaupun mereka berbeda, saling menyayangi walaupun mereka tak sama. Saya yakin kalian sudah tahu dengan dua manusia ini, ya mereka adalah adam dan hawa. Kenapa saya berani mengatakan bahwa cinta itu berasal dari kisah di atas?, padahal mereka tidak mengerti tentang cinta!. Karena cinta itu tak perlu diartikan dan kita tak perlu mengerti untuk bisa merasakan cinta, dan cinta itu tak perlu dipaksakan karena akan datang dengan sendirinya.

Nah sebagai cucu dari Adam dan Hawa seharusnya kita menjaga tradisi tersebut. Jangan pernah lemah terhadap cinta apalagi memaksakannya. Lebih baik kita menjalankannya dengan penuh keiklasan, dan cinta itu akan berjalan lebih baik dan akan menemukan yang sebenarnya.
Knpa ya Selalu cinta, cinta, cinta dan cinta didunia ini,,, Kita juga gak bisa hidup tanpa cinta.

Kamis, 23 Juli 2009

Cinta, cinta, cinta dan cinta


Alkisah, di suatu pulau kecil tinggallah berbagai benda abstrak ada CINTA, kesedihan, kegembiraan, kekayaan, kecantikan dan sebagainya. Mereka hidup berdampingan dengan baik. Namun suatu ketika, datang badai menghempas pulau kecil itu dan air laut tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan pulau itu.

Semua penghuni pulau cepat-cepat berusaha menyelamatkan diri. CINTA sangat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tidak mempunyai perahu. Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan. Sementara itu air semakin naik membasahi kakinya.

Tak lama CINTA melihat kekayaan sedang mengayuh perahu, “Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!,” teriak CINTA “Aduh! Maaf, CINTA!,” kata kekayaan “Aku tak dapat membawamu serta nanti perahu ini tenggelam. Lagipula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini.” Lalu kekayaan cepat-cepat pergi mengayuh perahunya. CINTA sedih sekali, namun kemudian dilihatnya kegembiraan lewat dengan perahunya. “Kegembiraan! Tolong aku!,” teriak CINTA. Namun kegembiraan terlalu gembira karena ia menemukan perahu sehingga ia tak dapat mendengar teriakan CINTA. Air semakin tinggi membasahi CINTA sampai ke pinggang dan CINTA semakin panik.

Tak lama lewatlah kecantikan “Kecantikan! Bawalah aku bersamamu!,” teriak CINTA “Wah, CINTA kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu pergi. Nanti kau mengotori perahuku yang indah ini,” sahut kecantikan. CINTA sedih sekali mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itulah lewat kesedihan “Oh kesedihan, bawlah aku bersamamu!,” kata CINTA. “Maaf CINTA. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja..,” kata kesedihan sambil terus mengayuh perahunya. CINTA putus asa.

Ia merasakan air makin naik dan akan menenggelamkannya. Pada saat kritis itulah tiba-tiba terdengar suara “CINTA! Mari cepat naik ke perahuku!” CINTA menoleh ke arah suara itu dan cepat-cepat naik ke perahu itu, tepat sebelum air menenggelamkannya. Di pulau terdekat, CINTA turun dan perahu itu langsung pergi lagi. Pada saat itu barulah CINTA sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa yang menolongnya. CINTA segera bertanya pada penduduk pulau itu. “Yang tadi adalah WAKTU,” kata penduduk itu “Tapi, mengapa ia menyelamatkan aku? Aku tidak mengenalinya. Bahkan teman-temanku yang mengenalku pun enggan menolong” tanya CINTA heran “Sebab HANYA WAKTULAH YANG TAHU BERAPA NILAI SESUNGGUHNYA DARI CINTA ITU”

Rabu, 22 Juli 2009

Kisah cinta

Namaku Linda dan aku memiliki sebuah kisah cinta yang memberikanku sebuah pengajaran tentangnya. Ini bukanlah sebuah kisah cinta hebat dan mengagumkan seperti dalam novel-novel romantis, tetapi tetap bagiku ia adalah kisah yang jauh lebih mengagumkan dari semua novela tersebut.
Ini adalah kisah cinta ayahku, Mohammed Huda Alhabsyi dan ibuku, Yasmine Ghauri. Mereka bertemu di sebuah majlis resepsi pernikahan dan kata ayahku dia jatuh cinta pada pandangan pertama ketika ibuku masuk ke dalam ruangan. Saat itu dia tahu, inilah wanita yang akan dikahwininya. Ia menjadi kenyataan dan mereka telah bernikah selama 40 tahun dengan tiga orang anak. Aku anak sulung, telah berkahwin dan memberikan mereka dua orang cucu. Ibu bapaku hidup bahagia dan selama bertahun-tahun telah menjadi ibu bapa yang sangat baik bagi kami, membimbing kami dengan penuh cinta kasih dan kebijaksanaan.
Aku teringat suatu hari ketika aku masih berusia belasan tahun. Beberapa jiran kami mengajak ibuku pergi ke pembukaan pasaraya yang menjual alat-alat keperluan rumah tangga. Mereka mengatakan hari pembukaan adalah waktu terbaik untuk berbelanja barang keperluan kerana barang sangat murah dengan kualiti yang berpatutan.
Tapi ibuku menolaknya kerana ayahku sebentar lagi akan pulang dari kerja. Kata ibuku,”Ibu tak akan pernah meninggalkan ayahmu sendirian”.
Perkara itu yang selalu ditegaskan oleh ibuku kepadaku. Apapun yang terjadi, sebagai seorang wanita, aku wajib bersikap baik terhadap suamiku dan selalu menemaninya dalam keadaan apapun, baik miskin, kaya, sihat mahupun sakit. Seorang wanita harus menjadi teman hidup suaminya. Banyak orang tertawa mendengar hal itu. Menurut mereka, itu hanyalah lafaz janji pernikahan, omongan kosong belaka. Tapi aku tetap mempercayai nasihat ibuku.
Sampai suatu hari, bertahun-tahun kemudian, kami sekeluarga mengalami berita duka. Setelah ulang tahun ibuku yang ke-59, ibuku terjatuh di kamar mandi dan menjadi lumpuh. Doktor mengatakan kalau saraf tulang belakang ibuku tidak berfungsi lagi, dia harus menghabiskan sisa hidupnya di pembaringan.
Ayahku, seorang lelaki yang masih sihat di usia tuanya. Tetapi dia tetap setia merawat ibuku, menyuapinya, bercerita segala hal dan membisikkan kata-kata cinta pada ibu. Ayahku tak pernah meninggalkannya. Selama bertahun-tahun, hampir setiap hari ayahku selalu menemaninya. Ayahku pernah mengilatkan kuku tangan ibuku, dan ketika ibuku bertanya ,”Untuk apa kau lakukan itu? Aku sudah sangat tua dan hodoh sekali”.
Ayahku menjawab, “Aku ingin kau tetap merasa cantik”.
Begitulah pekerjaan ayahku sehari-hari, merawat ibuku dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.
Suatu hari ibu berkata padaku sambil tersenyum,”Kau tahu, Linda. Ayahmu tak akan pernah meninggalkan aku…kau tahu kenapa?”
Aku menggeleng, dan ibuku berkata, “Kerana aku tak pernah meninggalkannya…”
Itulah kisah cinta ayahku, Mohammed Huda Alhabsyi dan Ibuku, Yasmine Ghauri, mereka memberikan kami anak-anaknya pelajaran tentang tanggungjawab, kesetiaan, rasa hormat, saling menghargai, kebersamaan, dan cinta kasih. Bukan dengan kata-kata, tapi mereka memberikan contoh dari kehidupannya.

Selasa, 21 Juli 2009

Memandang Api dari Seberang Pantai

Di masa negara-negara sedang berperang (Tiongkok kuno), terdapat seorang penasehat terkenal bernama Chen Zheng. Suatu hari, ketika Chen Zheng mengunjungi negara Qian, Kaisar Qian Huei mengambil kesempatan meminta nasehat pada Chen Zheng tentang apakah beliau harus campur tangan sebagai wasit dalam konflik antara negara Han dan Wei. Chen Zheng lalu bercerita pada Kaisar Qian Huei tentang kisah bagaimana Bian Zhuangzi membunuh harimau. Harimau ganas, galak.

Kisah ini tentang seorang pemuda bernama Bian Zhuangzi. Suatu hari dia melihat dua ekor harimau sedang bertarung memperebutkan seekor kerbau. Dia hendak menarik pedangnya membunuh harimau-harimau namun abdinya menghentikannya. Abdinya berkata, “Tunggulah sebentar, Tuanku. Lihat, dua ekor harimau sedang bertarung memperebutkan kerbau yang sama. Ini artinya akan ada pertarungan berdarah di antara keduanya yang tak akan terelakan. Tak diragukan bahwa yang kuat akan menang dan yang lemah akan mati. Tetapi yang kuat juga akhirnya akan terluka. Jadi mengapa tidak menunggu saja, dan anda hanya cukup membunuh sisa harimau yang terluka tersebut?”

Chen Zheng melanjutkan, “Sekarang Han dan Wei sedang bertarung satu sama lainnya seperti dua ekor harimau ini. Segera ataupun nantinya si lemah akan di taklukan oleh yang kuat. Kaisar yang mulia, mengapa tidak melakukan seperti apa yang Bian Zhuangzi perbuat, menunggu dan lihat hasilnya?. Seperti yang diprediksi Chen Zheng, Qian akhirnya mengumumkan sebagai pemenang terakhir dalam konfik antara Han dan Wei.

Umumnya perkataan ini mengandung makna tidak merespon ataupun mengambil tindakan apapun. Tetapi sebenarnya mengandung arti yang lebih dalam, yaitu membiarkan situasi yang menganggu musuh Anda berkembang sehingga Anda akan mendapat manfaat darinya. Dengan perkataan lain, tunggu dan lihat bagaimana kejadian tersebut akan bekerja sesuai perkembangan yang Anda harapkan hingga secara alamiah berakhir. Barang akan menjadi milik siapa yang dapat sabar menunggu hingga situasi berubah menjadi keberuntungan mereka.

Kamis, 16 Juli 2009

Cerpen Sang Penguasa

Seorang Sultan terkena penyakit parah, yang masih belum diketahui namanya. Beberapa dokter dari Jawa yang khusus didatangkan sepakat, bahwa untuk penyakit tersebut tidak ada obat selain empedu dari seseorang yang memiliki pertanda tertentu.

Sang Sultan memerintahkan untuk mencari orang yang dimaksud, dan akhirnya tanda-tanda yang disebutkan oleh para dokter dapat ditemukan pada anak kecil, putra seorang petani. Ayah dan ibunya dipanggil dan diberikan banyak hadiah hingga mereka puas. Hakim memberikan pertimbangannya, bahwa diperbolehkan untuk mengorbankan darah seorang bawahan demi mempertahankan nyawa Sultan.

Ketika tiba saatnya algojo menghabisi nyawanya, anak tersebut memalingkan wajah ke langit dan tertawa. “Bagaimana kamu dapat tertawa di saat demikian?”, Sultan yang menyaksikan bertanya. Anak tersebut menjawab: Mengasuh anak dengan kasih sayang adalah kewajiban ayah dan ibu; pertimbangan hukum ditujukan ke hakim, dan keadilan dituntut dari seorang penguasa; tetapi sekarang, demi harta duniawi, ayah dan ibu telah menyerahkan saya pada kematian, hal mana juga telah disetujui oleh hakim, sedangkan Sultan melihat keselamatan dirinya dalam kematian saya; selain kepada Tuhan saya sungguh tidak melihat lagi tempat untuk berpaling.

Hati Sultan sangat tersentuh, sehingga air matanya mengalir. Sultan berkata: Lebih baik saya mati, daripada menumpahkan darah orang yang tidak berdosa. Sultan mencium kepala dan mata anak tersebut, memeluknya erat-erat dan memberikan hadiah yang berlimpah serta membiarkan anak tersebut pergi. Diceritakan, Sultan tersebut pada minggu yang sama sehat kembali.Dan membiarkan mereka hidup bagaia seperti sedia kala lagi. Kasian nyawa seorang anak kecil dikorbankan.

Cerpen Samurai


Cerita pendek, Cerita cinta, Cerpen , Cerita misteri, Cerita bergambar, Cergambar

Cerpen Samurai

Seorang samurai bertubuh kekar dan tegap pada suatu hari mendatangi seorang pertapa bertubuh kecil dan kurus. "Hai petapa," katanya dengan nada suara yang terbiasa memberikan perintah, "Ajarkan saya tentang surga dan neraka!"

Si petapa mendongakkan kepalanya memandang samurai gagah di depannya and menjawabnya:, "Mengajarkanmu tentang surga dan neraka? Saya tidak dapat mengajarkan apapun juga kepadamu. Pergilah sekarang.”

Si samurai tampak marah. Mukanya merah padam menahan rasa marah yang tinggi. Ia cabut pedangnya dan mengangkat di atas kepalanya bersiap untuk menebas petapa itu dengan pedangnya.

"Itulah neraka," kata si petapa dengan nada yang tenang.

Si samurai terkejut. Ketenangan dan kepasrahan dari mahluk kecil itu; yang bersedia mempertaruhkan hidupnya, telah memberikan pelajaran mengenai neraka kepadanya! Ia perlahan menurunkan pedangnya. Ia merasakan rasa lega dan tiba-tiba merasa sangat tenang.

"Dan itulah surga," kembali si petapa berkata dengan tenang.

Senin, 13 Juli 2009

Cerpen Tempat Air Suci yang Angkuh

cergam, cerita anak, cerita cinta, cerita dongeng, cerita misteri, cerita pendek, cerpen, keindahan bali


Cerpen Tempat Air Suci yang Angkuh

Zaman dahulu kala, ada sebuah vas di surga. Dewi Kuwan Im menggunakan vas tersebut untuk menaruh air suci pengobat segala penyakit dan ranting daun. Vas itu telah bersama Dewi Kwan Im di surga selama ribuan tahun dan berpikir bahwa ia sangatlah berarti bagi Sang Dewi. Suatu hari, Dewi Kwan Im berkata kepadanya, "Kamu telah menjadi kotor dan tidak bisa lagi tinggal di sini. Kamu harus turun ke bawah sesuai tingkatanmu sekarang." Vas itu berkata dengan cemas, "Dewi Kwan Im, saya tidak kotor! Saya bersih dan berkilau seperti dulu saya diciptakan. Saya tidak tercemar ataupun tergores!" Dewi Kwan Im menjelaskan dengan sabar, "Ya, penampilan kamu masih secantik dahulu, tapi pikiran dan sifatmu sudah menjadi buruk. Kamu tidak lagi sesuai dengan kriteria di alam ini!' Vas itu mulai memohon, "Dewi Kwan Im, saya telah bersama Anda selama bertahun-tahun, bisakah Anda membuat pengecualian untuk saya?" Dewi Kwan Im tersenyum dan berkata, "Membandingkanmu dengan kamu yang dulu, sungguh berbeda jauh." Vas angkuh itu menjadi kecewa dan berkata, "Bila saya tidak lagi diterima disini, saya lebih baik turun ke dunia manusia dan mencari orang yang bisa menghargai saya." Kemudian ia turun ke dunia manusia.

Begitu ia turun ke dunia manusia, ia berada di suatu rumah mewah. Ia sangat senang dengan rumah barunya. Melihat sekeliling ruangan, vas itu dipajang dengan vas-vas antik lainnya dari berbagai dinasti Tiongkok kuno dalam sebuah lemari kaca. Vas itu kemudian berpikir, "Saya adalah vas khayangan dari surga, vas-vas lainnya disini tidak sebanding dengan saya!" Pada kenyataannya, sang pemilik juga memperlakukan vas tersebut dengan istimewa, dia membersihkan vas itu dengan cairan khusus yang membuatnya tambah kinclong setiap hari. Vas itu sangat senang diperlakukan demikian dan berpikir bahwa adalah suatu keputusan yang tepat untuk datang ke dunia manusia.

Suatu hari seorang gembel datang mengunjungi rumah tersebut. Namun anehnya pemilik rumah bersikap sopan kepadanya. Dia menjamu tamu tersebut dengan makan malam yang mewah. Vas itu dalam hati berkata, "Kenapa tuan saya menjamu orang miskin itu bagaikan orang terhormat?" Setelah mereka selesai makan malam, orang kaya itu menunjukkan vas itu dan berkata, "Tuan Zhang, lihatlah harta karun yang baru saja saya miliki ini, sangat berharga bukan?" Lalu ia berkata, "Sebagai tanda terima kasih karena Anda telah menyelamatkan saya dari bahaya tenggelam waktu itu, maka saya ingin memberikan vas ini kepada Anda. Tanpa pertolongan Anda, pasti saya sudah tewas." Lalu ia memberikan vas itu kepada tamunya itu.

Merasa heran dan takut, vas itu mulai marah kepada orang kaya tersebut dan mengutuk didalam hati: "Jadi saya tidak ada artinya bagi kamu selain hanya dijadikan sebagai hadiah bagi seorang gembel.” Vas itu mencium bau busuk ikan dari gembel tersebut, dan kepingin muntah kalau saja dia bisa. Meskipun gembel tersebut menolak hadiah itu, namun orang kaya itu memaksanya. Ia berkata, "Bila Anda menolak pemberian tulus saya ini, saya akan memecahkan vas mahal ini sekarang!" Tamu itu tidak punya pilihan lain selain mengambil vas tersebut dan kemudian pamit pulang.

Kini vas itu menjadi milik gembel tesebut, dibawa pulang ke sebuah gubuk kotor dengan bau amis ikan. Vas itu hampir tidak percaya kini ia harus hidup di gubuk seorang nelayan miskin. Begitu nelayan itu masuk kedalam rumah, ia berteriak kepada istrinya, "Sayang, saya membawa pulang sebuah vas, tolong isi dengan arak dan besok akan saya bawa saat mencari ikan." Lalu seorang wanita keluar dari dapur dan mengambil vas itu. Dipegang dalam genggaman tangan wanita itu yang kasar, vas itu merasa tidak nyaman. Kemudian, ia diisi dengan arak murahan. Vas itu merasa sakit hati. Dulu ia diisi oleh air suci Dewi Kwan Im, sekarang ia diisi oleh arak murahan di dunia manusia!

Setelah beberapa lama waktu, vas itu terlihat baret, berminyak dan kotor. Sekian lama tinggal di dunia manusia, ia terbiasa dengan bau arak murahan dan melihat orang-orang di dunia manusia ini suka meminumnya. Saat araknya habis, ia merasa sedih dan rindu aromanya. Pada suatu hari yang berangin kencang, nelayan itu membawanya lagi saat mencari ikan. Ombak besar menghantam perahu dan vas itu jatuh ke laut. Tutupnya lepas dan araknya tumpah keluar. Air laut yang asin dan kotor kini masuk kedalam vas tersebut, membuatnya merasa jijik.

Saat terombang-ambing di lautan beberapa lama, vas itu teringat kepada Dewi Kwan Im. Ia mulai menimpakan segala kemalangannya kepada Dewi Kwan Im, dan mulai membencinya. Setiap kali ia mulai timbul rasa benci, ombak menghantamkan tubuhnya ke batu karang, menyebabkan beberapa bagian vas itu pecah. Kemudian ia juga mulai berpikiran buruk kepada orang kaya pemilik rumah mewah dan juga sang nelayan, membenci semuanya, tubuhnya semakin hancur diterjang ombak dan batu karang, dan akhirnya tenggelam ke dasar laut dan perlahan-lahan terkubur oleh pasir pantai. Ia tak lagi dapat melihat cahaya, semuanya gelap dan tak ada suara. Seolah-olah bahkan waktu pun telah berhenti. Ia merasa takut dan tak berdaya. Ia ingin keluar dan bebas, namun tidak bisa.

Dikelilingi oleh kesunyian abadi dan ditutup oleh lapisan tebal pasir di dasar laut yang dalam, vas itu mulai merindukan hari-hari dimana ia duduk disamping Dewi Kwan Im di surga. Begitu ia rindunya pada suasana dahulu, ia mulai lagi timbul kebencian kepada Dewi Kwan Im, pemilik rumah mewah dan nelayan itu. Lama kelamaan ia merasa bahwa ia kehilangan akalnya, dan pada akhirnya ia benar-benar kehilangan kemampuannya untuk berpikir. Yang tersisa adalah keping-kepingan vas kotor yang terkubur di dasar laut dalam.

Minggu, 12 Juli 2009

Cerpen Sang Pengusa


cerpen, cerita pendek, cerita misteri, cergam, cerita bergambar, cerita cinta, cermis

Seorang Sultan terkena penyakit parah, yang masih belum diketahui namanya. Beberapa dokter dari Yunani yang khusus didatangkan sepakat, bahwa untuk penyakit tersebut tidak ada obat yang cocok, selain empedu dari seseorang yang memiliki pertanda tertentu.

Sang Sultan memerintahkan untuk mencari orang yang dimaksud, dan akhirnya tanda-tanda yang disebutkan ditemukan pada anak kecil, putra seorang petani. Ayah dan ibunya dipanggil dan diberikan banyak hadiah hingga merasa puas. Hakim memberikan pertimbangannya, bahwa diperbolehkan untuk mengorbankan darah seorang bawahan demi mempertahankan nyawa Sultan.

Ketika tiba saatnya algojo memenggal kepalanya, anak tersebut memalingkan wajah ke langit dan tertawa. “Bagaimana kamu dapat tertawa di saat demikian?”, Sultan yang menyaksikan bertanya. Anak tersebut menjawab, “Mengasuh anak dengan kasih sayang adalah kewajiban ayah dan ibu; pertimbangan hukum ditujukan ke hakim, dan keadilan dituntut dari seorang penguasa; tetapi sekarang, demi harta duniawi, ayah dan ibu telah menyerahkan saya pada kematian, hal mana juga telah disetujui oleh hakim, sedangkan Sultan melihat keselamatan dirinya dalam kematian saya; selain kepada Tuhan saya sungguh tidak melihat lagi tempat untuk berpaling.”

Hati Sultan sangat tersentuh, sehingga air matanya mengalir. Sultan berkata, “Lebih baik saya mati, daripada menumpahkan darah anak yang tidak berdosa.” Sultan mencium kepala dan mata anak tersebut, memeluknya erat-erat dan memberikan hadiah yang berlimpah serta membiarkan anak tersebut pulang. Di luar dugaan, pada minggu itu juga Sultan sembuh dari penyakitnya.

Sabtu, 11 Juli 2009

Cerpen Zhang Guolao Menunggang Keledai Secara Terbalik

cerpen, cerita pendek, cermis, cerita misteri, cergam, cerita bergambar, cerita cinta

Zhang Guolao, disebut juga Zhang Guo, adalah salah satu dewa dalam aliran Tao. Menurut buku “Tang Shu” (buku mengenai Dinasti Tang), Zhang Guolao benar-benar hidup di Zhong Tiao Shan, provinsi Shanxi. Dia berhasil kultivasi hingga mencapai keabadian. Kaisar Tang Gaozong berulang kali mengundangnya datang ke istana namun ia secara sopan selalu menolak. Permaisuri Wu Zetian berusaha memerintahkan Guolao datang kepadanya. Untuk menghindari permintaan tersebut, Guolao berpura-pura mati di depan kuil. Saat itu sedang musim panas, jadi tubuhnya mulai terurai dan berbau tak enak. Mendengar hal itu, Wu Zetian tidak berusaha lagi. Namun tak lama kemudian, seseorang melihat Guolao di Gunung Heng.

Alasan Tang Xuanzhong berkali-kali mengundang Guolao adalah ingin menanyakan bagaimana cara mencapai keabadian. Saat melihat Guolao sangat tua renta, dia bertanya kepada Guolao, “Anda telah memperoleh Tao, namun kenapa Anda terlihat sangat tua, dengan rambut yang sudah tinggal beberapa lembar dan gigi yang sudah banyak ompong?” Zhang Guolao menjawab, “Saat mencapai setua ini, saya tidak menemukan metode apapun, jadi saya terlihat seperti ini.”Ini memalukan. Tapi jika saya mencabut rambut dan gigi saya, mungkin akan tumbuh yang baru?” Lalu, dia langsung melakukannya. Dia mencabut rambutnya yang tinggal beberapa helai tersebut, juga mencabut giginya saat itu juga. Kaisar yang melihatnya kaget dan sedikit takut, lalu menyuruh pengawalnya untuk mengantar Guolao pulang beristirahat. Tak lama kemudian, mereka kembali lagi ke istana, tapi penampilan Guolao sudah berubah total, tumbuh rambut hitam tebal di kepalanya dan gigi putih yang lengkap menghiasi senyumnya. Semua pejabat istana termasuk kaisar terperangah melihat perubahan itu dan bertanya kepada Guolao apa metode rahasia untuk mencapai muda kembali. Zhang Guolao menolak memberi tahu.

Suatu hari, Kaisar Tang Xuanzong pergi berburu dan mendapatkan seekor rusa besar. Rusa itu agak beda dengan yang lainnya. Pada saat akan dibunuh, Zhang Guolao kebetulan lewat dan menghentikan kaisar. Dia berkata, “Ini rusa khayangan yang telah hidup lebih dari ribuan tahun. Kaisar Han Wudi juga dulu pernah menangkapnya, saya melihatnya dan memberitahukannya hal ini juga, lalu beliau melepaskannya.” Kaisar Tang Xuanzhong bertanya, “Bagaimana Anda ingat ini rusa yang dulu Anda lihat? Ada banyak sekali rusa di dunia ini, dan kejadian itu sudah pasti lama sekali sebelum Anda hidup.” Zhang Guolao menjawab, “Saat Kaisar Han Wudi melepaskan rusa itu, ia memberikan tanda di tanduk kiri rusa itu dengan sepotong metal perunggu.” Lalu Kaisar menyuruh pengawalnya untuk memeriksa tanduk kiri rusa itu dan benar-benar menemukan metal perunggu yang bertuliskan angka. Kaisar bertanya, “Kapan Kaisar Han Wudi pergi berburu menangkap rusa ini?” Sudah berapa lama sampai sekarang?” Zhang Guolao menjawab, “Kejadian itu tepatnya 825 tahun yang lalu.” Kaisar Tang Xuanzhong menyadari, ucapan Guoalao sepenuhnya benar.

Zhang Guolao punya kebiasaan unik, yaitu menunggang keledai putih secara terbalik, sehari berjalan bisa mancapai 10.000 Li. Tentu saja keledai putih itu juga merupakan keledai khayangan, yang bisa dilipat dan dimasukkan ke dalam tas saat ia sedang tak diperlukan tuannya. Ia selalu menunggang keledai dalam posisi yang terbalik untuk mengingatkan manusia akan kekeliruannya.

Dalam buku "Zhuan Falun" tertulis demikian, Zhang Guolao menunggang keledai secara terbalik. Dia menemukan bahwa dengan berjalan ke depan berarti mundur ke belakang, manusia makin lama makin jauh terpisah dari karakter alam semesta. Dalam proses evolusi alam semesta, terutama sekarang setelah memasuki arus pasang komoditi ekonomi, banyak orang yang moralnya sangat rusak, makin lama makin jauh terpisah dari karakter alam semesta Zhen, Shan, Ren (sejati-baik-sabar). Orang-orang di tengah manusia biasa yang mengikuti pasang surutnya arus tidak merasakan taraf kerusakan moral manusia, oleh karena itu sebagian orang masih menganggapnya hal yang baik, hanya orang yang telah meningkat dalam Xiulian Xinxing (kultivasi watak/moral) sekali menoleh ke belakang, baru insyaf bahwa kerusakan moral umat manusia telah sampai pada tahap yang demikian mengerikan.

Rabu, 08 Juli 2009

Cerpen Macan dan Bebek

cerpen, cerita pendek, cermis, cerita misteri, cergam, cerita bergambar

Hu Lin adalah budak kecil. Ia dijual ayahnya saat masih kecil, dan tinggal bersama majikannya di sebuah rumah perahu yang tertambat di pinggir sungai. Majikannya yang kejam memperlakukannya sangat buruk. Pekerjaannya banyak dan berat untuk ukuran anak kecil. Hidup ini sungguh sulit bagi si kecil Hu Lin. Dia kadang-kadang menyelinap keluar bermain di lapangan, melihat anak-anak bermain layangan. Ia senang sekali melihat layang-layang menari-nari di angkasa. Namun bila ketahuan majikannya, ia akan dipukul dengan rotan dan tidak diberi makan seharian. Suatu hari Hu Lin berniat kabur, namun belum jauh dia pergi, majikannya telah membuntutinya dan menangkapnya, dan memberi hukuman pukulan sampai Hu Lin pingsan.

Selama beberapa jam, Hu Lin terbaring di tanah, lalu mulai siuman. Sekujur badannya memar dan terasa sangat sakit bila digerakkan. Air mata berlinang di pipinya yang mungil, dan ia mendesah. “Ah..seandainya ada yang dapat membebaskan saya dari majikan...alangkah bahagianya hidupku.”

Tidak jauh dari sungai, hiduplah seorang kakek tua di rumah pondok. Kakek itu memiliki seekor bebek bernama Chang yang setia menjaga rumahnya di malam hari. Bebek itu bisa berteriak kencang bila ada orang asing mencoba masuk rumah. Di siang hari bebek itu suka jalan jalan mencari makan di sungai dan sering bertemu Hu Lin, sehingga mereka juga berteman baik. Suatu keistimewaan yang dimiliki Hu Lin bahwa ia bisa memahami apa yang dikatakan oleh Chang.

Kakek tua yang hidup di pondok itu adalah seorang kakek kikir yang mempunyai banyak harta yang disembunyikan di halaman. Chang punya leher super panjang dan sering menjulurkannya untuk melongok apa yang dilakukan tuannya. Chang yang tidak punya sanak saudara itu suka menceritakan apa yang diketahuinya kepada Hu Lin, satu-satunya temannya.

Pada hari Majikan Hu Lin memukulnya sampai pingsan itu, Chang membuat penemuan mengejutkan. Ternyata tuannya bukanlah seorang kakek kikir, melainkan seorang lelaki muda yang sedang menyamar. Bagaimana Chang mengetahuinya? Kejadiannya begini:

Chang yang sedang lapar di pagi hari itu belum bisa keluar, karena pagar masih dikunci tuannya. Ia berusaha mencari makan didalam rumah, mungkin masih ada sisa remah makan malam tuannya malam sebelumnya. Chang berjalan masuk ke dapur, lalu dari dapur ia melihat pintu kamar tuannya sedang terbuka karena ditiup angin. Terlihat seorang lelaki muda sedang tidur, Chang merasa keheranan dan berjalan mendekat. Tiba-tiba, sosok lelaki muda itu berganti menjadi sosok kakek tua, yang dia kenal sebagai sosok tuannya. Chang sangat terperangah.

Lupa akan perutnya yang lapar, bebek ini berlari kencang ke halaman dan berpikir keras tentang misteri itu, tapi semakin dia berpikir, semakin aneh rasanya. Lalu dia teringat Hu-lin, teman manusianya, dan berpikir ingin bertanya kepada Hu-lin tentang kejadian tersebut. Chang kagum akan kepandaian Hu-lin dan berpikir bahwa Hu-lin pasti bisa menjelaskan apa yang terjadi dengan tuannya. Ia ingin segera menemui Hu-lin.

Seperti biasanya kalau masih pagi, pintu pagar masih terkunci. Tidak ada yang bisa dilakukan Chang kecuali meunggu tuannya bangun. Dua jam kemudian, tuannya bangun, terlihat sangat segar dan tidak seperti biasanya, memberi makan Chang sangat banyak. Kemudian dia merokok di depan rumah, lalu pergi ke luar. Pintu pagar lupa dikuncinya.

Dengan gembira Chang berjalan keluar pelan-pelan, menuju sungai dan mencari Hu-lin. Gadis mungil itu masih terbaring di tepian sungai.

“Hu-lin, panggil si bebek. “Bangun, saya ada sesuatu yang ingin dibicarakan.”

“Aku tidak tidur, ujarnya. Hu-lin bangkit sambil tersenyum dan menghapus air matanya.

“Ada apa Hu-lin? Kamu menangis….apakah majikanmu memukulmu lagi?”

“Hush! Dia lagi tidur siang di perahu, jangan sampai suaramu terdengar olehnya.”

“Ah, tidak mungkin dia mengerti bahasa bebek, hanya kamu yang bisa,” ujar Chang. “Tapi memang lebih baik bila kita bicara sambil berbisik-bisik saja.”

Chang lalu menceritakan apa yang dialaminya pagi hari itu kepada Hu-lin, dan bertanya apa pendapat Hu-lin.

Hu-lin sampai lupa akan kesedihannya mendengar cerita Chang, lalu bertanya pada bebek itu, “Apa kamu yakin bahwa tidak ada orang lain yang menginap di kamar tuanmu kemarin?”

“Ya, tidak ada. Saya yakin betul itu. Tuan saya tidak punya seorang temanpun. Lagipula saya sudah didalam rumah saat pintu pagar dikunci semalam. Saya tidak mendengar ada suara orang asing masuk.”

“Kalau begitu, tuanmu pasti peri sedang menyamar”, ujar Hu-lin dengan bijak.

“Peri? Apa itu? Tanya Chang, yang semakin tertarik akan kejadian ini.

“Aduh, kamu khan bebek tua, masak tidak tahu apa itu peri? Ujar Hu-lin sambil tertawa. Saat itu Hu-lin sudah lupa akan nasib malangnya, tertawa bercanda dengan kawan baiknya yang sedang kebingungan itu. “Sssh… ujarnya dengan suara sangat pelan sehingga Chang memincingkan mata berusaha mendengarnya, “Peri itu adalah….(Hu-lin membisikkan sesuatu ke kuping Chang), kemudian Chang mengangguk-angguk mengerti. “Wow! Astaga!”, ujar Chang. “Bila tuan saya adalah peri, ayo pergi temui dia, pasti tuan saya bisa menyelamatkanmu dari segala masalahmu dan membuat saya bahagia selamanya.”

“Apa saya berani melakukannya lagi?” Tanya Hu-lin kepada Chang, sambil menunjukkan luka-lukanya akibat dipukul karena kabur tadi. Hu-lin lalu melihat keadaan sekeliling, menempelkan kupingnya ke pintu perahu tuannya, masih terdengar suara mengorok.

“Tentu, tentu, ayo ikut aku! Dia sudah begitu kejam memukulimu, pasti dia sangat capek dan tertidur pulas, Ayo pergi sekarang!

Dengan cepat mereka pergi ke pondok kakek tua. Sambil berlari, jantung Hu-lin berdegup sangat kencang, dia juga bingung apa yang akan diucapkannya bila bertemu dengan majikan Chang. Pintu pagar rumah Chang masih terbuka sedikit, lalu mereka masuk ke dalam.

“Ayo lewat sini”, ujar Chang. “Dia pasti di dalam lagi menggali tanah di kebun”

Saat mereka sampai di kebun, tidak ada orang yang terlihat.

“Sangat aneh,”ujar bebek itu sambil berbisik. “Saya tidak mengerti, masa dia sudah istirahat?” Ayo kita cek ke dalam rumah.”

Sambil berjingkat-jingkat, Hu-lin memasuki rumah karena diajak oleh Chang. Di dalam rumah juga tidak ada orang, termasuk di kamar majikan Chang, yang sedang terbuka lebar.

“Ayo, lihat, dia tidur di ranjang jenis apa, “ ujar Hu-lin. “Saya tidak pernah melihat kamar peri, pasti lain dengan kamar orang biasa.”

“Hanya ranjang bata biasa, seperti ranjang orang lain, ujar Chang, sambil memasuki kamar tuannya.

Hu-lin membungkuk di bawah ranjang bata, melihat ada tempat menyalakan api dibawahnya. Lalu ia bertanya pada Chang, “Apakah dia menyalakan api di cuaca dingin?”

“Oh, ya, dia selalu menyalakan api untuk menghangatkan ranjang bata itu, tak peduli cuaca dingin ataupun panas, ranjang bata itu selalu panas.”

“Hmm… itu sangat aneh lho, bagaimana menurutmu?” Tanya Hu-lin. Katamu majikanmu kikir, tapi kenapa ia boros menyalakan api tiap malam?”

“”Iya, aneh, ujar Chang, sambil mengibaskan sayapnya. “Saya tak pernah berpikir ke arah situ. “Aneh, aneh banget.” Hu-lin, kamu sangat pandai”.

Tiba-tiba dari luar terdengar suara pintu pagar dibanting, ternyata tuannya sudah pulang! Mendadak wajah Chang memucat ketakutan.

“Oh, apa yang harus kita katakan kepadanya bila ia menemukan kita di kamarnya?” Tanya Hu-lin kepada Chang. Iapun panik dan berkata, “Saya sudah dipukul hari ini, saya tidak sanggup dipukul lagi, isak gadis kecil itu, air matanya mulai menetes.

“Hu-lin, jangan menangis, jangan khawatir, ayo kita sembunyi di belakang tirai itu,” ujar bebek itu.

Dengan gerak sangat cepat, kedua sahabat itu bersembunyi di balik tirai. Untungnya, majikan Chang tidak masuk ke kamar, melainkan hanya mampir sebentar ke gudang dan mengambil sekop, lalu berjalan ke luar menuju halaman, lalu bekerja disana.

Kedua sahabat itu tidak berani keluar dari persembunyian, apalagi keluar dari rumah, takut ketahuan oleh majikan Chang.

“Saya tidak bisa bayangkan apa jadinya kalau ia menemukan bebeknya ini membawa orang asing masuk,” bisik Chang pada Hu-lin.

Hu-lin menjawab, “Mungkin dia berpikir bahwa kita mau mencoba mencari uang yang dia sembunyikan, “ujar Hu-lin sambil tertawa. Saat itu Hu-lin sudah tidak begitu takut, jantungnya sudah berhenti berdebar-debar. “Lagipula, dia tidak mungkin lebih jahat daripada majikan saya.”

Setelah mengalami kejadian mendebarkan itu, kedua sahabat itu kelelahan dan tertidur di dalam tirai di kamar majikan Chang. Majikan Chang malam itu heran kenapa Chang belum pulang, dan mengiranya masih asyik bermain di sungai. Jam 9 malam, majikan Chang masuk ke kamar dan tidur.

Pagi hari, Hu-lin terbangun oleh sinar matahari yang menembus jendela kamar. Awalnya dia lupa dimana dia berada, namun ketika dia melihat Chang, dia segera membangunkan bebek itu. Chang bangun dan mengintip ke luar tirai.

Di ranjang tuannya, berbaring seorang lelaki muda berambut hitam yang sangat tampan. Seulas senyum terhias di wajahnya, seolah-olah sedang menikmati mimpi yang indah. Hu-lin yang baru melihatnya tiba-tiba berdecak kagum. Mata majikan Chang tiba-tiba terbuka dan memandang Hu-lin. Gadis kecil itu sangat terkejut, ketakutan sehingga tak dapat bergerak. Chang yang berdiri disampingnya juga gemetaran.

Lelaki muda itu bahkan lebih kaget daripada Hu-lin dan Chang, selama dua menit dia terdiam. “Apa maksudnya ini?, Tanyanya, dan kemudian melihat kepada bebeknya yang gemetaran, “Apa yang kamu lakukan di kamar saya, dan siapa anak ini, yang sangat ketakutan?”

“Maafkan saya, tapi apa yang kamu lakukan pada Tuan saya?” ujar bebek itu, bertanya balik.

“Saya bukan tuanmu, ujar lelaki muda itu sambil tertawa. “Kamu lebih bodoh daripada biasanya pagi ini.”

“Tuan saya adalah kakek tua yang jelek, sedangkan kamu masih muda dan tampan,” ujar Chang.

“Apa? Kamu bilang saya masih muda?”

“Iya, coba Tanya Hu-lin kalau kamu tak percaya,” ujar Chang.

Lelaki muda itu bertanya kepada gadis kecil itu.

“Ya, tuan. Tidak pernah saya melihat seorang lelaki begitu tampan.” ujar Hu-lin.

“Chang, siapa nama temanmu ini?” Tanya lelaki muda itu.

“Namaku Hu-lin, si gadis budak” ujarnya.

Lelaki muda itu bertepuk tangan, “Betul, betul! Saya telah mengetahui arti teka teki itu semuanya dengan jelas sekarang. “Adalah kalian berdua yang membebaskan saya dari kutukan menjadi kakek tua,” Melihat wajah Hu-lin dan bebeknya yang keheranan, lelaki muda itu mulai menceritakan apa yang pernah terjadi:

“Ayah saya adalah lelaki kaya yang hidup di sebuah daerah yang jauh. Saat saya masih kecil, dia memberikan apapun yang saya minta. Saya sangat sombong dan berpikir bahwa tidak ada apapun di dunia yang tidak bisa saya miliki, juga tidak ada yang perlu saya lakukan bila saya tidak mau melakukannya.”

“Guru saya sering mengomeli saya atas pikiran saya yang tidak lurus itu. Dikatakannya bahwa uang memang dapat membuat orang bahagia, namun Tuhanlah yang menentukan. Terkadang saya mentertawakannya, menyombongkan diri bahwa saya punya cukup uang dan dapat membeli dewa-dewa, peri dan iblis. Guru saya berkata, “Hati-hati! Kamu akan menyesal dengan ucapanmu yang sombong itu.”

“Suatu hari, setelah menyelesaikan pelajaran hari itu, kami berjalan di taman ayahku. Saya menjadi lebih berani daripada biasanya dan berkata padanya bahwa saya tidak mau mematuhi peraturan apapun. Kamu pernah berakta bahwa taman ayahku ini ada penunggunya, dan bila saya membuatnya marah dengan melompati sumur di taman ini, dia akan bangun dan menghukumku.” “Ya, ujar guru saya itu. “Itu yang pernah saya katakan, dan saya ulangi bahwa itu benar. Hati-hati, Anak muda. Jangan melanggar peraturan itu.” “Apa peduliku bila ia bangun?, ujar saya tanpa rasa takut, meloncati sumur tua itu. “Saya tak percaya taman ini ada penunggunya, itu hanya budak ayahku.”

“Tiba-tiba, begitu saya selesai mengucapkan hal itu, perubahan terjadi dalam tubuhku. Tubuh ini menjadi lemas, pandangan kabur, kulit menua dan berkerut, rambut berubah menjadi uban. Dalam satu menit, saya telah berubah menjadi seorang kakek tua.”

“Guru saya bengong melihat apa yang saya alami, Ia berkata, “Penunggu taman ini telah marah atas kata-katamu dan menghukummu. Saya sudah peringatkan agar kamu jangan meloncati sumur itu.” Saya tidak tahu bagaimana cara mengembalikanmu ke bentuk semula.”

“Saat ayahku mengetahui apa yang terjadi padaku, dia sangat sedih dan kecewa. Dia melakukan apa saja untuk membuatku kembali muda. Dia telah mengajakku ke puluhan tabib dan biksu, berdoa siang dan malam serta meminta maaf kepada penunggu di taman. Saya adalah satu-satunya anaknya, dia tidak dapat bergembira bila saya masih seperti iini. Akhirnya guru saya menemukan satu peramal terkenal yang berkata bahwa penunggu taman menghukumku akibat kesalahanku sendiri. Hanya dalam kondisi tidur barulah saya kembali muda, namun begitu bangun akan berwujud kakek tua. Atau bila kepergok oleh siapapun, wujud saya akan kembali menjadi kakek tua,” ujar lelaki tampan itu.

“Saya melihat kamu kemarin pagi, ujar si bebek. :Kamu menjadi muda dan tampan, lalu tak lama kemudian berubah menjadi orang tua.”

“Peramal itu mengatakan bahwa hanya ada satu kesempatan agar saya pulih seperti sedia kala. Yaitu saat saya dalam wujud asli saya (dalam kondisi tidur), datang seekor bebek gila yang membebaskan macan hutan dari perbudakan, maka kutukan itu bisa terlepas, jiwa iblis tidak lagi mengontrol saya lagi. Perkataan si peramal itu bagaikan sebuah teka teki yang sangat aneh, ayah dan guru saya pun menyerah, tidak mengerti.”, kata lelaki itu melanjutkan kisah masa lalunya.

“Kemudian saya ingin mengembara demi memecahkan jawaban teka teki itu. Malam itu saya pergi meninggalkan kota saya seizin ayah. Saya datang ke sini, membeli rumah ini. Saya membawa banyak harta yang diberikan ayah saya. Karena takut kehabisan, saya hidup dengan pelit, menyimpan harta itu di pekarangan. Saya takut ia dicuri, maka saya harus mencari hewan penjaga. Ketika hampir membeli anjing, saya ingat teka-teki si peramal. Akhirnya saya tidak jadi membeli anjing, melainkan membeli bebek, untuk menjaga rumah saya.

“Tapi aku bukan bebek gila,” ujar Chang dengan kesal.

“Betul, Chang, kamu tidak gila, ujar tuannya sambil tersenyum. Supaya cocok dengan teka-tekinya, maka saya memberimu nama Chang, yang artinya gila.

“Oh”, ujar Hu-lin dan Chang bersamaan, “Pintar sekali!”

“Iya, namun Chang tidak pernah membawa macan hutan keluar dari perbudakan selama ini, sampai hari ini tiba!”

“Sayakah si macan hutan?” Tanya Hu-lin sambil tertawa.

“Tentu, Hu artinya Macan, dan Lin artinya kumpulan pepohonan, yang dapat diartikan sebagai hutan. Kamu juga tadi berkata bahwa kamu gadis budak. Jadi sesuai teka teki si peramal, “Chang melepaskanmu dari perbudakan.”

“Oh, saya sangat senang mendengarnya!” ujar Hu-lin. “Senang mengetahui bahwa kamu tidak harus menjadi kakek tua yang pelit lagi. “

Tiba-tiba terdengar suara majikan Hu-lin di depan rumah. Hu-lin sangat ketakutan. “Tidak perlu takut, gadis kecil yang manis. Saya akan membebaskanmu, “ ujar lelaki itu, yang keluar rumah dan berbicara dengan majikan Hu-lin untuk membeli kebebasan Hu-lin.

Hu-lin sangat bahagia, bersimpuh di depan majikan barunya dan berkata, “Oh saya sangat senang, sekarang saya milikmu selamanya, dan bebek ini akan menjadi sahabat saya untuk seterusnya.”

“Ya, tentu, ujar lelaki tampan itu sambil tersenyum. Nanti bila kamu sudah besar, saya akan memperistrimu. Sekarang ayo, kita pulang ke rumah ayah saya.”