Kejadian ini bermula ketika secara tak sengaja aku berpapasan dengan tukang Mie Ayam keliling yang biasa beredar di depan rumah. Siang itu, kulihat dia tengah berasyik masyuk di pinggir jalan, cekikikan sambil melihat sesuatu yang ada di tangannya. Bahkan saking asiknya, gerobak mie ayam itu ditinggalkannya begitu saja, seakan mengundang pemulung jail untuk mengangkutnya
Karena penasaran, diriku pun bertanya…
“Mas Jason…” (panggil saja demikian, karena dia sering dipanggil Son ama pelanggannya) “Son… mie ayamnya siji maning sooon…, sedang apa kok asik bener di pojokan?” tanyaku.
“Eh mas ganteng… (satu hal yang aku suka dari Jason adalah: Orangnya suka bicara Jujur!), ini mas, lagi update status!!…”
WADEZIG!!!
“Weehhh… njenengan fesbukan juga to??” tanyaku heran.
“Ya iyalah mas… hareee geneee ga fesbukan?!? Lagian kan lumayan juga buat menjaring pelanggan lewat fesbuk, kata pak Hermawan Kertajaya kan dalam berdagang kita harus selalu melakukan diferensiasi termasuk dalam hal pemasaran mas…”
GLEK!! Kalah gw! Gw yang sering naik Kereta ke jawa aja gak tau kalo ada yang namanya Hermawan Kereta Jaya.
“Emang mas statusnya apa?” tanyaku penasaran.
“Nih mas aku bacain: Promo Mie Ayam, beli dua gratis satu mangkok, beli tiga gratis nambah kuah, beli empat gratis timbang badan… takutnya anda obesitas… segera saya tunggu di gang Jengkol, depan tengkulak Beras Mpok Hepi. Mie Ayam Jason : Melayani dengan Hati… ampela, usus dan jeroan ayam lainnya…”
GUBRAK!!!
Dua kosong untuk mas Jason…
Gw yang udah lama fesbukan aja gak bisa bikin status se-atraktif dia.
Tapi ada yang aneh pas kulirik ke henpon yang dia pake, aku kira henponnya blekberi atau minimal nokia seri baru yang uda bisa pake internetan. Selidik punya selidik, ternyataa… henponnya lawas bin jadul… HP yang masih monokrom, suara belum poliponik, dan masih pake antena luar kayak radio AM.
“Mas, tapi kok bisa update fesbuk pake henpon sederhana gitu? (bahasa halusnya henpon lawas) Gimana caranya??”
“Owwh… gampang mas, saya tinggal nulis statusnya lewat SMS lalu kirim ke Tri?” jawab dia datar.
“Ohh… mas nya pake Kartu Three ya? Yang gratis internetan itu?”
“Bukaaaan mas, Tri itu lengkapnya Tri Ambarwati… Dia itu pacar saya, sama-sama dari Tegal, yang kerjaannya jagain Warnet 24 Jam! Jadi kalo butuh update, tinggal sms dia aja nanti dia yang gantiin status saya, lha wong dia tiap hari di depan komputer jagain warnet. Paling sebagai balesannya saya gratisin mie ayam seminggu sekali… murah to…”
Mendadak kepalaku pusing…
Bagaikan menderita dehidrasi akut sekaligus hipotermia tingkat tiga, aku limbung mendengar jawaban spektakuler dari mas Jason…
BRUK!!
“Lho mas… mas… jadi beli mie ayam ndak… kepriben iki?”
MAU UPDATE STATUS GRATIS?
PAKE TRI!
MAU???
Kumpulan dari cerita - cerita yang menarik sperti cerita cinta, cerpen, cergam, dan lain - lainya
Tampilkan postingan dengan label cergam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cergam. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 01 Agustus 2009
Selasa, 21 Juli 2009
Memandang Api dari Seberang Pantai
Di masa negara-negara sedang berperang (Tiongkok kuno), terdapat seorang penasehat terkenal bernama Chen Zheng. Suatu hari, ketika Chen Zheng mengunjungi negara Qian, Kaisar Qian Huei mengambil kesempatan meminta nasehat pada Chen Zheng tentang apakah beliau harus campur tangan sebagai wasit dalam konflik antara negara Han dan Wei. Chen Zheng lalu bercerita pada Kaisar Qian Huei tentang kisah bagaimana Bian Zhuangzi membunuh harimau. Harimau ganas, galak.
Kisah ini tentang seorang pemuda bernama Bian Zhuangzi. Suatu hari dia melihat dua ekor harimau sedang bertarung memperebutkan seekor kerbau. Dia hendak menarik pedangnya membunuh harimau-harimau namun abdinya menghentikannya. Abdinya berkata, “Tunggulah sebentar, Tuanku. Lihat, dua ekor harimau sedang bertarung memperebutkan kerbau yang sama. Ini artinya akan ada pertarungan berdarah di antara keduanya yang tak akan terelakan. Tak diragukan bahwa yang kuat akan menang dan yang lemah akan mati. Tetapi yang kuat juga akhirnya akan terluka. Jadi mengapa tidak menunggu saja, dan anda hanya cukup membunuh sisa harimau yang terluka tersebut?”
Chen Zheng melanjutkan, “Sekarang Han dan Wei sedang bertarung satu sama lainnya seperti dua ekor harimau ini. Segera ataupun nantinya si lemah akan di taklukan oleh yang kuat. Kaisar yang mulia, mengapa tidak melakukan seperti apa yang Bian Zhuangzi perbuat, menunggu dan lihat hasilnya?. Seperti yang diprediksi Chen Zheng, Qian akhirnya mengumumkan sebagai pemenang terakhir dalam konfik antara Han dan Wei.
Umumnya perkataan ini mengandung makna tidak merespon ataupun mengambil tindakan apapun. Tetapi sebenarnya mengandung arti yang lebih dalam, yaitu membiarkan situasi yang menganggu musuh Anda berkembang sehingga Anda akan mendapat manfaat darinya. Dengan perkataan lain, tunggu dan lihat bagaimana kejadian tersebut akan bekerja sesuai perkembangan yang Anda harapkan hingga secara alamiah berakhir. Barang akan menjadi milik siapa yang dapat sabar menunggu hingga situasi berubah menjadi keberuntungan mereka.
Kisah ini tentang seorang pemuda bernama Bian Zhuangzi. Suatu hari dia melihat dua ekor harimau sedang bertarung memperebutkan seekor kerbau. Dia hendak menarik pedangnya membunuh harimau-harimau namun abdinya menghentikannya. Abdinya berkata, “Tunggulah sebentar, Tuanku. Lihat, dua ekor harimau sedang bertarung memperebutkan kerbau yang sama. Ini artinya akan ada pertarungan berdarah di antara keduanya yang tak akan terelakan. Tak diragukan bahwa yang kuat akan menang dan yang lemah akan mati. Tetapi yang kuat juga akhirnya akan terluka. Jadi mengapa tidak menunggu saja, dan anda hanya cukup membunuh sisa harimau yang terluka tersebut?”
Chen Zheng melanjutkan, “Sekarang Han dan Wei sedang bertarung satu sama lainnya seperti dua ekor harimau ini. Segera ataupun nantinya si lemah akan di taklukan oleh yang kuat. Kaisar yang mulia, mengapa tidak melakukan seperti apa yang Bian Zhuangzi perbuat, menunggu dan lihat hasilnya?. Seperti yang diprediksi Chen Zheng, Qian akhirnya mengumumkan sebagai pemenang terakhir dalam konfik antara Han dan Wei.
Umumnya perkataan ini mengandung makna tidak merespon ataupun mengambil tindakan apapun. Tetapi sebenarnya mengandung arti yang lebih dalam, yaitu membiarkan situasi yang menganggu musuh Anda berkembang sehingga Anda akan mendapat manfaat darinya. Dengan perkataan lain, tunggu dan lihat bagaimana kejadian tersebut akan bekerja sesuai perkembangan yang Anda harapkan hingga secara alamiah berakhir. Barang akan menjadi milik siapa yang dapat sabar menunggu hingga situasi berubah menjadi keberuntungan mereka.
Kamis, 16 Juli 2009
Cerpen Sang Penguasa
Seorang Sultan terkena penyakit parah, yang masih belum diketahui namanya. Beberapa dokter dari Jawa yang khusus didatangkan sepakat, bahwa untuk penyakit tersebut tidak ada obat selain empedu dari seseorang yang memiliki pertanda tertentu.
Sang Sultan memerintahkan untuk mencari orang yang dimaksud, dan akhirnya tanda-tanda yang disebutkan oleh para dokter dapat ditemukan pada anak kecil, putra seorang petani. Ayah dan ibunya dipanggil dan diberikan banyak hadiah hingga mereka puas. Hakim memberikan pertimbangannya, bahwa diperbolehkan untuk mengorbankan darah seorang bawahan demi mempertahankan nyawa Sultan.
Ketika tiba saatnya algojo menghabisi nyawanya, anak tersebut memalingkan wajah ke langit dan tertawa. “Bagaimana kamu dapat tertawa di saat demikian?”, Sultan yang menyaksikan bertanya. Anak tersebut menjawab: Mengasuh anak dengan kasih sayang adalah kewajiban ayah dan ibu; pertimbangan hukum ditujukan ke hakim, dan keadilan dituntut dari seorang penguasa; tetapi sekarang, demi harta duniawi, ayah dan ibu telah menyerahkan saya pada kematian, hal mana juga telah disetujui oleh hakim, sedangkan Sultan melihat keselamatan dirinya dalam kematian saya; selain kepada Tuhan saya sungguh tidak melihat lagi tempat untuk berpaling.
Hati Sultan sangat tersentuh, sehingga air matanya mengalir. Sultan berkata: Lebih baik saya mati, daripada menumpahkan darah orang yang tidak berdosa. Sultan mencium kepala dan mata anak tersebut, memeluknya erat-erat dan memberikan hadiah yang berlimpah serta membiarkan anak tersebut pergi. Diceritakan, Sultan tersebut pada minggu yang sama sehat kembali.Dan membiarkan mereka hidup bagaia seperti sedia kala lagi. Kasian nyawa seorang anak kecil dikorbankan.
Sang Sultan memerintahkan untuk mencari orang yang dimaksud, dan akhirnya tanda-tanda yang disebutkan oleh para dokter dapat ditemukan pada anak kecil, putra seorang petani. Ayah dan ibunya dipanggil dan diberikan banyak hadiah hingga mereka puas. Hakim memberikan pertimbangannya, bahwa diperbolehkan untuk mengorbankan darah seorang bawahan demi mempertahankan nyawa Sultan.
Ketika tiba saatnya algojo menghabisi nyawanya, anak tersebut memalingkan wajah ke langit dan tertawa. “Bagaimana kamu dapat tertawa di saat demikian?”, Sultan yang menyaksikan bertanya. Anak tersebut menjawab: Mengasuh anak dengan kasih sayang adalah kewajiban ayah dan ibu; pertimbangan hukum ditujukan ke hakim, dan keadilan dituntut dari seorang penguasa; tetapi sekarang, demi harta duniawi, ayah dan ibu telah menyerahkan saya pada kematian, hal mana juga telah disetujui oleh hakim, sedangkan Sultan melihat keselamatan dirinya dalam kematian saya; selain kepada Tuhan saya sungguh tidak melihat lagi tempat untuk berpaling.
Hati Sultan sangat tersentuh, sehingga air matanya mengalir. Sultan berkata: Lebih baik saya mati, daripada menumpahkan darah orang yang tidak berdosa. Sultan mencium kepala dan mata anak tersebut, memeluknya erat-erat dan memberikan hadiah yang berlimpah serta membiarkan anak tersebut pergi. Diceritakan, Sultan tersebut pada minggu yang sama sehat kembali.Dan membiarkan mereka hidup bagaia seperti sedia kala lagi. Kasian nyawa seorang anak kecil dikorbankan.
Senin, 13 Juli 2009
Cerpen Tempat Air Suci yang Angkuh

Cerpen Tempat Air Suci yang Angkuh
Zaman dahulu kala, ada sebuah vas di surga. Dewi Kuwan Im menggunakan vas tersebut untuk menaruh air suci pengobat segala penyakit dan ranting daun. Vas itu telah bersama Dewi Kwan Im di surga selama ribuan tahun dan berpikir bahwa ia sangatlah berarti bagi Sang Dewi. Suatu hari, Dewi Kwan Im berkata kepadanya, "Kamu telah menjadi kotor dan tidak bisa lagi tinggal di sini. Kamu harus turun ke bawah sesuai tingkatanmu sekarang." Vas itu berkata dengan cemas, "Dewi Kwan Im, saya tidak kotor! Saya bersih dan berkilau seperti dulu saya diciptakan. Saya tidak tercemar ataupun tergores!" Dewi Kwan Im menjelaskan dengan sabar, "Ya, penampilan kamu masih secantik dahulu, tapi pikiran dan sifatmu sudah menjadi buruk. Kamu tidak lagi sesuai dengan kriteria di alam ini!' Vas itu mulai memohon, "Dewi Kwan Im, saya telah bersama Anda selama bertahun-tahun, bisakah Anda membuat pengecualian untuk saya?" Dewi Kwan Im tersenyum dan berkata, "Membandingkanmu dengan kamu yang dulu, sungguh berbeda jauh." Vas angkuh itu menjadi kecewa dan berkata, "Bila saya tidak lagi diterima disini, saya lebih baik turun ke dunia manusia dan mencari orang yang bisa menghargai saya." Kemudian ia turun ke dunia manusia.
Begitu ia turun ke dunia manusia, ia berada di suatu rumah mewah. Ia sangat senang dengan rumah barunya. Melihat sekeliling ruangan, vas itu dipajang dengan vas-vas antik lainnya dari berbagai dinasti Tiongkok kuno dalam sebuah lemari kaca. Vas itu kemudian berpikir, "Saya adalah vas khayangan dari surga, vas-vas lainnya disini tidak sebanding dengan saya!" Pada kenyataannya, sang pemilik juga memperlakukan vas tersebut dengan istimewa, dia membersihkan vas itu dengan cairan khusus yang membuatnya tambah kinclong setiap hari. Vas itu sangat senang diperlakukan demikian dan berpikir bahwa adalah suatu keputusan yang tepat untuk datang ke dunia manusia.
Suatu hari seorang gembel datang mengunjungi rumah tersebut. Namun anehnya pemilik rumah bersikap sopan kepadanya. Dia menjamu tamu tersebut dengan makan malam yang mewah. Vas itu dalam hati berkata, "Kenapa tuan saya menjamu orang miskin itu bagaikan orang terhormat?" Setelah mereka selesai makan malam, orang kaya itu menunjukkan vas itu dan berkata, "Tuan Zhang, lihatlah harta karun yang baru saja saya miliki ini, sangat berharga bukan?" Lalu ia berkata, "Sebagai tanda terima kasih karena Anda telah menyelamatkan saya dari bahaya tenggelam waktu itu, maka saya ingin memberikan vas ini kepada Anda. Tanpa pertolongan Anda, pasti saya sudah tewas." Lalu ia memberikan vas itu kepada tamunya itu.
Merasa heran dan takut, vas itu mulai marah kepada orang kaya tersebut dan mengutuk didalam hati: "Jadi saya tidak ada artinya bagi kamu selain hanya dijadikan sebagai hadiah bagi seorang gembel.” Vas itu mencium bau busuk ikan dari gembel tersebut, dan kepingin muntah kalau saja dia bisa. Meskipun gembel tersebut menolak hadiah itu, namun orang kaya itu memaksanya. Ia berkata, "Bila Anda menolak pemberian tulus saya ini, saya akan memecahkan vas mahal ini sekarang!" Tamu itu tidak punya pilihan lain selain mengambil vas tersebut dan kemudian pamit pulang.
Kini vas itu menjadi milik gembel tesebut, dibawa pulang ke sebuah gubuk kotor dengan bau amis ikan. Vas itu hampir tidak percaya kini ia harus hidup di gubuk seorang nelayan miskin. Begitu nelayan itu masuk kedalam rumah, ia berteriak kepada istrinya, "Sayang, saya membawa pulang sebuah vas, tolong isi dengan arak dan besok akan saya bawa saat mencari ikan." Lalu seorang wanita keluar dari dapur dan mengambil vas itu. Dipegang dalam genggaman tangan wanita itu yang kasar, vas itu merasa tidak nyaman. Kemudian, ia diisi dengan arak murahan. Vas itu merasa sakit hati. Dulu ia diisi oleh air suci Dewi Kwan Im, sekarang ia diisi oleh arak murahan di dunia manusia!
Setelah beberapa lama waktu, vas itu terlihat baret, berminyak dan kotor. Sekian lama tinggal di dunia manusia, ia terbiasa dengan bau arak murahan dan melihat orang-orang di dunia manusia ini suka meminumnya. Saat araknya habis, ia merasa sedih dan rindu aromanya. Pada suatu hari yang berangin kencang, nelayan itu membawanya lagi saat mencari ikan. Ombak besar menghantam perahu dan vas itu jatuh ke laut. Tutupnya lepas dan araknya tumpah keluar. Air laut yang asin dan kotor kini masuk kedalam vas tersebut, membuatnya merasa jijik.
Saat terombang-ambing di lautan beberapa lama, vas itu teringat kepada Dewi Kwan Im. Ia mulai menimpakan segala kemalangannya kepada Dewi Kwan Im, dan mulai membencinya. Setiap kali ia mulai timbul rasa benci, ombak menghantamkan tubuhnya ke batu karang, menyebabkan beberapa bagian vas itu pecah. Kemudian ia juga mulai berpikiran buruk kepada orang kaya pemilik rumah mewah dan juga sang nelayan, membenci semuanya, tubuhnya semakin hancur diterjang ombak dan batu karang, dan akhirnya tenggelam ke dasar laut dan perlahan-lahan terkubur oleh pasir pantai. Ia tak lagi dapat melihat cahaya, semuanya gelap dan tak ada suara. Seolah-olah bahkan waktu pun telah berhenti. Ia merasa takut dan tak berdaya. Ia ingin keluar dan bebas, namun tidak bisa.
Dikelilingi oleh kesunyian abadi dan ditutup oleh lapisan tebal pasir di dasar laut yang dalam, vas itu mulai merindukan hari-hari dimana ia duduk disamping Dewi Kwan Im di surga. Begitu ia rindunya pada suasana dahulu, ia mulai lagi timbul kebencian kepada Dewi Kwan Im, pemilik rumah mewah dan nelayan itu. Lama kelamaan ia merasa bahwa ia kehilangan akalnya, dan pada akhirnya ia benar-benar kehilangan kemampuannya untuk berpikir. Yang tersisa adalah keping-kepingan vas kotor yang terkubur di dasar laut dalam.
Minggu, 12 Juli 2009
Cerpen Sang Pengusa

cerpen, cerita pendek, cerita misteri, cergam, cerita bergambar, cerita cinta, cermis
Seorang Sultan terkena penyakit parah, yang masih belum diketahui namanya. Beberapa dokter dari Yunani yang khusus didatangkan sepakat, bahwa untuk penyakit tersebut tidak ada obat yang cocok, selain empedu dari seseorang yang memiliki pertanda tertentu.
Sang Sultan memerintahkan untuk mencari orang yang dimaksud, dan akhirnya tanda-tanda yang disebutkan ditemukan pada anak kecil, putra seorang petani. Ayah dan ibunya dipanggil dan diberikan banyak hadiah hingga merasa puas. Hakim memberikan pertimbangannya, bahwa diperbolehkan untuk mengorbankan darah seorang bawahan demi mempertahankan nyawa Sultan.
Ketika tiba saatnya algojo memenggal kepalanya, anak tersebut memalingkan wajah ke langit dan tertawa. “Bagaimana kamu dapat tertawa di saat demikian?”, Sultan yang menyaksikan bertanya. Anak tersebut menjawab, “Mengasuh anak dengan kasih sayang adalah kewajiban ayah dan ibu; pertimbangan hukum ditujukan ke hakim, dan keadilan dituntut dari seorang penguasa; tetapi sekarang, demi harta duniawi, ayah dan ibu telah menyerahkan saya pada kematian, hal mana juga telah disetujui oleh hakim, sedangkan Sultan melihat keselamatan dirinya dalam kematian saya; selain kepada Tuhan saya sungguh tidak melihat lagi tempat untuk berpaling.”
Hati Sultan sangat tersentuh, sehingga air matanya mengalir. Sultan berkata, “Lebih baik saya mati, daripada menumpahkan darah anak yang tidak berdosa.” Sultan mencium kepala dan mata anak tersebut, memeluknya erat-erat dan memberikan hadiah yang berlimpah serta membiarkan anak tersebut pulang. Di luar dugaan, pada minggu itu juga Sultan sembuh dari penyakitnya.
Langganan:
Postingan (Atom)