Sabtu, 04 Juli 2009

Cerpen Keluarga Dua Centong


cerita pendek, cerpen, cerita anak

Cerita ini merupakan kisah nyata yang terjadi di Tiongkok. Pada zaman dahulu kala, terdapat sebuah desa kecil yang sederhana dan indah, namanya desa Tianhui. Disana ada seorang warga yang kaya raya, bermarga Yang. Beberapa generasi keluarga Yang adalah orang baik yang suka menolong orang lain.

Kalau menjumpai bhiksu atau pendeta agama Tao yang minta sedekah, hartawan Yang pasti akan menyajikan banyak lauk-pauk untuk mereka.

Terkadang, tetangga rumah juga datang meminjam bahan pangan padanya. Namun karena tetangganya banyak yang miskin, maka ketika mereka hendak mengembalikan bahan pangan yang dipinjaminya itu, tuan Yang tidak mau menerima. Para tetangga merasa bahwa tuan Yang sudah berbaik hati meminjamkan bahan pangan, itu sudah sangat membantu, mana boleh tidak mengembalikan? Tidak, harus dikembalikan kepadanya.

Lalu hartawan Yang memotong 2 bagian kendi besarnya, sebagian besar dan sebagian lagi kecil. Ketika tetangga datang untuk meminjam bahan pangan, tuan Yang menimbang dengan centong besar, centong demi centong bahan pangan dipinjamkannya kepada tetangga. Pada saat tetangga mengembalikan bahan pangan yang dipinjamnya itu, tuan Yang menimbangnya dengan centong kecil, hanya mengambil sedikit saja.

Waktu berlalu dan lama kelamaan, semua orang menyebutnya “Liang Piaojia” (keluarga 2 centong). Diusianya yang ke-80 musim gugur tahun itu, tanaman gandum juga telah matang, “Liang Piaojia” bermaksud hendak ke ladang untuk melihat sejenak gandumnya. Lalu, dengan terhuyung-huyung ia menopang tongkat pergi ke ladang gandumnya seorang diri. Tiba-tiba, langit tertutup oleh awan hitam, petir bergemuruh di ladang. Melihat keadaan seperti ini, dalam benak “Liang Piaojia” berpikir , “Saya sudah tua, tidak bisa jalan lagi, lebih baik mati disini saja!”

Saat itulah, Liang Piaojia mendengar satu suara keras bergema di ladangnya, “Dewa guntur, dewi petir dan naga laut, kalian dengar baik-baik, “Liang Piaojia” saat ini berada di ladang rumahnya, setitik airpun tidak boleh kalian teteskan di atas gandumnya!”

Setelah lama berlalu, hujan yang disertai petir akhirnya berhenti, “Liang Piaojia” bangun dari atas ladangnya dan begitu melihat, tidak ada setetes airpun membasahi ladang gandum tempat ia berbaring, sedangkan ladang gandum orang lain semuanya terbenam air.

Setelah “Liang Piaojia” pulang ke rumah, ia menceritakan kepada putra-putrinya tentang peristiwa yang dialaminya itu, lantas dengan disertai putra-putrinya mereka berlutut menyembah, memanjatkan puji syukur dan terimakasih atas anugerah Yang Maha Kuasa.
Nah, anak-anak, mengapa kilatan petir tidak sampai melukai hartawan Yang? Sebab seumur hidupnya ia memperlakukan orang dengan baik, selalu memikirkan kepentingan orang lain.

Pada zaman dulu di Tiongkok, orang-orang tahu mengenai prinsip bahwa baik dan jahat ada balasannya, percaya bahwa setiap hal yang dilakukan manusia, baik yang kecil maupun besar, Yang Maha Kuasa selalu melihatnya. Karena itu, semua orang berusaha berbuat hal yang baik, tidak melakukan perbuatan jahat.

Anak-anak, tahukah kalian? Bahwa di masyarakat sekarang juga banyak orang baik seperti “Liang Piaojia”, diantara mereka adalah kakek nenek, paman, bibi dan kakak yang berkultivasi Zhen, Shan, Ren (Sejati, Baik, Sabar), meskipun sekarang mereka mengalami penderitaan, namun, kelak pasti akan mendapat balasan yang baik.

Nah, anak-anak, maukah kalian menjadi anak yang baik, sabar dan membantu orang lain tanpa pamrih?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar